RSS

Mengagumi Alam Keindahan Bumi Sumatera Barat Dari Kelok Sembilan.



Sesuai namanya, jalanan yang dibuat pada zaman kolonial Belanda untuk melintasi Bukit Barisan ini memiliki sembilan kelok. Bila anda melewatinya, hitunglah kelokannya dengan teliti, karena dalam beberapa kelokan, jalan sudah berkelok kembali begitu anda selesai mengucapkan hitungan sebelumnya. Ya, Kelok Sembilan yang menjadi jalan penghubung Bukittingi-Pekanbaru memang memiliki belokan yang tajam. Lebar jalan hanya lima meter kerap menimbulkan kemacetan panjang bagi kendaraan yang melintas, terutama kendaraan besar seperti bus atau truk bermuatan berat yang tak kuat menanjak. Akibatnya, perjalanan dari Bukittinggi ke Pekanbaru yang harusnya bisa ditempuh dalam waktu empat jam, bisa menghabiskan waktu 5-6 jam.

Padahal, kalau ditarik garis lurus, Kelok Sembilan yang terletak di Jorong Aie Putiah, Nagari Sarilamak, Kecamatan Harau, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, sebenarnya hanya sepanjang 300 meter. Melewati jalan sempit ini akan lebih menyeramkan saat malam hari, lantaran lokasinya yang gelap dan diapit dua jurang. Namun, kesan menyeramkan itu tinggal kenangan. Sekarang, Kelok Sembilan malah ramai didatangi orang dari berbagai kota sebagai tempat wisata. Tepatnya sejak jembatan layang Kelok Sembilan beroperasi pada 2013. Wajar saja jembatan ini menyita perhatian banyak orang. Konstruksi tiang-tiangnya yang kokoh dan tinggi serta bentuk penyangganya yang melengkung membuat jembatan berwarna putih ini tampak menonjol di antara hijaunya pepohonan bukit dan jurang. Dari kejauhan, jembatan sepanjang 2,5 kilometer dan kelokan-kelokan jalan tampak mempesona.


Jembatan yang diresmikan pada 2013 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini dibangun sebagai solusi untuk mengatasi kemacetan dan berbagai masalah yang timbul ketika kendaraan melintas Kelok Sembilan. Masyarakat Sumatera Barat jadi lebih bangga karena jembatan ini murni hasil karya anak bangsa dan menggunakan bahan-bahan dalam negeri. Tak heran, kemegahannya membuat banyak orang ingin merasakan langsung sensasi melewati jembatan yang kini menjadi landmark Sumatera Barat tersebut. Apalagi, jalanannya yang cukup lebar memungkinkan kendaraan besar seperti bus diparkir di sekitar sana. Alhasil, banyak penjual makanan dan minuman yang menawarkan dagangannya di sana untuk mengisi perut pengunjung.

Mulai dari pisang kapik, yaitu pisang kepok yang dibakar lalu dipenyet dan ditaburi keju, jagung bakar, mi instan, es kelapa muda, dan lain sebagainya. Jangan khawatir juga bila ingin berpose dengan latar jembatan layang Kelok Sembilan. Banyak tukang foto yang siap mengabadikan pose anda dan dalam sekejap fotonya bisa anda bawa pulang.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Menyeruput Teh Daun Kopi Dari Batok Kelapa di Perkebunan Kopi Kiniko - Sumatera Barat.


Dari luar, Kiniko yang terletak di Nagari Tabek Patah, Kecamatan Salimpaung, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, tampak biasa saja. Malah, sepintas tak terlihat bila rumah lama yang sederhana ini menyimpan pemandangan menawan di bagian belakangnya. Setelah masuk, Anda akan langsung menemukan rak-rak memenuhi ruangan yang berisi camilan, makanan kering, juga kopi dan minuman bubuk lainnya hasil produksi UKM dari berbagai kecamatan di Sumatera Barat yang dijual di Kiniko. Berjalanlah terus menyusuri rak-rak tersebut sampai anda menemukan pintu penghubung ke bagian belakang yang difungsikan sebagai kafe. Berdiri di tengah pintu itu saja sudah membuat anda terpana. Pemandangan deretan terasering sawah hijau di depan mata dengan latar belakang Gunung Marapi sungguh sangat menyejukkan hati. Anda bisa menikmati pemandangan ini sambil menyeruput teh daun kopi atau teh daun mulberi yang disediakan kafe.

Tak seperti kafe di lainnya, di sini anda bisa langsung mengambil sendiri minuman yang disediakan di meja khusus yang dibuat melingkari sebuah tiang. Dua buah panci tembikar besar berwarna cokelat tua tampak selalu mengepulkan asap. Di dalamnya, masing-masing berisi teh kawa daun kopi dan teh daun mulberi yang siap minum. Rasanya pas, tidak pahit bila anda ingin meminumnya tanpa tambahan apa pun. Bila menginginkan rasa manis, anda bisa menambahkan gula. Aduklah dengan batang kayu manis yang tersedia di sebelah tembikar agar aroma dan rasa kayu manis yang khas ikut larut dalam teh. Anda juga bisa menggunakan cangkir seng putih bermotif bunga seperti yang biasa digunakan pada zaman dulu. Atau, jika tertarik, anda bisa mengganti cangkirnya dengan batok kelapa, yang dulu biasa digunakan masyarakat Minang untuk meminum teh kawa daun.


Sebaiknya teh segera diminum mengingat cuaca yang dingin bakal cepat menguapkan panas teh. Sebagai teman teh, anda bisa menikmati pisang, tahu, atau tempe goreng panas plus cabai rawit. Datanglah pada pagi atau sore hari bersama teman atau saudara, sekedar untuk bercengkerama menghabiskan waktu santai. Indahnya alam berpadu dengan cuaca yang sejuk dijamin membuat anda enggan beranjak pulang. Jangan lupa, sempatkan berfoto dengan latar belakang pemandangan yang indah tersebut.

Kafenya sendiri tergolong sederhana tapi sangat natural dan terasa menyatu dengan alam. Tempat duduknya berupa kayu gelondongan yang dipotong setinggi kursi murid TK, sementara mejanya berupa lempengan kayu yang lebar. Lantai yang sengaja hanya diplester semen dan pagar yang terbuat dari potongan batang pohon yang dijejer rapi ikut menambah kental suasana khas pedesaan. Kafe ini merupakan salah satu unit usaha dari Kiniko, selain toko oleh-oleh yang terletak di bagian depan bangunan dan perkebunan kopi yang letaknya jauh dari situ. Kiniko sendiri awalnya berupa perkebunan kopi yang didirikan pada 1981 oleh Abdul Aziz Idris dengan nama usaha CV Kiniko Enterprise. Aziz membangun perkebunan kopi seluas 16 hektar ini antara lain untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.


Dua tahun setelah didirikan, Kiniko mulai memproduksi kopi. Tahun 1998, pengelolaan Kiniko dilanjutkan oleh anak Aziz, Satrio Budiman. Sejak itu pula, Kiniko Enterprise berganti nama menjadi Kiniko 2001 dan memiliki unit usaha toko oleh-oleh serta kafe. Kini, Kiniko memiliki lima unit usaha, antara lain unit minuman, makanan, sentra, kafe, dan pertanian. Sentra adalah toko oleh-oleh yang menampung beragam produk UKM dari berbagai kecamatan di seluruh Sumbar. Antara lain, kopi bubuk, kopi jauh, kopi daun, serbat, dodol papaya, dan lainnya. Kopi Kiniko sendiri merupakan kopi olahan tradisional yang terbuat dari kopi robusta dan diolah secara sederhana. Tak hanya mengolah bijinya, Kiniko juga mengangkat kembali minuman tek kawa daun yang terbuat dari daun kopi. Minuman kawa daun merupakan minuman tradisional khas mayarakat Minang yang tinggal di daerah peguungan. Berkat minuman ini pula, Kiniko kini dikenal pula sampai mancanegara.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BERLIBUR SINGKAT DI KOTA KUPANG.

Cukup banyak yang bisa kita nikmati dalam kunjungan singkat ke Kupang, ibukota provinsi Nusa Tenggara Timur. Kota dengan luas wilayah 180,27 kilometer persegi itu memang memiliki beberapa panorama alam yang memikat.

GUA KRISTAL


Destinasi wisata ini berlokasi di Bolok, sebuah desa di Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, sekitar 16 kilometer dari pusat kota Kupang. Sebelumnya sempat beredar foto di dunia maya, tentang pemandangan di gua ini yang sangat menakjubkan. Air yang ada di dalam gua akan memantulkan cahaya matahari serupa kilau kristal yang amat indah. Waktu yang tepat untuk berkunjung ke gua ini antara pagi hingga siang hari, sekitar pukul 09.00 Wita sampai 14.00 Wita. Tiba terlalu pagi atau terlalu sore bisa dibilang percuma, karena gua akan menggelap tanpa cahaya matahari.

Begitu sampai di lokasi gua, kita akan menjumpai ceruk kecil gelap yang menjorok ke dalam, usai melewatkan lima menit berjalan kaki dari tanah lapang tempat parkir kendaraan. Dari situlah kita bisa mulai menuruni mulut gua yang cukup licin. Sarana penerangan, seperti lampu senter amat dibutuhkan. Langkah kaki harus berpijak hati-hati, karena bebatuan alami dalam gua berkontur vertikal ini cukup curam tanpa jalan buatan. Sejarak kira-kira kedalaman 20 meter dari permukaan tanah, kolam di dasar gua sudah tampak. Bila kita menengadah ke langit-langit, terlihat beberapa ekor kalong beterbangan dalam kesenyapan. Dapat memunculkan perasaan ngeri bagi yang tak terbiasa melihatnya.

Namun, kejernihan perairan di dasar Gua Kristal yang tampak menenangkan dan mengagumkan, mampu menghapus perasaan ngeri itu. Kita bisa langsung menceburkan diri ke kolam di dalam gua yang airnya sedikit terasa asin. Ada ceruk lain di sisi ujung kolam yang luasnya kira-kira 30 meter persegi. Pengunjung yang mempunyai nyali tinggi, bisa melompat ke air dari tebing yang tinggi itu.

PANTAI LASIANA


Pantai ini terletak di Kelurahan Lasiana, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang. Bila diukur dari pusat kota, jarak tempuhnya kira-kira mencapai 12 kilometer. Pantai ini tampak tertata rapi, walau amat sepi. Ada arena bermain anak-anak di lokasi berpasirnya. Sejumlah pondok yang dalam bahasa lokal disebut lopo-lopo menjajakan kelapa muda dan penganan kecil. Pantai seluas 3,5 hektare ini berpasir putih dengan ombak tenang yang cocok untuk berenang.

Berdasarkan informasi dari Dinas Pariwisata NTT, Pantai Lasiana dibuka untuk umum sejak 1970-an. Sejumlah fasilitas pendukung dibangun pada 1986 untuk membuat turis domestik ataupun mancanegara lebih nyaman. Pantai Lusiana pada masa silam disebut tampak lebih indah dan alami, tapi mengalami gerusan bibis pantai sekitar 500 meter dalam masa 30 tahun. Dalam rangka penanggulangan masalah itu, Pemerintah Kota Kupang telah membangun tanggul-tanggul pemecah ombak sepanjang pantai. Pesona alam Pantai Lasiana didukung oleh rerimbunan pohon menjulang yang menambah kerindangan. Kesan damai itu menciptakan suasana kontemplatif, membekas saat kita sejenak melenggang di kota Kupang.

PULAU KERA


Tak ada satu pun kera di Pulau Kera. Nama pulau kecil tersebut memang bukan berasal dari kera, si hewan berbulu kecokelatan dalam ordo primata. Kata 'Kera' berasal dari istilah dalam bahasa Solor 'takera' yang artinya ember atau timba. Pemberian nama tersebut agaknya merujuk pada banyaknya wadah air yang digunakan warga yang hampir seluruhnya berprofesi sebagai nelayan. Pelafalan huruf 'e' pada 'Kera' juga tidak sama seperti menyebut 'e' dalam kata 'emas'. Pulau Kera diucapkan selayaknya huruf  'e' dalam kata 'enak'.

Butuh waktu 45 menit hingga satu jam perjalanan laut menuju pulau yang menjadi bagian dari Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Teluk Kupang itu. Perahu bisa disewa dari para nelayan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Oeba di Jalan Alor, Kupang. Pasir putih Pulau Kera menyambut kedatangan dengan bentang biru laut yang bagai tanpa ujung. Pemandangan itu amat menggirangkan bagi rombongan warga kota besar yang kekurangan vitamin sea (sebutan gaul untuk rindu main di laut). Dalam kondisi lautnya yang tenang, perairan sekitar Pulau Kera cocok untuk berenang, berjemur, atau snorkeling. Apalagi, terik sinar matahari seakan sudah meninggi meski waktu masih menunjukkan pukul sembilan pagi.


Setapak dekat bibir pantai, pelancong akan melihat sebuah bangunan sederhana. Masjid dengan kubah limas warna biru berdiri di tengah pulau, setia mengumandangkan azan. Arsyad Abdul Latif adalah Imam di Masjid bernama Darul Bahar tersebut. Ia telah menjadi pemimpin dalam kepengurusan masjid sejak bangunan itu berdiri pada 20 Februari 2000. Tidak hanya untuk shalat, masjid ini juga digunakan untuk belajar. Anak usia sekolah dasar belajar agama dan mengaji di sana. Tadinya, ada bangunan TPA yang berdiri sejak 2012, tetapi rubuh karena puting beliung yang terjadi pada 2014.

Pendidikan di Pulau Kera memang masih kurang memadai. Keluarga yang hendak menyekolahkan anaknya harus mengirimkan putra-putri mereka menyeberang laut. Selain ketiadaan sekolah, warga Pulau Kera juga belum memiliki fasilitas layanan kesehatan. Listrik di pulau, seperti pengeras suara masjid atau televisi, menyala berkat dinamo. Ketertinggalan tersebut cukup disayangkan, mengingat lokasi Pulau Kera tak jauh dari kota Kupang. Secara administratif, Pulau Kera berada di wilayah Desa Uiasa, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, NTT. Total terdapat 400-an jiwa dalam 97 keluarga yang tinggal di sana. Mereka mendirikan bangunan rumah semi permanen di pulau yang dihuni sejak 1911 itu.

Penduduk Kota ataupun Kabupaten Kupang memang mayoritas memeluk agama Kristen. Pulau Kera adalah perkecualian, dengan mayoritas warganya adalah umat Islam. Mungkin hanya lima atau enam orang saja yang non-Muslim. Meski pembangunan belum menyentuh rata, warga di Pulau Kera tak berkenan meninggalkan pulau tercintanya. Beberapa rencana relokasi penduduk ke daerah pegunungan Kabupaten Kupang pun tak disetujui mayoritas warga. Pasalnya, laut adalah sumber kehidupan bagi seluruh warga Pulau Kera. Mereka rela menghuni pulau kecil dengan masjid sederhana itu, sebagai pembeda di antara 44 pulau yang dihuni dari keseluruhan 1.192 pulau di NTT.

MENYANTAP JAGUNG BOSE KHAS NTT.


Jagung menjadi salah satu makanan pokok warga Kupang, NTT. Olahannya pun amat khas, yakni menu santapan bubur jagung alias jagung bose. Semangkuk jagung bose terdiri dari bahan dasar jagung, kacang merah, labu manis, dan santan. Cita rasanya tawar gurih dan kerap disajikan dengan daging se'i (daging sapi asap), tumis bunga pepaya, dan lawar ikan.

Cara mengolahnya, yakni dengan terlebih dahulu merendam jagung berbiji putih di air kapur sirih. Kulit ari jagung kemudian dibuang dan bulir jagung dijemur. Lantas, jagung dan kacang merah direbus hingga matang, lantas disiram dengan santan. Bubur jagung ini biasanya dinikmati bersama ikan bakar atau sebagai pengganti nasi.

Kota Kupang yang dikelilingi lautan juga dikenal dengan hasil laut yang melimpah. Salah satunya, Pasar Ikan Pasir Panjang yang terletak di sepanjang Jalan Timor Raya. Pasar ini menjual berbagai ikan segar yang ukuran terkecilnya sepanjang lengan manusia. Berbagai santapan bahari yang nikmat dilahap juga tersedia di pantai yang bersebelahan dengan pasar. Beberapa menu yang tersedia termasuk olahan berbagai ikan, udang, cumi-cumi, dan kepiting dengan varian saus aneka rasa.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS