RSS

TEMPAT WISATA BARU DAN SERU DI INDONESIA



Jika anda berniat menghabiskan liburan ke tujuan wisata yang menawarkan sensasi berbeda, barangkali 3 obyek wisata ini bisa menjadi pilihan. Tiga tempat wisata ini kini memang tengah menjadi buah bibir dan mencuri perhatian masyarakat. Selain karena masih baru, juga karena menawarkan pengalaman yang lain daripada yang lain.

MUSEUM SURABAYA



Kini masyarakat akan lebih mudah jika ingin mengetahui sejarah kota Surabaya. Pasalnya, sejak 3 Mei 2015 lalu, pemerintah kota Surabaya meresmikan Museum Surabaya. Museum yang berada di Siola, bangunan cagar budaya yang juga ikon Kota Buaya tersebut, memajang benda-benda yang berkaitan dengan sejarah kota. Karena masih termasuk baru, koleksi yang dimiliki museum ini baru sekitar 1000 benda. Namun, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kodya Surabaya, sebagai pengelola museum tersebut, akan terus menambah isinya dengan koleksi yang lebih banyak lagi, berkoordinasi dengan dinas lain.

Berdirinya Museum Surabaya tersebut merupakan gagasan dari Walikota Surabaya, Tri Rismaharini. Gedung Siola sendiri sempat cukup lama dipakai pihak swasta sebelum akhirnya kembali ke Pemkot Surabaya. Awalnya, benda-benda bersejarah yang bakal mengisi Museum Surabaya adalah benda-benda yang berkaitan dengan kepemerintahan kota Surabaya saja. Tetapi dalam perjalanan waktu ini kemudian berkembang, tidak hanya benda yang berkaitan dengan tata pemerintahan saja tetapi juga sejarah, sosial, dan budaya. Jadi isinya juga tentang dinamika dan sejarah kota Surabaya sejak dulu hingga saat ini.


Kelak, di dalam museum akan dibuat story line yang terdiri dari fase-fase sejarah kota lengkap dengan diorama. Begitu masuk ke museum seluas 1.500 meter2 ini, pengunjung akan disuguhi peninggalan bersejarah yang mengisahkan berdirinya kota Surabaya, disusul konten tentang dinamikan pemerintahan Hindia Belanda sampai pemerintahan kota saat ini.

Beberapa koleksi benda yang ada di Musem Surabaya ini misalnya, buku catatan perkawinan masyarakat yang tertera tahun 1857 yang dikeluarkan pemerintah Belanda. Buku register tersebut terlihat cukup rapih dengan tulisan dalam bahasa Belanda yang masih terbaca jelas. Juga, buku register pajak kota Surabaya zaman pemerintahan Belanda, furnitur peninggalan pemerintahan masa lalu, piano, dan perlengkapan pasukan pemadam kebakaran. Selain itu di museum ini juga dipajang benda peralatan kesehatan kuno yang pernah digunakan berbagai rumah sakit di Surabaya, mulai kursi pemeriksaan kandungan, kursi pemeriksaan kesehatan gigi kuno, serta sebuah tabung yang berfungsi untuk mensterilkan peralatan kesehatan sebelum digunakan untuk tindakan medis. Alat-alat tersebut merupakan pemberian beberapa rumah sakit swasta di Surabaya serta dari dinas kesehatan.

Untuk melengkapi isi Museum Surabaya, pemerintah kota Surabaya memang juga menerima sumbangan dari instansi manapun, termasuk dari masyarakat umum sepanjang koleksi tersebut memiliki korelasi dengan konten Museum Surabaya. Sementara untuk menarik minat masyarakat, terutama anak-anak dan remaja, di dalam museum nantinya secara berkala akan diadakan kegiatan-kegiatan interaktif yang berkaitan dengan sejarah Surabaya. Juga workshop tentang museum, diskusi kebudayaan, mengenalkan anak-anak usia dini dengan kegiatan interaktif melalui cara yang menyenangkan bekerja sama dengan berbagai TK di Surabaya, dan sebagainya. Intinya adalah, bagaimana agar warga Surabaya bisa menjadikan Museum Surabaya sebagai bagian dari mereka.

Tujuan didirikannya museum ini adalah sebagai jembatan kepedulian masyarakat dengan benda-benda cagar budaya atau apa saja yang memiliki nilai sejarah. Ini penting, sebab untuk menunbuhkan rasa cinta dengan museum atau benda yang memiliki nilai sejarah itu tidak mudah. Harus dibangun setahap demi setahap dan dalam jangka waktu lama. Karena itulah, pihak Pemkot Surabaya tidak hanya fokus pada orang dewasa saja, tetapi juga memberikan fasilitas untuk anak-anak TK. Paling tidak, Museum Surabaya bisa dijadikan salah satu tujuan wisata bagi warga Surabaya atau warga kota lainnya untuk menggali sejarah terbentuknya kota Surabaya.

STONE GARDEN BANDUNG




Satu lagi destinasi wisata yang tengah ramai dikunjungi dan mencuri perhatian masyarakat Bandung. Dialah Stone Garden. Terletak di kawasan Cipatat, Padalarang, Bandung Barat, Stone Garden menawarkan pemandangan mengagumkan berupa bukit dan batu yang indah dan sangat memuaskan mata. Stone Garden berada di ketinggian 908 meter di atas permukaan laut. Pengunjung harus menyiapkan fisik untuk mencapai puncak dengan mendaki bukit dan berjalan sejauh 1,5 kilometer. Jajaran batu-batu megalitikum dengan padang rumput hijau yang asri membuat suasana wisata adventure Stone Garden berbeda dari yang lain.

Wisata di tempat ini memang menantang adrenalin pengunjung. Untuk mencapai lokasi wisata ini, perjalanan bisa ditempuh dengan jalan darat selama 2 jam dari Jakarta atau skeitar 1 jam dari kota Bandung. Kendaraan harus diparkir di kawasan bawah dan pengunjung melanjutkan perjalanan kurang lebih 40 menit menuju puncak. Setiap minggu, kawasan Stone Garden yang terbilang baru menjadi destinasi wisata di kawasan Bandung ini ramai dan padat pengunjung. Sayangnya, fasilitas umum seperti toilet dan mushola belum tersedia di kawasan wisata ini.


ROMANCE BAY MEDAN


Tidak ada yang menyangka, ada sepetak ‘surga’ di kawasan Sumatera Utara, selain Danau Toba dan Pulau Samosir. Romance Bay, obyek wisata satu ini kini tengah naik daun dan populer sebagai tujuan wiata favorit. Wisata pantai berpasir putih ini sebelumnya dikenal sebagai Pantai Tengah, namun sejak 26 Maret 2015 lalu baru dikelola dan dipublikasikan dengan nama Romance Bay. Untuk bisa menikmati pantai berpasir putih ini pengunjung harus menempuh perjalanan darat selama 2 jam dari Medan, tepatnya di Jalan Pantai Tengah No.20 Dusun 3, Desa Sei Nagalawan Perbaungan-Sergai, Sumatera Utara. Apabila memilih rute yang melintasi pantai Kelang, tak jauh dari Kota Perbaungan, pengunjung akan disuguhi pemandangan asri wisata hutan mangrove.

Pantai berpasir putih ini memberikan sensasi romantis kepada pengunjungnya. Tirai kelambu putih yang tersebar di bibir pantai membuat para pengunjung bisa melepas lelah sambil menikmati pemandangan yang ada. Jembatan panjang dihiasi dedaunan rambunctions juga menjadi spot favorit untuk mengabadikan momen kebersamaan. Untuk menikmati keindahan pantai pasir putih ini, pengunjung dikenai biaya Rp 35.000 per orang dan apabila tertarik ingin menggunakan tirai, disediakan paket untuk minimal 10 orang dengan tarif mulai dari Rp 70.000 per orang, termasuk welcome drink dan bersantap seafood.

Tak heran, setiap di akhir pekan, pantai ini dipenuhi pengunjung dan keluarga yang ingin menikmati keindahannya. Sayangnya, karena masih baru fasilitas penginapan dan fasilitas pelengkap lainnya belum tersedia. Maka sebaiknya pengunjung mempersiapkan perbekalan dan datang lebih pagi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

WISATA DI SUMATERA SELATAN



Diam-diam, Sumatera Selatan menyimpan banyak potensi wisata yang sayang untuk dilewatkan. Mulai dari wisata air, religi, sampai alamnya yang mempesona. Berikut kami tampilkan beberapa di antaranya :

JEMBATAN AMPERA


Belum ke Palembang kalau belum ke Jembatan Ampera. Sebab, inilah ikon kota yang menjadi kebanggaan masyarakat Palembang. Jembatan Ampera dibangun di atas sungai Musi dan menghubungkan Ulu dan Ilir. Dengan tinggi 63 meter, jembatan ini memiliki panjang total 224 meter dan lebar 22 meter. Jembatan ini mulai dibangun pada tahun 1962 ketika Soekarno masih menjadi presiden dan menelan biaya sekitar 4,5 juta dolar. Tiga tahun kemudian, jembatan ini diresmikan dan Soekarno dijadikan sebagai nama jembatan. Namun, nama jembatan ini berubah menjadi Jembatan Ampera ketika gerakan anti Soekarno menguat di kalangan rakyat pada 1966. Mulanya, bagian tengah jembatan ini bisa diangkat ke atas agar kapal besar bisa melewati bagian bawah jembatan, termasuk kapal dengan tinggi maksimun 44,5 meter. Sementara, dalam keadaan tidak terangkat, bagian bawah jembatan itu hanya bisa dilewati kapal setinggi 9 meter. Karena alasan mengganggu lalu lintas di atasnya itulah, akhirnya pengangkatan bagian tengah jembatan tak dilakukan lagi sejak 1970 dan kedua bandul pemberat diturunkan.

Kini, Jembatan Ampera menjadi salah satu tujuan wisata para turis maupun warga lokal Palembang. Pada malam hari, banyak warga yang menghabiskan waktu di bagian bawah jembatan untuk berjalan-jalan, tepatnya di seberang Benteng Kuto Besak. Selain bisa memotret keindahan jembatan yang menaranya diterpa lampu sorot berwarna ungu dari kejauhan, pada malam hari mereka bisa juga menikmati kuliner di bawah jembatan. Termasuk di antaranya, sensasi makan atau minum kopi di warung apung yang ada di sana. Sambil menikmati goyangan ombak sungai Musi dan memandang Jembatan Ampera, anda juga bisa menikmati pempek, tekwan, dan kuliner khas Palembang lainnya di atas perahu yang ditambatkan di pinggir sungai. Dua warung apung sudah beberapa tahun berjualan di sana. Bahkan, warung apung Tjek Merry mendapat bantuan perahu dari pemerintah yang digunakan untuk berjualan hingga sekarang, untuk meningkatkan pariwisata di sana.

Pagi harinya, bagian bawah jembatan diramaikan hilir mudik perahu yang mengangkut orang-orang dan hasil belanjaan mereka di pasar 16 Ilir maupun pasar yang ada di seberangnya. Pada hari libur, suasana di bawah jembatan lebih ramai. Tak sedikit kapal yang mengangkut hasil bumi dari pasar untuk dibawa ke daerah yang lebih kecil atau terpencil. Para pedagang besar dari sana akan berbelanja hasil bumi untuk dijual lagi di daerahnya, terkadang seminggu sekali. Tak heran, perahu sewaannya penuh akan sayuran seperti cabe, kol, timun, labu siam, bahkan tahu. Meski jalan darat bisa ditempuh, tak sedikit yang masih menggunakan transportasi air di sungai Musi ini. Mengamati kegiatan pagi di bawah jembatan yang ada di tengah kota ini bisa membuat lupa waktu. Jangan lupa siapkan kamera anda untuk mengabadikan momen unik ini.

RUMAH LIMAS


Cobalah tengok uang kertas Rp 10.000 yang anda miliki. Salah satu sisinya memperlihatkan gambar rumah limas, rumah tradisional Sumatera Selatan. Rumah limas pada lembaran uang kertas tersebut merupakan rumah limas yang terletak di Museum Balaputra Dewa di Jalan Srijaya I no 288 Km 5,5, Palembang. Rumah yang telah berusia 185 tahun ini pada mulanya dimiliki seorang bangsawan Palembang bernama Pangeran Syarif Adurrahman Al-Habsi. Setelah itu, diketahui rumah limas ini dibeli oleh Pangeran Batun dan dipindah ke Sirah Pulau Padang. Dari tangan Batun, rumah ini lalu dibeli Pangeran Punto dari Pemulutan dan dipindahkan ke Pemulutan, tapi Punto lalu memindahkannya ke Talang Pangeran. Setelah itu, rumah limas ini dikuasai pemerintah Hindia Belanda. Tahun 1932, rumah ini dipindahkan ke Palembang dan diletakkan di belakang Gedung Menara Air yang sekarang menjadi kantor walikota Palembang.

Itu sebabnya,  jalan di sana diberi nama Jalan Rumah Bari. Bari dalam bahasa Indonesia berarti lama. Pada 22 April 1933, rumah limas ini dijadikan Museum Rumah Bari. Lalu 52 tahun kemudian, tepatnya 1985, rumah ini dipindahkan ke halaman belakang Museum Balaputra Dewa dan hingga kini menjadi koleksi terbesar museum ini. Seperti yang terlihat pada uang Rp 10.000, rumah limas di museum ini merupakan bagian depan dari dua rumah limas yang berbeda. Masing-masing memiliki area yang terbilang luas untuk sebuah ruang depan rumah. Rumah limas sebelah kanan berusia lebih lama dan belum mengenal kamar. Bagian depan rumah lama biasanya menjadi area menenun anak-anak gadis dalam keluarga tersebut. Bila si anak gadis akan dijodohkan dengan seorang pemuda, perempuan tua yang bertugas menjadi mak comblang akan datang ke rumah itu dan menilai kepribadian sang gadis dari songket hasil tenunannya.

Bila hasil tenunannya halus, rapih, dan indah, biasanya gadis itu berkepribadian bagus dan sabar. Hasil penilaian itu akan dilaporkan mak comblang kepada keluarga pemuda. Bagian depan rumah lama juga ada yang berupa semacam pagar yang berfungsi seperti kaca gelap, sehingga anak gadis yang di dalam rumah bisa melihat pemuda di luar rumah yang akan dijodohkan dengannya dengan leluasa. Sementara, rumah sebelah kiri berusia lebih muda dan sudah mengenal kamar. Di bagian depan rumah itu terdapat enam kamar, di antaranya kamar pengantin, di mana di atas tempat tidurnya akan dipajang banyak bantal. Semakin banyak bantal yang dipajang menunjukkan semakin tingginya status sosial ekonomi sang pengantin, karena setiap ujung kiri dan kanannya bantal dihiasi lempengan emas.

Rumah sebelah kiri dan kanan dihubungkan oleh jembatan kecil dari kayu. Disebut rumah limas karena bagian atas rumah berbentuk limas. Dindingnya terbuat dari kayu tembesu serumpun, sedangkan tiangnya dari kayu unglen atau kayu besi yang tahan lapuk. Dulu, yang memiliki rumah limas biasanya bangsawan. Di bagian atas rumah biasanya terdapat tanduk rusa, untuk memasak kopiah haji dan surban.

AL QURAN RAKSASA


Al-Quran yang dipasang di halaman rumah Sofatillah ini memang bukan Al Quran biasa. Huruf-huruf hijayyah yang tertera di atasnya bukanlah ditulis atau dicetak, melainkan diukir. Lempengan kayu yang disambung-sambung menjadi sebuah halaman yang indah diukur satu per satu. Setiap lembarnya berukuran super besar, yaitu 177 x 140 x 2,5 cm dengan berat sekitar 45-55 kg dan menghabiskan waktu pengerjaan 3-4 minggu. Total, kayu yang digunakan mencapai 40 m3. Untuk mengerjakan Al Quran raksasa ini, dibutuhkan 35 orang, termasuk Sofatillah yang menjadi penulisnya dan 5-7 orang yang bertugas mengukir. Pria yang akrab disapa dengan sebutan Ustaz Ofat ini pula yang memiliki gagasan untuk membuat Al Quran raksasa tersebut. Dibutuhkan waktu tujuh tahun untuk merampungkannya. Setelah ditulis di atas kertas karton, ayat-ayat suci ini lalu dijiplak di atas kertas minyak. Setelah dikoreksi, barulah ditempelkan di kayu yang akan diukir.

Pada 30 Januari 2012, Al Quran raksasa ini diresmikan Susilo Bambang Yudhoyono yang kala itu menjadi Presiden. Tak hanya itu, Al Quran ini juga mendapatkan penghargaan rekor MURI dan pengakuan dari kepala parlemen seluruh negara Islam sedunia yang kala itu diadakan di Palembang yang menyatakan  Al Quran ini sebagai yang terbesar di dunia dalam kategori ukiran di atas kayu. Seluruh juz yang berjumlah 30 menghabiskan 315 lembar kayu tembesu. Ukiran bunga dengan warna khas Palembang menghiasi setiap halaman. Separuhnya yaitu 15 juz dipajang di dinding dan dalam ruangan lima lantai yang terletak di belakang panggung. Seluruh lembaran kayu itu dipasang sedemikian rupa sehingga bisa dibuka tutup seperti jendela. Sedangkan 15 juz sisanya masih disimpan dan rencananya akan dipasang di dinding di seberangnya.

PULAU KEMARO


Inilah salah satu tempat wisata yang wajib dikunjungi ketika anda datang ke Sumatera Selatan. Di pulau ini, berdiri pagoda sembilan lantai yang terlihat menjulang dari kejauhan menjelang anda sampai di dermaga pulau. Ada pula klenteng Hok Ceng Bio. Klenteng yang dikelola Yayasan Toa Pekong ini berdiri sejak 22 Agustus 1962 dan renovasi terakhir dilakukan pada 1 Juni 2010 lalu. Di dalamnya terdapat makam Siti Fatimah, putri Palembang dan suaminya, Tan Bun An. Legenda Pulau Kemaro berasal dari cerita Siti Fatimah yang dipersunting saudagar keturunan Tionghoa itu pada zaman kerajaan, Tan Bun An. Legenda Siti Fatimah dan Tan Bun An menjadi cerita cinta abadi. Berkunjung ke tempat ini anda tidak hanya akan mendapatkan cerita tentang legenda ini, karena tempat ini juga menjadi ajang mencari jodoh. Di sana, ada sebuah pohon yang dinamakan Pohon Cinta.

Konon, bila seseorang menuliskan namanya dan kekasihnya di pohon itu, mereka akan berjodoh dan hubungannya akan kekal. Tak hanya itu, saat perayaan Cap Go Meh, Pulau Kemaro juga menjadi tujuan para muda-mudi khususnya keturunan Tionghoa untuk mencari jodoh. Tak heran, puluhan ribu keturunan Tionghoa dari berbagai kota bahkan negara tetangga ikut memeriahkan Cap Go Meh setiap tahunnya di sana. Konon, pulau ini tetap kering meski sungai Musi tengah meluap. Untuk menuju ke Pulau Kemaro, anda bisa menyewa perahu motor dari seberang Benteng Kuto Besak dengan biaya sekitar Rp 200.000 pulang pergi. Perjalanan menuju Pulau Kemaro memakan waktu sekitar satu jam. Bila ingin mendapatkan biaya yang lebih murah, anda bisa menyewa perahu motor dari daerah 1 Ilir.

Sebaiknya, datanglah ke pulau ini menjelang sore, agar bisa menikmati indahnya pemandangan matahari terbenam. Awan putih bergulung-gulung diselingi semburat merah di ujung horison bisa menjadi bonus pemandangan yang tak terlupakan, yang akan terlihat menakjubkan ketika diabadikan dalam gambar.

GUNUNG DEMPO


Pemandangan orang-orang bercaping bambu tengah memetik pucuk daun teh di hamparan kebun teh bisa anda temukan di Gunung Dempo, daerah tertinggi di Sumatera Selatan. Gunung yang terletak di kota Pagaralam, Sumatera Selatan ini bisa ditempuh dalam 7-8 jam perjalanan dari Palembang dengan jalur darat. Dari kota, Gunung Dempo bisa ditempuh dalam waktu sekitar 15-20 menit. Di gunung setinggi 3.159 meter ini anda bisa melepas lelah dan berekreasi bersama keluarga. Jangan khawatir, banyak hotel dan vila berdinding kayu atau bambu, bahkan yang terletak di tengah hamparan kebun teh, yang bisa anda sewa dengan harga terjangkau. Sekedar berjalan-jalan sambil melihat para buruh seolah berbaris memetik daun teh akan memberikan pengalaman tak terlupakan di gunung yang dijadikan arena kejuaraan paralayang PON XVI ini. Atau, anda bisa mendaki kedua puncak dari gunung yang masih aktif ini.

Dari puncak utama yang memiliki kawah terjal, anda bisa memandangi provinsi Bengkulu dan Lautan Hindia. Gunung ini memang terletak di perbatasan Sumatera Selatan dan provinsi Bengkulu. Sementara, di puncak yang lebih rendah anda bisa berkemah untuk beristirahat. Pada malam hari, kelap-kelip lampu di kota Pagaralam jadi suguhan pemandangan tersendiri dari puncak gunung. Indahnya pemandangan di Gunung Dempo menjadikan satu-satunya wisata gunung di Sumatera Selatan ini salah satu tempat favorit untuk menyambut Tahun Baru.

Puas menikmati suasana pegunungan yang sejuk, anda bisa melihat peninggalan purbakala di beberapa desa di kaki gunung. Menjelang meninggalkan Pagaralam, jangan lupa berbelanja oleh-oleh khas kota yang berjarak sekitar 300 km dari Palembang ini, yaitu kopi robusta, teh, kudu yang merupakan senjata tradisional, benalu teh, serta avokad. Dan jangan lupa, durian matang pohon asli Pagaralam yang lemak nian alias sangat enak juga sayang untuk dilewatkan.

WISATA AIR


Bila anda menyukai wisata air, air terjun yang banyak terdapat di Sumatera Selatan bisa jadi pilihan berekreasi. Salah satu yang terkenal adalah air terjun Temam yang terletak di Kelurahan Rahma, Lubuklinggau. Konon, banyak yang menyebut air terjun ini sebagai versi mini air terjun Niagara di Amerika Serikat. Memiliki tinggi 12 meter dan lebar 25 meter, air terjun yang berasal dari sungai Temam ini sangat cantik karena air yang turun dari ketinggian itu berbentuk mirip tirai air. Tak hanya itu, di bagian bawah air terjun terdapat batu yang berbentuk celah dan melengkung, sehingga pengunjung bisa duduk-duduk di atasnya sambil menikmati pemandangan air terjun di depan mereka. Untuk menuju ke air terjun yang bersih dan jernih ini, anda harus menuruni anak tangga terlebih dulu. Jangan khawatir, anak tangganya bersih dan tetata rapih. Air terjun ini bisa dicapai setelah menempuh perjalanan 11 km atau 30 menit berkendara dari pusat kota Lubuk Linggau.

Lubuklinggau sendiri bisa dicapai dalam waktu sekitar 7 jam perjalanan dari Palembang. Selain Temam, air terjun lain yang bisa ditemukan di Sumatera Selatan antara lain air terjun Bidadari di Lahat, air terjun Bedegung di Muara Enim, air terjun Kerinjing di Lahat, air terjun Lematang di Pagaralam, dan sebagainya. Selain itu, ada pula Danau Ranau di Ogan Komering Ulu Selatan (OKUS) yang konon terbesar kedua di Sumatera setelah Danau Toba, dan Danau Rakihan yang juga terdapat di  OKUS.  



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

MELONGOK KAMPUNG BATIK CIWARINGIN – CIREBON




Selain batik Trusmi, Cirebon ternyata memiliki batik lain yang tak kalah memikat, yakni batik Ciwaringin. Pamornya yang mulai naik membuatnya jadi pilihan mata pencaharian penduduk setempat. Inilah yang bisa dilihat di Blok Kebon Gedang. Di sana nampak dengan mudah ditemui para wanita yang sedang duduk menorehkan canting berisi malam ke selembar kain membentuk beberapa motif batik. Mereka bahkan sudah hafal teknik membuat lekuk dan garis tanpa membuat pola terlebih dulu.

Membatik memang sudah menjadi warisan turun temurun kaum ibu yang ada di blok ini. Bahkan kini generasi mudanya pun turut membatik. Maka tak heran bila blok ini akhirnya semakin dikenal sebagai sentra batik. Untuk semakin mengukuhkannya, di pintu masuk blok dibuat gapura bertuliskan Kampung Batik Tulis Ciwaringin. Penduduk di blok ini sekitar 500 kepala keluarga. Sebagian besar hidup sebagai petani sekaligus pengrajin batik. Saat musim tanam dan panen tiba, mereka menghabiskan waktunya di sawah, sementara membatik dilakukan pada waktu luang. Keadaan berubah manakala pesanan batik banyak yang datang. Para ibu, yang juga petani, akan berjibaku menyelesaikannya.

Berlokasi sekitar 30 km dari kota Cirebon, Kampung Batik Ciwaringin mudah disambangi. Dari arah Cirebon sekitar 45 menit. Dibandingkan batik Trusmi, batik Ciwaringin memiliki keistimewaan. Kebanyakan batik Ciwaringin merupakan batik tulis, motifnya pun tidak umum serta memiliki warna batik yang lembut karena dihasilkan dari pewarna alami. Sekilas orang awam menilai batik Ciwaringin pudar atau usang. Tetapi sebetulnya itulah kekhasan batik Ciwaringin. Pewarnaan batik Ciwaringin dihasilkan dari beragam tanaman yang diolah terlebih dahulu. Di antaranya batik mangga, indigo, kulit rambutan, serta kulit jengkol. Prosesnya, batang pohon mangga atau kulit rambutan direbus hingga lebih dari 7 jam sampai warna kulit tersebut muncul, kemudian disaring lalu dimasukkan ke wadah. Usai itu, barulah pencelupan batik dilakukan secara berulang.

Masing-masing tanaman tersebut menghasilkan warna berbeda. Kulit jengkol misalnya, akan menghasilkan warna cokelat. Batang mahoni juga bisa menghasilkan warna coklat, sementara mangga menghasilkan warna hijau. Meski batik Ciwaringin sudah dikenal, namun pembeli masih sangat terbatas. Mereka kebanyakan berasal dari luar negeri atau konsumen lokal kelas atas. Hal ini karena harga batik Ciwaringin relatif mahal, bahkan bisa mencapai jutaan rupiah per lembarnya. Akan tetapi, dibandingkan dengan proses pembuatannya yang lama, harga yang ditawarkan rasanya pantas.

Proses yang lama karena kain batik harus dicelup dengan pewarna alami secara berulang untuk menghasilkan warna yang pas. Bahkan, untuk menyelesaikan satu lembar kain batik tulis membutuhkan waktu seminggu. Itupun jika warna yang digunakan tidak banyak dengan motif yang sederhana. Jadi, batik Ciwaringin istimewa bukan hanya karena prosesnya butuh waktu lama, tetapi juga motifnya yang unik. Motif batik Ciwaringin mengandung makna yang menjadi pedoman masyarakat blok Kebon Gedang. Motif yang banyak dibuat pengrajin antara lain motif pringsedapur, tebu sekaret, sapi jagat, dan lain-lain.

Motif batik sapu jagat mengandung makna kebersamaan, motif pecutan bergambar daun panjang berarti pemberi semangat. Motif batik tersebut diharapkan dapat menjadi pegangan bagi penduduk desa dan masyarakat secara umum. Untuk mengenalkan motif batik Ciwaringin kepada generasi muda, kini para pengrajin membuka kelas membatik. Terutama untuk remaja yang secara rutin dilatih membatik dengan pewarna alami, karena mereka merupakan generasi pengrajin batik masa mendatang.

Konon, batik Ciwaringin sudah ada sejak masa penjajahan Belanda. Para pengrajinnya juga sudah menggunakan pewarna alami dengan memanfaatkan batang pohon yang ada di sekitar tempat tinggal. Batang pohon itu dikeringkan lalu diramu sehingga menghasilkan warna-warna tertentu. Namun sejak pewarna kimia diperkenalkan kepada pengrajin, kebiasaan membatik dengan pewarna alami ditinggalkan. Dengan alasan penggunaan pewarna kimia lebih praktis, cepat, sedangkan pewarna alami membutuhkan waktu yang lama untuk memprosesnya. Tetapi sejak 2009, saat UNESCO menetapkan batik sebagai mahakarya warisan budaya milik Indonesia, terjadilah perubahan dalam pengerjaan batik. Pengakuan internasional ini membuat batik semakin dikenal masyarakat dunia. Hal ini membawa dampak besar bagi pelaku usaha batik. Kebutuhan pasar dunia akan batik pun meningkat. Namun mereka menginginkan batik yang menarik dengan proses alami di antaranya dengan penggunaan pewarna yang bersumber dari alam. Mereka beranggapan bahwa batik dengan pewarna kimiawi bukan saja membahayakan tubuh tetapi juga lingkungan.

Untuk itulah, di tahun 2009 sekitar 40 orang pengrajin diikut sertakan dalam pelatihan yang didukung oleh Kamar Dagang Indonesia dan Jerman. Salah satunya mereka diajarkan memanfaatkan kulit jengkol menjadi pewarna. Karena memang banyak bahan alami yang jika diolah dengan baik bisa menghasilkan warna menarik. dIlihat dari sisi ekonomis, pewarna batik alami juga lebih murah, tinggal memanfaatkan tanaman yang ada di sekitar rumah penduduk. Penggunaannya pun bisa berulang. Artinya jika pewarna kimia hanya satu kali pakai, pewarna alami dapat dipakai berkali-kali tanpa merusak warna yang dihasilkan sebelumnya.

Dari pelatihan dan penyuluhan tersebut pengrajin disadarkan pula tentang bahaya limbah batik bahan kimia bagi tubuh. Dulu, para pengrajin batik sering tidak menggunakan sarung tangan ketika melakukan proses pewarnaan, sementara warna yang mereka gunakan dari kimia. Jika itu terus menerus dilakukan kemungkinan terburuk akan terkena kanker kulit. Belum lagi limbah pewarna kimia mengakibatkan kerusakan ekosistem. Limbah batik yang dibuang secara sembarangan akan menyerap ke sumur-sumur penduduk dan mengancam kehidupan mereka nantinya.

Sudah sepatutnya batik Ciwaringin kembali ke asalnya. Pelestarian batik Ciwaringin bukan hanya pada motifnya tetapi juga pada proses pewarnaannya. Maka batik Ciwaringin diharapkan bisa kembali berjaya seperti masa silam. Untuk itu dibutuhkan kerja sama semua pihak, baik pengrajin, pemerintah daerah, dan masyarakat agar batik tulis Ciwaringin semakin populer. Tidak hanya itu, diharapkan batik Ciwaringin bisa menjadi roda penggerak kehidupan masyarakat blok Kebon Gedang. Jadi, kaum ibu yang ada di sana tidak perlu lagi menjadi TKI ke luar negeri. Karena menjadi pengrajin batik tulis Ciwaringin pun sudah dapat dijadikan mata pencaharian yang layak. Tren menjadi TKI di luar negeri kini bukan lagi menjadi pilihan mencari uang bagi sebagian penduduk. Sejak mengetahui batik tulis Ciwaringin punya nilai jual, mereka akhirnya memilih tinggal di kampung melanjutkan tradisi leluhur.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS