RSS

WISATA PULAU SAMOSIR DI TENGAH DANAU TOBA - SUMATERA UTARA

Pulau di tengah Danau Toba ini memiliki banyak tempat wisata, mulai dari budaya, alam, suvenir, hingga kuliner. Siapkan waktu luang karena tak cukup satu hari untuk menikmati wisata yang ada di sana.

MAKAM RAJA SIDABUTAR


Makam ini terletak di kawasan Pasar Tomok, tak jauh dari dermaga. Memasuki gerbang areal makam, tiang kayu tinggi dengan ukiran cicak dan payudara yang menjadi filosofi Batak berada di kanan dan kiri anak tangga. Areal ini memang letaknya lebih tinggi dari jalanan pasar dan terbagi menjadi dua, yaitu deretan bangku semen untuk duduk di sebelah kiri dan makam-makam dengan beberapa ukuran di sebelah kanan. Anda bisa menyewa pemandu tur yang tersedia di dermaga Tomok untuk menerangkan berbagai tempat wisata yang ingin didatangi, termasuk ke makam ini. Jadi, anda tak sekedar melihat tanpa tahu cerita di baliknya. Untuk ukuran masyarakat setempat, semua makam di areal Makam Raja Sidabutar terbilang kecil. Sebab, di pulau Samosir, ada makam yang ukurannya besar, dilengkapi dengan dua daun pintu yang lebar dan memiliki teras.

Beberapa Raja Sidabutar dimakamkan di areal ini bersama beberapa makam lain yang berisi tulang belulang tentara dan keluarga kerajaan yang tewas saat perang pada saat itu. Kuburan tertua di areal itu adalah kuburan Raja Sidabutar pertama, di mana wajah raja dipahat di sana. Letak makam berusia 580 tahun ini ada di sebelah kiri makam terbesar. Makam yang lebih besar dan ukirannya lebih mulus adalah makam Raja Sidabutar kedua yang merupakan cucu dari Raja Sidabutar pertama. Menariknya, makam yang terbuat dari batu ini bisa dibuka dengan cara digeser bagian tengahnya. Makam ini pernah dibuka pada tahun 1983 saat upacara pembersihan tulang belulang. Saat itu, rambut panjang Sang Raja yang menunjukkan ilmunya sudah tinggi, masih tetap ada. Begitu pula dengan gigi dan kulit tubuhnya.


Raja kedua ini menganut agama Parmalim, agama kuno yang kini masih banyak dianut orang Batak di Samosir. Sementara, raja ketiga dan seterusnya menganut agama Kristen. Yang menarik, di atas makam raja kedua terdapat patung perempuan berukuran kecil. Perempuan yang konon tercantik di Samosir pada zamannya tersebut sangat istimewa bagi raja kedua, karena itulah cinta pertamanya. Raja kedua jatuh cinta pada Anting Malela Br. Sinaga, nama perempuan itu. Pada hari pesta pernikahan akan dilangsungkan, salah satu tamu undangan sangat cemburu Anting Malela dipinang raja. Ia lalu membaca guna-guna untuk membatalkan pernikahan itu. Rupanya, cara itu berhasil karena mendadak perempuan cantik itu mengucapkan kalimat-kalimat yang tidak pantas dan tak bersedia dinikahi raja.

Raja tahu bahwa Anting Malela diguna-guna. Ia lalu mengucapkan mantra untuk menghilangkan mantra tamu tersebut. Namun, rupanya tubuh Anting Malela tidak sanggup menerima dua mantra sekaligus. Ia pun jadi gila dan sejak saat itu sering berkeliaran ke sana-sini. Ia menghilang tanpa diketahui keberadaannya. Untuk mengenang cinta pertamanya itulah, patung Anting Malela diabadikan di atas makam raja.

PASAR TOMOK


Begitu sampai di Tomok, anda bisa langsung berbelanja suvenir sesaat turun dari kapal. Maklum, Pasar Tomok yang menjadi pusat suvenir di Samosir memang berada di pinggir danau. Sepanjang jalan yang menyerupai lorong, di kanan-kiri anda bisa memilih bermacam-macam barang yang bisa dibawa pulang sebagai oleh-oleh. Mulai dari kaus, setelan kulot, sampai baju anak-anak dengan gambar dan tulisan Danau Toba atau Samosir. Juga cinderamata khas Batak seperti tas dan dompet kulit, rajut, kain, ulos, gelang, hiasan dinding dan meja, kalender Batak, gantungan kunci, bahkan kopi bubuk khas Sumatera dan makanan. Harganya pun bervariasi, mulai dari ribuan hingga ratusan ribu rupiah. Para pedagang dengan ramah akan mempersilahkan anda mampir dan meminta menawar harganya.

Harga yang ditawarkan umumnya lebih murah dibandingkan barang yang sama yang dijual di Parapat, Kabupaten Simalungun atau bandara. Bila datang ke sana sesaat toko-toko dibuka, anda bisa mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah, karena dianggap sebagai penglaris. Hanya saja, perlu ketelitian agar bisa mendapatkan baju atau kaus dengan kualitas bagus, mengingat di sana kualitas yang ditawarkan rata-rata biasa saja, bahkan cenderung kurang bagus. Tak hanya pedagang di toko yang menawarkan dagangan mereka. Penjual ikan asin yang menggelar dagangannya di atas tampah seadanya pun tak mau ketinggalan. Ikan yang mereka jual umumnya adalah ikan nila atau ikan lain yang diambil dari Danau Toba.

DAMASUS RESTO


Dari kejauhan, bila anda datang ke Pulau Samosir dengan kapal, tempat makan yang memanjang ke samping ini sudah terlihat. Letaknya yang persis di pinggir danau sehingga membuat pengunjung yang datang bisa langsung menambatkan perahu atau kapal di depannya. Meski menyandang kata resto di bagian belakangnya, tempat makan yang satu ini sebetulnya terbilang sangat sederhana. Malah, lebih mirip warung. Hanya saja, ada banyak meja dengan bangku-bangku panjang di sana, menandakan ramainya pengunjung yang datang. Meski bentuknya mirip warung, rasa yang ditawarkan tak kalah dengan rumah makan besar di Jakarta yang menawarkan menu serupa. Tumis kangkung dan tauge yang harganya Rp 25.000 per porsi sangat renyah dan lezat. Kepiawaian Mia Br. Silalahi, pemilik Damasus, dalam mengolah ikan juga membuat mulut rasanya tak ingin berhenti mengunyah. Jangan berharap menu ayam di sini, karena Mia memang sengaja berniat mengembangkan ikan hasil tangkapan dari Danau Toba.

Damasus hanya menyuguhka ikan nila, mas, lele, dan udang lobster. Khusus ikan, bisa disajikan dalam masakan tauco, kukus, goreng, atau bakar, yang ditawarkan mulau dari harga Rp 30.000-Rp 55.000 per porsi untuk setengah kilogram. Sedangkan udang yang per porsinya dibanderol Rp 90.000 bisa dimasak dalam dua pilihan, saus tiram atau tauco. Untuk minuman, Mia juga menyediakan jus yang ditawarkan dengan harga Rp 15.000. Semua ikan dan udang diambil langsung dari keramba sebelum dimasak, untuk menjaga kesegaran dan kelezatan rasanya. Malah, kalau tak terlalu ramai, pembeli dipersilahkan mengambil sendiri dari keramba agar bisa memilih. Tak heran, rasa manis ikan tetap terasa ketika disantap.


Mia memulai usaha kuliner ini sejak 2001, tapi saat itu yang lebih difokuskan adalah bisnis keramba. Damasus yang namanya diambil dari nama anak sulungnya ini baru dikenal orang sebagai tempat makan pada 2004. Bermula dari para relasi suaminya yang kerap berkunjung ke tempatnya kalau ada acara di Danau Toba. Mereka kerap minta dimasakin ikan, dibakar, atau dibuat arsik. Karena menganggap masakan Mia enak, mereka pun mencetuskan ide agar Mia membuat rumah makan. Dari cerita mulut ke mulut, akhirnya rasa ikan olahan ibu tiga anak ini membuat rumah makannya dikenal banyak orang. Berawal dari empat meja yang ditata di bawah pohon cemara di belakang rumah, pengunjung Damasus makin lama makin ramai. Terutama, ketika akhir pekan tiba. Kursi yang tersedia tak bisa lagi menampung mereka, sehingga Mia menambah meja menjadi 10 buah. Kini, Damasus memiliki 22 meja yang selalu penuh saat akhir pekan dan bisa menampung sampai 200 orang.

Bila hari besar seperti Lebaran, meja makan di restonya selalu penuh. Sampai-sampai mobil pengunjung pun susah parkir. Maka, Mia berencana untuk membesarkan lagi rumah makannya. Selain wisatawan dari Sumatera, tak jarang pejabat mulai dari bupati, sampai sekelas menteri dan jenderal pun ikut bertandang mencicipi menu Damasus. Sambil menikmati menu yang lezat, semilir angin dan pemandangan danau membuat siapa pun dijamin betah berlama-lama di sana.

MUSEUM RUMAH ADAT BATAK


Sama seperti Makam Raja Sidabutar, museum ini juga terletak di Tomok, tapi bukan di kawasan pasar. Museum ini berupa rumah adat yang terbuat dari kayu dengan anak tangga berjumlah ganjil, lantaran angka ganjil dipercaya membawa keberuntungan. Setelah sampai di atas, anda akan menemukan beberapa ruangan berlantai kayu berisi bermacam-macam perabotan. Untuk membangun rumah adat Batak sendiri konon dibutuhkan waktu bertahun-tahun, sehingga keluarga akhirnya tinggal dalam satu rumah sempit. Satu rumah biasanya ditempati 4-5 keluarga. Untuk membagi ruangan, semua perempuan dan laki-laki tidur secara terpisah lantaran di dalam rumah tidak terdapat kamar. Semua tidur beralaskan tikar. Untuk melakukan hubungan suami istri, sang suami harus mendirikan gubuk kecil di sawah atau ladang.

Rumah adat Batak pada zaman dulu cukup praktis dalam menyimpan barang. Hampir semua barang disimpan di atas, seperti yang terdapat di museum. Museum ini juga memajang kain tenun ulos yang umumnya dipakai pria dan perempuan Batak pada masa lalu. Bila anda menyewa pemandu, ia akan menjelaskan perbedaan pemakaian ulos untuk laki-laki dan perempuan, serta perlengkapannya. Anda juga bisa mencoba ulos dan mengabadikan gambarnya. Sehari-hari, laki-laki hanya memakai sarung dan tidak memakai baju maupun celana. Ikat pinggangnya menggunakan kulit kayu, sementara selendang ulos hanya dikenakan ketika mendatangi suatu acara. Keluarga raja umumnya ketika pergi membawa senjata berupa pedang dan mengenakan ikat kepala tertentu.


Di museum ini juga dipajang hombung, yaitu tempat tidur dari kayu besi yang sangat berat yang biasa dipakai para raja. Tempat tidur ini alasnya bisa dibuka untuk menyembunyikan harta atau raja ketika terjadi perang. Bermacam-macam ukura piring sapa, yaitu piring kayu yang sangat besar dan tebal seukuran kuali juga dipamerkan. Orang Batak pada zaman dulu punya kebiasaan makan bersama dengan menggunakan sebuah sapa. Makin banyak anak atau keluarga yang tinggal dalam rumah tersebut, makin besar piring yang digunakan. Sementara, keluarga yang belum memiliki anak menggunakan piring sapa yang paling kecil. Nasi dan lauk pauk diletakkan di atas sapa, lalu semua anggota keluarga dengan cepat akan menghabiskannya dengan tangan. Yang makan dengan lambat hanya akan mendapat sedikit makanan. Selain sapa dan hombung, ada pula beragam senjata dan peralatan dapur yang dipajang di museum. Semuanya terbuat dari kayu.

Selain yang telah disebutkan di atas, ada banyak lagi tempat wisata di Samosir. Antara lain Danau Sidihoni di Kecamatan Pangururan dan Danau Natonang di Kecamatan Simanindo. Keduanya kerap disebut sebagai danau di atas danau (di atas Danau Toba). Ada pula Batu Marhosa atau Batu Bernapas di Huta Sosortolong, Kecamatan Simanindo. Batu ini memiliki lubang sebesar bola pingpong yang mengeluarkan angin sejuk dari sisi tebing, sehingga mirip sedang bernapas. Konon, lubang batu ini tembus ke dasar Danau Toba dan angin yang berembus itu berasal dari embusan ombak danau. Mendapati embusan angin yang keras dipercaya masyarakat setempat akan mendapatkan rezeki besar. Lalu ada pemandian air panas di beberapa lokasi, termasuk di Pangururan.


Ada pula batu gantung yang bentuknya menyerupai patung orang, juga pertunjukan patung Sigale-Gale di Pasar Tomok. Patung ini konon bermula ketika seorang raja di Samosir sangat sedih ditinggal mati anak lekaki kesayangannya. Untuk mengobati rasa rindu raja, seseorang yang sakti membuatkan patung yang dibuat sangat mirip dengan wajah anak raja tersebut. Patung tersebut bisa bergerak-gerak, karena konon diisi roh, sehingga raja merasa terhibur dengan keberadaannya. Kini, patung yang kerap dipertunjukkan di berbagai acara adat maupun festival ini dibuat dari kayu dan ditarik dengan tali di bagian belakangnya, sehingga tangannya bisa bergerak dan matanya bisa berkedip.

Pulau Samosir sendiri merupakan pulau yang berada di tengah Danau Toba, Sumatera Utara, yang berjarak sekitar 223 kilometer dari Medan. Konon kabarnya, pulau ini memiliki luas yang sama dengan Singapura. Meski berada di tengah danau, pulau ini tak hanya bisa didatangi dengan perahu motor, karena sebetulnya ada jembatang sepanjang 20 meter yang menghubungkan Samosir dengan Sumatera. Jembatan yang disebut dengan Tano Ponggol tersebut berada di Pangururan, Samosir. Dengan jembatan ini, anda tak perlu memutari Danau Toba untuk menuju Samosir. Namun, bila anda berangkat dari Parapat, dibutuhkan kapal wisata untuk menuju ke sana.


Kapal biasanya berangkat dari dua pelabuhan, yaitu Ajibata dan Tigaraja. Ajibata umumnya mengangkut para wisatawan, sedangkan Tigaraja biasanya digunakan para penduduk lokal. Untuk menyeberangi danau selama sekitar satu jam, setiap penumpang diwajibkan membayar tiket senilai Rp 10.000. Anda bisa memilih duduk di lantai bawah atau naik ke lantai atas kapal. Duduk di lantai atas membuat anda lebih keras diterpa angin dan goncangan kapal lebih terasa saat kapal menabrak ombak. Namun, mata lebih leluasa menikmati pemandangan. tidak terbatas seperti bila anda duduk di lantai bawah. Bila anda ingin menginap, banyak pilihan yang tersedia, mulai dari penginapan sampai hotel berbintang. Sebelum menuju ke Samosir, sebaiknya siapkan uang tunai, karena di sana agak sulit menemukan mesin ATM.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS