RSS

KISAH PENGRAJIN KAIN SUTRA MANDAR




Pernah melihat kain sutra Mandar yang indah dan terkenal dengan motif kotak-kotaknya itu ? Nah, anda bisa membelinya langsung ke sang pengrajin. Selain harganya lebih terjangkau, beragam pilihan pun bisa didapatkan. Asyiknya, anda juga bisa mencoba menenun dengan alat tradisional yang disebut gedokan atau panette. Berjarak kurang lebih 5 kilometer dari pusat kota Polewali Mandar, sampailah kita ke sentra pengrajin kain sutra Mandar di Desa Karama, Kecamatan Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Perjalanan selama kurang lebih 30 menit ini menawarkan pemandangan yang indah. Tak hanya sawah yang menghijau, tetapi juga melewati kampung nelayan yang penuh jajaran kapal yang tengah bersandar beserta pemandangan laut lepasnya. Sesampai di desa Karama, pemandangan lain langsung menyita mata. Para warga, terutama ibu-ibu, asyik menenun kain Mandar di dalam rumah.

Jangan heran bila melihat jalan-jalan desa terlihat sepi tanpa aktivitas. Pasalnya, semua pengrajin memang lebih sibuk berada di rumahnya untuk menenun. Salah satunya adalah Nurmiati, yang kebagian memintal benang sutra. Sumau, begitu Nurmiati menyebut pekerjaan yang dilakukannya setiap hari dari pagi sampai malam. Ia hanya bisa istirahat kalau harus memasak, makan, dan sholat. Menurut ibu enam anak ini, penghasilannya cukup lumayan untuk menambah uang saku anaknya, perhari ia mendapat Rp 10.000. Nurmiati bercerita, para perempuan di desanya sudah sejak lama dan secara turun temurun belajar memintal dan menenun. Ia sendiri sudah diajari memintal dan menenun sejak gadis. Tapi sayangnya, generasi muda sekarang kurang suka dengan menenun, karena sudah sibuk dengan aktifitas di sekolahnya. Jadi saat ini, hanya yang tua-tua saja yang masih aktif menenun.


Hal senada dikatakan Muliani, yang akrab dipaggil Muli. Sehari-hari ia memilih menenun dengan alat tradisional yang disebut panette. Dalam satu minggu, Muli bisa menghasilkan satu lembar kain sutra Mandar selebar 4 meter. Ia pun bercerita upahnya cukup lumayan untuk menambah penghasilan dan membantu suaminya mencari uang. Bila dijual di pasar hanya bisa laku sekitar Rp 80.000 sampai Rp 100.000, padahal seharusnya harganya bisa Rp 120.000. Itu pun menurut Muli, bila laku di pasar biasanya dibayar hanya Rp 60.000, kemudian sisanya yang Rp 40.000 ditukar dengan benang sutra agar bisa terus dibuat kain lagi. Muli berharap harga kain sutra Mandar bisa terus naik sehingga pengrajin sepertinya bisa mendapatkan upah yang layak. Ada banyak corak yang dibuat pengrajin di sini, mulai Corak Wiranto, Corak Kepala Daerah, Corak Komandan Kodim, Corak Sandeg, Corag Sulbar, dan lain-lain. Dijelaskan Muli, bahwa macam-macam corak untuk kain sutra Mandar memang bernama unik. Nama corak itu sesuai dengan nama pemesannya. Karena setiap pemesan memang selalu memberi contoh corak yang diminta. Dan ternyata corak itu laku hingga terus dipesan. Jadi namanya disesuaikan dengan nama pemesan. 

Maryam, yang juga bertetangga dengan Muli, turut bercerita, sejak umur 15 tahun, atau sejak tahun 1985 juga sudah diajari menenun. Maka tak heran bila saat ini ia sudah hapal dan lihai memainkan panette. Menurutnya hasilnya pun lumayan bisa untuk membayar sekolah anaknya. Apalagi suaminya seorang nelayan yang penghasilannya dari hasil melaut. Maka, bila suaminya sedang tidak melaut, uang hasil penjualan kain bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari. Untuk kain berukuran 4 meter, Maryam bisa menyelesaikannya dalam waktu lima hari. Ia mengaku banyak menerima pesanan, maka itu pemesan yang baru harus mengabarinya sejak jauh-jauh hari. Ada pula yang memesan corak tertentu, bila sudah ada contohnya, Maryam pun sanggup mengerjakan.


Menurut Maryam, potensi kain sutra Mandar di desanya tak kalah dengan kain tenun lain. Sayangnya, para pengrajin di desanya tak memiliki pasar untuk menjual. Ia berpikir, bila seandainya desanya ini dijadikan desa wisata, maka akan banyak pembeli yang langsung datang ke sini. Para pengrajin pun tentu akan makin semangat dan senang, karena pembeli sudah langsung datang menemui, bukan lagi ke pengepul. Kain sutra Mandar yang dihasilkan di sini banyak pilihan dan dijamin bagus kualitasnya. Agar terus mendapatkan pelanggan dan tak ketinggalan zaman, Maryam dan beberapa pengrajin kini tak lagi hanya membuat sarung sutra Mandar, tetapi juga kain yang bisa langsung dijahitkan untuk dibuat kemeja ataupun bawahannya seperti rok. Malah, kain jenis ini sekarang lebih banyak dibeli daripada kain sarung.

Murniati, istri kepala desa Karama, Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar yang juga Kepala Sekolah SD 019 Bala Nipah mengatakan, ia mencoba memasarkan kain sutra Mandar yang dihasilkan desanya kepada teman-teman kerjanya. Ia berani melakukan itu karena kualitas kain sutra Mandar yang diproduksi di desanya memang bagus pengerjaannya. Kainnya tidak luntur. Sayangnya, kain ini memang belum ada pasarnya. Maka selain terus berpromosi sendiri, ia pun juga ingin agar desanya bisa dijadikan sebagai desa wisata. Rasanya sayang sekali kalau hasil pengrajin di sini kurang bisa dinikmati dan malah membuat pengepulnya lebih sukses.

Untungnya, menurut Murniati, ada kebijakan peraturan daerah baru yang tengah digodok yang menginstruksikan pegawai pemerintahan seminggu sekali mengenakan baju dari kain sutra Mandar. Kini, sudah ada beberapa teman Murniati dan beberapa dinas yang membeli padanya. Ia berhahap, semoga bila kebijakan ini sudah disahkan bisa membantu para pengrajin di desanya. Soal promosi, tanpa diminta Murniati memang akan terus berusaha mempopulerkan kain sutra Mandar asal desa Karama ini. Kadang kalau ada agenda sekolah ataupun ada acara dinas, ia biasanya sekalian ikut promosi. Pelan-pelan, ia berharap, semoga nantinya wisatawan domestik banyak yang melirik dan langsung datang ke desanya untuk membeli kain dari pengrajin. Karena akan dijamin mendapatkan yang berkualitas. Bahkan bila ada yang ingin ikut menenun pun juga boleh. Agar semakin banyak yang tahu bahwa harga yang mahal itu karena memang proses pembuatannya yang butuh kerja keras dan kerapian.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar