RSS

WISATA PULAU SAMOSIR DI TENGAH DANAU TOBA - SUMATERA UTARA

Pulau di tengah Danau Toba ini memiliki banyak tempat wisata, mulai dari budaya, alam, suvenir, hingga kuliner. Siapkan waktu luang karena tak cukup satu hari untuk menikmati wisata yang ada di sana.

MAKAM RAJA SIDABUTAR


Makam ini terletak di kawasan Pasar Tomok, tak jauh dari dermaga. Memasuki gerbang areal makam, tiang kayu tinggi dengan ukiran cicak dan payudara yang menjadi filosofi Batak berada di kanan dan kiri anak tangga. Areal ini memang letaknya lebih tinggi dari jalanan pasar dan terbagi menjadi dua, yaitu deretan bangku semen untuk duduk di sebelah kiri dan makam-makam dengan beberapa ukuran di sebelah kanan. Anda bisa menyewa pemandu tur yang tersedia di dermaga Tomok untuk menerangkan berbagai tempat wisata yang ingin didatangi, termasuk ke makam ini. Jadi, anda tak sekedar melihat tanpa tahu cerita di baliknya. Untuk ukuran masyarakat setempat, semua makam di areal Makam Raja Sidabutar terbilang kecil. Sebab, di pulau Samosir, ada makam yang ukurannya besar, dilengkapi dengan dua daun pintu yang lebar dan memiliki teras.

Beberapa Raja Sidabutar dimakamkan di areal ini bersama beberapa makam lain yang berisi tulang belulang tentara dan keluarga kerajaan yang tewas saat perang pada saat itu. Kuburan tertua di areal itu adalah kuburan Raja Sidabutar pertama, di mana wajah raja dipahat di sana. Letak makam berusia 580 tahun ini ada di sebelah kiri makam terbesar. Makam yang lebih besar dan ukirannya lebih mulus adalah makam Raja Sidabutar kedua yang merupakan cucu dari Raja Sidabutar pertama. Menariknya, makam yang terbuat dari batu ini bisa dibuka dengan cara digeser bagian tengahnya. Makam ini pernah dibuka pada tahun 1983 saat upacara pembersihan tulang belulang. Saat itu, rambut panjang Sang Raja yang menunjukkan ilmunya sudah tinggi, masih tetap ada. Begitu pula dengan gigi dan kulit tubuhnya.


Raja kedua ini menganut agama Parmalim, agama kuno yang kini masih banyak dianut orang Batak di Samosir. Sementara, raja ketiga dan seterusnya menganut agama Kristen. Yang menarik, di atas makam raja kedua terdapat patung perempuan berukuran kecil. Perempuan yang konon tercantik di Samosir pada zamannya tersebut sangat istimewa bagi raja kedua, karena itulah cinta pertamanya. Raja kedua jatuh cinta pada Anting Malela Br. Sinaga, nama perempuan itu. Pada hari pesta pernikahan akan dilangsungkan, salah satu tamu undangan sangat cemburu Anting Malela dipinang raja. Ia lalu membaca guna-guna untuk membatalkan pernikahan itu. Rupanya, cara itu berhasil karena mendadak perempuan cantik itu mengucapkan kalimat-kalimat yang tidak pantas dan tak bersedia dinikahi raja.

Raja tahu bahwa Anting Malela diguna-guna. Ia lalu mengucapkan mantra untuk menghilangkan mantra tamu tersebut. Namun, rupanya tubuh Anting Malela tidak sanggup menerima dua mantra sekaligus. Ia pun jadi gila dan sejak saat itu sering berkeliaran ke sana-sini. Ia menghilang tanpa diketahui keberadaannya. Untuk mengenang cinta pertamanya itulah, patung Anting Malela diabadikan di atas makam raja.

PASAR TOMOK


Begitu sampai di Tomok, anda bisa langsung berbelanja suvenir sesaat turun dari kapal. Maklum, Pasar Tomok yang menjadi pusat suvenir di Samosir memang berada di pinggir danau. Sepanjang jalan yang menyerupai lorong, di kanan-kiri anda bisa memilih bermacam-macam barang yang bisa dibawa pulang sebagai oleh-oleh. Mulai dari kaus, setelan kulot, sampai baju anak-anak dengan gambar dan tulisan Danau Toba atau Samosir. Juga cinderamata khas Batak seperti tas dan dompet kulit, rajut, kain, ulos, gelang, hiasan dinding dan meja, kalender Batak, gantungan kunci, bahkan kopi bubuk khas Sumatera dan makanan. Harganya pun bervariasi, mulai dari ribuan hingga ratusan ribu rupiah. Para pedagang dengan ramah akan mempersilahkan anda mampir dan meminta menawar harganya.

Harga yang ditawarkan umumnya lebih murah dibandingkan barang yang sama yang dijual di Parapat, Kabupaten Simalungun atau bandara. Bila datang ke sana sesaat toko-toko dibuka, anda bisa mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah, karena dianggap sebagai penglaris. Hanya saja, perlu ketelitian agar bisa mendapatkan baju atau kaus dengan kualitas bagus, mengingat di sana kualitas yang ditawarkan rata-rata biasa saja, bahkan cenderung kurang bagus. Tak hanya pedagang di toko yang menawarkan dagangan mereka. Penjual ikan asin yang menggelar dagangannya di atas tampah seadanya pun tak mau ketinggalan. Ikan yang mereka jual umumnya adalah ikan nila atau ikan lain yang diambil dari Danau Toba.

DAMASUS RESTO


Dari kejauhan, bila anda datang ke Pulau Samosir dengan kapal, tempat makan yang memanjang ke samping ini sudah terlihat. Letaknya yang persis di pinggir danau sehingga membuat pengunjung yang datang bisa langsung menambatkan perahu atau kapal di depannya. Meski menyandang kata resto di bagian belakangnya, tempat makan yang satu ini sebetulnya terbilang sangat sederhana. Malah, lebih mirip warung. Hanya saja, ada banyak meja dengan bangku-bangku panjang di sana, menandakan ramainya pengunjung yang datang. Meski bentuknya mirip warung, rasa yang ditawarkan tak kalah dengan rumah makan besar di Jakarta yang menawarkan menu serupa. Tumis kangkung dan tauge yang harganya Rp 25.000 per porsi sangat renyah dan lezat. Kepiawaian Mia Br. Silalahi, pemilik Damasus, dalam mengolah ikan juga membuat mulut rasanya tak ingin berhenti mengunyah. Jangan berharap menu ayam di sini, karena Mia memang sengaja berniat mengembangkan ikan hasil tangkapan dari Danau Toba.

Damasus hanya menyuguhka ikan nila, mas, lele, dan udang lobster. Khusus ikan, bisa disajikan dalam masakan tauco, kukus, goreng, atau bakar, yang ditawarkan mulau dari harga Rp 30.000-Rp 55.000 per porsi untuk setengah kilogram. Sedangkan udang yang per porsinya dibanderol Rp 90.000 bisa dimasak dalam dua pilihan, saus tiram atau tauco. Untuk minuman, Mia juga menyediakan jus yang ditawarkan dengan harga Rp 15.000. Semua ikan dan udang diambil langsung dari keramba sebelum dimasak, untuk menjaga kesegaran dan kelezatan rasanya. Malah, kalau tak terlalu ramai, pembeli dipersilahkan mengambil sendiri dari keramba agar bisa memilih. Tak heran, rasa manis ikan tetap terasa ketika disantap.


Mia memulai usaha kuliner ini sejak 2001, tapi saat itu yang lebih difokuskan adalah bisnis keramba. Damasus yang namanya diambil dari nama anak sulungnya ini baru dikenal orang sebagai tempat makan pada 2004. Bermula dari para relasi suaminya yang kerap berkunjung ke tempatnya kalau ada acara di Danau Toba. Mereka kerap minta dimasakin ikan, dibakar, atau dibuat arsik. Karena menganggap masakan Mia enak, mereka pun mencetuskan ide agar Mia membuat rumah makan. Dari cerita mulut ke mulut, akhirnya rasa ikan olahan ibu tiga anak ini membuat rumah makannya dikenal banyak orang. Berawal dari empat meja yang ditata di bawah pohon cemara di belakang rumah, pengunjung Damasus makin lama makin ramai. Terutama, ketika akhir pekan tiba. Kursi yang tersedia tak bisa lagi menampung mereka, sehingga Mia menambah meja menjadi 10 buah. Kini, Damasus memiliki 22 meja yang selalu penuh saat akhir pekan dan bisa menampung sampai 200 orang.

Bila hari besar seperti Lebaran, meja makan di restonya selalu penuh. Sampai-sampai mobil pengunjung pun susah parkir. Maka, Mia berencana untuk membesarkan lagi rumah makannya. Selain wisatawan dari Sumatera, tak jarang pejabat mulai dari bupati, sampai sekelas menteri dan jenderal pun ikut bertandang mencicipi menu Damasus. Sambil menikmati menu yang lezat, semilir angin dan pemandangan danau membuat siapa pun dijamin betah berlama-lama di sana.

MUSEUM RUMAH ADAT BATAK


Sama seperti Makam Raja Sidabutar, museum ini juga terletak di Tomok, tapi bukan di kawasan pasar. Museum ini berupa rumah adat yang terbuat dari kayu dengan anak tangga berjumlah ganjil, lantaran angka ganjil dipercaya membawa keberuntungan. Setelah sampai di atas, anda akan menemukan beberapa ruangan berlantai kayu berisi bermacam-macam perabotan. Untuk membangun rumah adat Batak sendiri konon dibutuhkan waktu bertahun-tahun, sehingga keluarga akhirnya tinggal dalam satu rumah sempit. Satu rumah biasanya ditempati 4-5 keluarga. Untuk membagi ruangan, semua perempuan dan laki-laki tidur secara terpisah lantaran di dalam rumah tidak terdapat kamar. Semua tidur beralaskan tikar. Untuk melakukan hubungan suami istri, sang suami harus mendirikan gubuk kecil di sawah atau ladang.

Rumah adat Batak pada zaman dulu cukup praktis dalam menyimpan barang. Hampir semua barang disimpan di atas, seperti yang terdapat di museum. Museum ini juga memajang kain tenun ulos yang umumnya dipakai pria dan perempuan Batak pada masa lalu. Bila anda menyewa pemandu, ia akan menjelaskan perbedaan pemakaian ulos untuk laki-laki dan perempuan, serta perlengkapannya. Anda juga bisa mencoba ulos dan mengabadikan gambarnya. Sehari-hari, laki-laki hanya memakai sarung dan tidak memakai baju maupun celana. Ikat pinggangnya menggunakan kulit kayu, sementara selendang ulos hanya dikenakan ketika mendatangi suatu acara. Keluarga raja umumnya ketika pergi membawa senjata berupa pedang dan mengenakan ikat kepala tertentu.


Di museum ini juga dipajang hombung, yaitu tempat tidur dari kayu besi yang sangat berat yang biasa dipakai para raja. Tempat tidur ini alasnya bisa dibuka untuk menyembunyikan harta atau raja ketika terjadi perang. Bermacam-macam ukura piring sapa, yaitu piring kayu yang sangat besar dan tebal seukuran kuali juga dipamerkan. Orang Batak pada zaman dulu punya kebiasaan makan bersama dengan menggunakan sebuah sapa. Makin banyak anak atau keluarga yang tinggal dalam rumah tersebut, makin besar piring yang digunakan. Sementara, keluarga yang belum memiliki anak menggunakan piring sapa yang paling kecil. Nasi dan lauk pauk diletakkan di atas sapa, lalu semua anggota keluarga dengan cepat akan menghabiskannya dengan tangan. Yang makan dengan lambat hanya akan mendapat sedikit makanan. Selain sapa dan hombung, ada pula beragam senjata dan peralatan dapur yang dipajang di museum. Semuanya terbuat dari kayu.

Selain yang telah disebutkan di atas, ada banyak lagi tempat wisata di Samosir. Antara lain Danau Sidihoni di Kecamatan Pangururan dan Danau Natonang di Kecamatan Simanindo. Keduanya kerap disebut sebagai danau di atas danau (di atas Danau Toba). Ada pula Batu Marhosa atau Batu Bernapas di Huta Sosortolong, Kecamatan Simanindo. Batu ini memiliki lubang sebesar bola pingpong yang mengeluarkan angin sejuk dari sisi tebing, sehingga mirip sedang bernapas. Konon, lubang batu ini tembus ke dasar Danau Toba dan angin yang berembus itu berasal dari embusan ombak danau. Mendapati embusan angin yang keras dipercaya masyarakat setempat akan mendapatkan rezeki besar. Lalu ada pemandian air panas di beberapa lokasi, termasuk di Pangururan.


Ada pula batu gantung yang bentuknya menyerupai patung orang, juga pertunjukan patung Sigale-Gale di Pasar Tomok. Patung ini konon bermula ketika seorang raja di Samosir sangat sedih ditinggal mati anak lekaki kesayangannya. Untuk mengobati rasa rindu raja, seseorang yang sakti membuatkan patung yang dibuat sangat mirip dengan wajah anak raja tersebut. Patung tersebut bisa bergerak-gerak, karena konon diisi roh, sehingga raja merasa terhibur dengan keberadaannya. Kini, patung yang kerap dipertunjukkan di berbagai acara adat maupun festival ini dibuat dari kayu dan ditarik dengan tali di bagian belakangnya, sehingga tangannya bisa bergerak dan matanya bisa berkedip.

Pulau Samosir sendiri merupakan pulau yang berada di tengah Danau Toba, Sumatera Utara, yang berjarak sekitar 223 kilometer dari Medan. Konon kabarnya, pulau ini memiliki luas yang sama dengan Singapura. Meski berada di tengah danau, pulau ini tak hanya bisa didatangi dengan perahu motor, karena sebetulnya ada jembatang sepanjang 20 meter yang menghubungkan Samosir dengan Sumatera. Jembatan yang disebut dengan Tano Ponggol tersebut berada di Pangururan, Samosir. Dengan jembatan ini, anda tak perlu memutari Danau Toba untuk menuju Samosir. Namun, bila anda berangkat dari Parapat, dibutuhkan kapal wisata untuk menuju ke sana.


Kapal biasanya berangkat dari dua pelabuhan, yaitu Ajibata dan Tigaraja. Ajibata umumnya mengangkut para wisatawan, sedangkan Tigaraja biasanya digunakan para penduduk lokal. Untuk menyeberangi danau selama sekitar satu jam, setiap penumpang diwajibkan membayar tiket senilai Rp 10.000. Anda bisa memilih duduk di lantai bawah atau naik ke lantai atas kapal. Duduk di lantai atas membuat anda lebih keras diterpa angin dan goncangan kapal lebih terasa saat kapal menabrak ombak. Namun, mata lebih leluasa menikmati pemandangan. tidak terbatas seperti bila anda duduk di lantai bawah. Bila anda ingin menginap, banyak pilihan yang tersedia, mulai dari penginapan sampai hotel berbintang. Sebelum menuju ke Samosir, sebaiknya siapkan uang tunai, karena di sana agak sulit menemukan mesin ATM.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

MENIKMATI PEMANDANGAN TEBING DAN AIR TERJUN YANG INDAH DI LEMBAH HARAU - SUMATERA BARAT


Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, tidak hanya memiliki Kelok Sembilan. Di Kecamatan Harau yang berjarak sekitar 47 kilometer dari Bukittinggi, terdapat Lembah Harau yang memiliki pemandangan cantik. Sepanjang beberapa ratus meter di kiri dan kanan jalan di sana, anda akan disuguhi pemandangan hamparan sawah dengan tebing cadas setinggi 80-300 meter di belakangnya. Cuaca membuat tebing-tebing batu granit ini seolah bermotif dan berwarna-warni, yang membuat tebing tampak makin unik. Setelah melewati tebing-tebing tersebut, anda akan menemukan air terjun yang juga tinggi menjulang, persis di pinggir jalan. Airnya yang sangat jernih dan dingin membuat pengunjung tertarik untuk masuk ke dalam kolam yang dibuat di bawah air terjun tersebut. Tak sedikit pula yang berpose dengan latar belakang air terjun.

Konon, Lembah Harau disebut sebagai Yosemite-nya Indonesia. Yosemite adalah lembah yang juga memiliki tebing cadas dan air terjun tinggi di Taman Nasional Yosemite, Sierra Nevada, California, Amerika. Kecantikan pemandangan Lembah Harau sebetulnya telah menarik perhatian orang sejak zaman dulu. Salah satu buktinya, adanya sebuah monumen peninggalan Belanda yang terletak di bawah kaki air terjun Sarasah Bunta bertahun 1926.


Lembah Harau memiliki cagar alam yang memiliki beragam spesies tanaman hutan hujan tropis dataran tinggi yang dilindungi, juga sejumlah binatang langka asli Sumatera. Cagar alam ini diresmikan pemerintah pada Januari 1993. Kawasan Wisata Lembah Harau sendiri terdiri dari tiga resor, yaitu Resort Sarasah Bunta, Resort Aka Berayun, dan Resort Rimbo Piobang. Resort Aka Berayun menjadi favorit para pemanjat tebing lantaran memiliki bukit batu yang terjal. Selain itu, di resort ini juga terdapat air terjun Aka Berayun dan lokasi yang memiliki gema. Sempatkanlah untuk turun dari kendaraan, lalu berteriaklah kuat-kuat. Suara anda akan bergema lantaran terpantul tembok tebing. Lalu, di Resort Sarasah Bunta, terdapat beberapa air terjun, antara lain air terjun Sarasah Bunta, Sarasah Murai, dan Sarasah Aie Luluih.

Sarasah Bunta memiliki air yang terjun secara indah. Bila terkena sinar matahari, pantulannya tampak seperti bidadari yang sedang mandi. Lalu, di Sarasah Murai konon sering dijumpai burung murai yang sedang mandi sambil memadu kasih. Masyarakat setempat mempercayai bila mandi di air terjun ini akan segera mendapat jodoh. Sementara, di Sarasah Aie Luluih, bagian bawahnya memiliki kolam tempat mandi alami yang airnya sangat jernih. Air terjun ini turun mengalir melewati dinding batu. Air terjun inilah yang pertama akan anda jumpai di pinggir jalan di Lembah Harau. Konon, mandi atau mencuci muka di Sarasah Aie Luluih bisa menghilangkan jerawat dan membuat cantik dan tubuh awet muda. 


Puas mandi di bawah air terjun, anda bisa menyantap kerupuk laweh yang diberi mi basah berdiameter kecil di atasnya, lalu dibubuhi saus yang biasa digunakan untuk saus sate Padang. Kerupuk laweh sendiri dibuat dari singkong, yang bentuk dan rasanya mirip kerupuk opak. Mengingat diameternya cukup besar, ada baiknya menyantapnya dengan cara mematahkan kerupuk laweh. Makanan ini jadi ciri khas Lembah Harau dan banyak dijajakan di warung-warung di seberang air terjun Aie Luluih. Selain itu, ada pula jagung bakar dan minuman. Sebelum pulang, jangan lupa berbelanja tanaman khas Lembah Harau seperti anggrek dan suplir, atau suvenir khas Minang yang ditawarkan di kios-kios di sana.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mengagumi Alam Keindahan Bumi Sumatera Barat Dari Kelok Sembilan.



Sesuai namanya, jalanan yang dibuat pada zaman kolonial Belanda untuk melintasi Bukit Barisan ini memiliki sembilan kelok. Bila anda melewatinya, hitunglah kelokannya dengan teliti, karena dalam beberapa kelokan, jalan sudah berkelok kembali begitu anda selesai mengucapkan hitungan sebelumnya. Ya, Kelok Sembilan yang menjadi jalan penghubung Bukittingi-Pekanbaru memang memiliki belokan yang tajam. Lebar jalan hanya lima meter kerap menimbulkan kemacetan panjang bagi kendaraan yang melintas, terutama kendaraan besar seperti bus atau truk bermuatan berat yang tak kuat menanjak. Akibatnya, perjalanan dari Bukittinggi ke Pekanbaru yang harusnya bisa ditempuh dalam waktu empat jam, bisa menghabiskan waktu 5-6 jam.

Padahal, kalau ditarik garis lurus, Kelok Sembilan yang terletak di Jorong Aie Putiah, Nagari Sarilamak, Kecamatan Harau, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, sebenarnya hanya sepanjang 300 meter. Melewati jalan sempit ini akan lebih menyeramkan saat malam hari, lantaran lokasinya yang gelap dan diapit dua jurang. Namun, kesan menyeramkan itu tinggal kenangan. Sekarang, Kelok Sembilan malah ramai didatangi orang dari berbagai kota sebagai tempat wisata. Tepatnya sejak jembatan layang Kelok Sembilan beroperasi pada 2013. Wajar saja jembatan ini menyita perhatian banyak orang. Konstruksi tiang-tiangnya yang kokoh dan tinggi serta bentuk penyangganya yang melengkung membuat jembatan berwarna putih ini tampak menonjol di antara hijaunya pepohonan bukit dan jurang. Dari kejauhan, jembatan sepanjang 2,5 kilometer dan kelokan-kelokan jalan tampak mempesona.


Jembatan yang diresmikan pada 2013 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini dibangun sebagai solusi untuk mengatasi kemacetan dan berbagai masalah yang timbul ketika kendaraan melintas Kelok Sembilan. Masyarakat Sumatera Barat jadi lebih bangga karena jembatan ini murni hasil karya anak bangsa dan menggunakan bahan-bahan dalam negeri. Tak heran, kemegahannya membuat banyak orang ingin merasakan langsung sensasi melewati jembatan yang kini menjadi landmark Sumatera Barat tersebut. Apalagi, jalanannya yang cukup lebar memungkinkan kendaraan besar seperti bus diparkir di sekitar sana. Alhasil, banyak penjual makanan dan minuman yang menawarkan dagangannya di sana untuk mengisi perut pengunjung.

Mulai dari pisang kapik, yaitu pisang kepok yang dibakar lalu dipenyet dan ditaburi keju, jagung bakar, mi instan, es kelapa muda, dan lain sebagainya. Jangan khawatir juga bila ingin berpose dengan latar jembatan layang Kelok Sembilan. Banyak tukang foto yang siap mengabadikan pose anda dan dalam sekejap fotonya bisa anda bawa pulang.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Menyeruput Teh Daun Kopi Dari Batok Kelapa di Perkebunan Kopi Kiniko - Sumatera Barat.


Dari luar, Kiniko yang terletak di Nagari Tabek Patah, Kecamatan Salimpaung, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, tampak biasa saja. Malah, sepintas tak terlihat bila rumah lama yang sederhana ini menyimpan pemandangan menawan di bagian belakangnya. Setelah masuk, Anda akan langsung menemukan rak-rak memenuhi ruangan yang berisi camilan, makanan kering, juga kopi dan minuman bubuk lainnya hasil produksi UKM dari berbagai kecamatan di Sumatera Barat yang dijual di Kiniko. Berjalanlah terus menyusuri rak-rak tersebut sampai anda menemukan pintu penghubung ke bagian belakang yang difungsikan sebagai kafe. Berdiri di tengah pintu itu saja sudah membuat anda terpana. Pemandangan deretan terasering sawah hijau di depan mata dengan latar belakang Gunung Marapi sungguh sangat menyejukkan hati. Anda bisa menikmati pemandangan ini sambil menyeruput teh daun kopi atau teh daun mulberi yang disediakan kafe.

Tak seperti kafe di lainnya, di sini anda bisa langsung mengambil sendiri minuman yang disediakan di meja khusus yang dibuat melingkari sebuah tiang. Dua buah panci tembikar besar berwarna cokelat tua tampak selalu mengepulkan asap. Di dalamnya, masing-masing berisi teh kawa daun kopi dan teh daun mulberi yang siap minum. Rasanya pas, tidak pahit bila anda ingin meminumnya tanpa tambahan apa pun. Bila menginginkan rasa manis, anda bisa menambahkan gula. Aduklah dengan batang kayu manis yang tersedia di sebelah tembikar agar aroma dan rasa kayu manis yang khas ikut larut dalam teh. Anda juga bisa menggunakan cangkir seng putih bermotif bunga seperti yang biasa digunakan pada zaman dulu. Atau, jika tertarik, anda bisa mengganti cangkirnya dengan batok kelapa, yang dulu biasa digunakan masyarakat Minang untuk meminum teh kawa daun.


Sebaiknya teh segera diminum mengingat cuaca yang dingin bakal cepat menguapkan panas teh. Sebagai teman teh, anda bisa menikmati pisang, tahu, atau tempe goreng panas plus cabai rawit. Datanglah pada pagi atau sore hari bersama teman atau saudara, sekedar untuk bercengkerama menghabiskan waktu santai. Indahnya alam berpadu dengan cuaca yang sejuk dijamin membuat anda enggan beranjak pulang. Jangan lupa, sempatkan berfoto dengan latar belakang pemandangan yang indah tersebut.

Kafenya sendiri tergolong sederhana tapi sangat natural dan terasa menyatu dengan alam. Tempat duduknya berupa kayu gelondongan yang dipotong setinggi kursi murid TK, sementara mejanya berupa lempengan kayu yang lebar. Lantai yang sengaja hanya diplester semen dan pagar yang terbuat dari potongan batang pohon yang dijejer rapi ikut menambah kental suasana khas pedesaan. Kafe ini merupakan salah satu unit usaha dari Kiniko, selain toko oleh-oleh yang terletak di bagian depan bangunan dan perkebunan kopi yang letaknya jauh dari situ. Kiniko sendiri awalnya berupa perkebunan kopi yang didirikan pada 1981 oleh Abdul Aziz Idris dengan nama usaha CV Kiniko Enterprise. Aziz membangun perkebunan kopi seluas 16 hektar ini antara lain untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.


Dua tahun setelah didirikan, Kiniko mulai memproduksi kopi. Tahun 1998, pengelolaan Kiniko dilanjutkan oleh anak Aziz, Satrio Budiman. Sejak itu pula, Kiniko Enterprise berganti nama menjadi Kiniko 2001 dan memiliki unit usaha toko oleh-oleh serta kafe. Kini, Kiniko memiliki lima unit usaha, antara lain unit minuman, makanan, sentra, kafe, dan pertanian. Sentra adalah toko oleh-oleh yang menampung beragam produk UKM dari berbagai kecamatan di seluruh Sumbar. Antara lain, kopi bubuk, kopi jauh, kopi daun, serbat, dodol papaya, dan lainnya. Kopi Kiniko sendiri merupakan kopi olahan tradisional yang terbuat dari kopi robusta dan diolah secara sederhana. Tak hanya mengolah bijinya, Kiniko juga mengangkat kembali minuman tek kawa daun yang terbuat dari daun kopi. Minuman kawa daun merupakan minuman tradisional khas mayarakat Minang yang tinggal di daerah peguungan. Berkat minuman ini pula, Kiniko kini dikenal pula sampai mancanegara.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BERLIBUR SINGKAT DI KOTA KUPANG.

Cukup banyak yang bisa kita nikmati dalam kunjungan singkat ke Kupang, ibukota provinsi Nusa Tenggara Timur. Kota dengan luas wilayah 180,27 kilometer persegi itu memang memiliki beberapa panorama alam yang memikat.

GUA KRISTAL


Destinasi wisata ini berlokasi di Bolok, sebuah desa di Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, sekitar 16 kilometer dari pusat kota Kupang. Sebelumnya sempat beredar foto di dunia maya, tentang pemandangan di gua ini yang sangat menakjubkan. Air yang ada di dalam gua akan memantulkan cahaya matahari serupa kilau kristal yang amat indah. Waktu yang tepat untuk berkunjung ke gua ini antara pagi hingga siang hari, sekitar pukul 09.00 Wita sampai 14.00 Wita. Tiba terlalu pagi atau terlalu sore bisa dibilang percuma, karena gua akan menggelap tanpa cahaya matahari.

Begitu sampai di lokasi gua, kita akan menjumpai ceruk kecil gelap yang menjorok ke dalam, usai melewatkan lima menit berjalan kaki dari tanah lapang tempat parkir kendaraan. Dari situlah kita bisa mulai menuruni mulut gua yang cukup licin. Sarana penerangan, seperti lampu senter amat dibutuhkan. Langkah kaki harus berpijak hati-hati, karena bebatuan alami dalam gua berkontur vertikal ini cukup curam tanpa jalan buatan. Sejarak kira-kira kedalaman 20 meter dari permukaan tanah, kolam di dasar gua sudah tampak. Bila kita menengadah ke langit-langit, terlihat beberapa ekor kalong beterbangan dalam kesenyapan. Dapat memunculkan perasaan ngeri bagi yang tak terbiasa melihatnya.

Namun, kejernihan perairan di dasar Gua Kristal yang tampak menenangkan dan mengagumkan, mampu menghapus perasaan ngeri itu. Kita bisa langsung menceburkan diri ke kolam di dalam gua yang airnya sedikit terasa asin. Ada ceruk lain di sisi ujung kolam yang luasnya kira-kira 30 meter persegi. Pengunjung yang mempunyai nyali tinggi, bisa melompat ke air dari tebing yang tinggi itu.

PANTAI LASIANA


Pantai ini terletak di Kelurahan Lasiana, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang. Bila diukur dari pusat kota, jarak tempuhnya kira-kira mencapai 12 kilometer. Pantai ini tampak tertata rapi, walau amat sepi. Ada arena bermain anak-anak di lokasi berpasirnya. Sejumlah pondok yang dalam bahasa lokal disebut lopo-lopo menjajakan kelapa muda dan penganan kecil. Pantai seluas 3,5 hektare ini berpasir putih dengan ombak tenang yang cocok untuk berenang.

Berdasarkan informasi dari Dinas Pariwisata NTT, Pantai Lasiana dibuka untuk umum sejak 1970-an. Sejumlah fasilitas pendukung dibangun pada 1986 untuk membuat turis domestik ataupun mancanegara lebih nyaman. Pantai Lusiana pada masa silam disebut tampak lebih indah dan alami, tapi mengalami gerusan bibis pantai sekitar 500 meter dalam masa 30 tahun. Dalam rangka penanggulangan masalah itu, Pemerintah Kota Kupang telah membangun tanggul-tanggul pemecah ombak sepanjang pantai. Pesona alam Pantai Lasiana didukung oleh rerimbunan pohon menjulang yang menambah kerindangan. Kesan damai itu menciptakan suasana kontemplatif, membekas saat kita sejenak melenggang di kota Kupang.

PULAU KERA


Tak ada satu pun kera di Pulau Kera. Nama pulau kecil tersebut memang bukan berasal dari kera, si hewan berbulu kecokelatan dalam ordo primata. Kata 'Kera' berasal dari istilah dalam bahasa Solor 'takera' yang artinya ember atau timba. Pemberian nama tersebut agaknya merujuk pada banyaknya wadah air yang digunakan warga yang hampir seluruhnya berprofesi sebagai nelayan. Pelafalan huruf 'e' pada 'Kera' juga tidak sama seperti menyebut 'e' dalam kata 'emas'. Pulau Kera diucapkan selayaknya huruf  'e' dalam kata 'enak'.

Butuh waktu 45 menit hingga satu jam perjalanan laut menuju pulau yang menjadi bagian dari Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Teluk Kupang itu. Perahu bisa disewa dari para nelayan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Oeba di Jalan Alor, Kupang. Pasir putih Pulau Kera menyambut kedatangan dengan bentang biru laut yang bagai tanpa ujung. Pemandangan itu amat menggirangkan bagi rombongan warga kota besar yang kekurangan vitamin sea (sebutan gaul untuk rindu main di laut). Dalam kondisi lautnya yang tenang, perairan sekitar Pulau Kera cocok untuk berenang, berjemur, atau snorkeling. Apalagi, terik sinar matahari seakan sudah meninggi meski waktu masih menunjukkan pukul sembilan pagi.


Setapak dekat bibir pantai, pelancong akan melihat sebuah bangunan sederhana. Masjid dengan kubah limas warna biru berdiri di tengah pulau, setia mengumandangkan azan. Arsyad Abdul Latif adalah Imam di Masjid bernama Darul Bahar tersebut. Ia telah menjadi pemimpin dalam kepengurusan masjid sejak bangunan itu berdiri pada 20 Februari 2000. Tidak hanya untuk shalat, masjid ini juga digunakan untuk belajar. Anak usia sekolah dasar belajar agama dan mengaji di sana. Tadinya, ada bangunan TPA yang berdiri sejak 2012, tetapi rubuh karena puting beliung yang terjadi pada 2014.

Pendidikan di Pulau Kera memang masih kurang memadai. Keluarga yang hendak menyekolahkan anaknya harus mengirimkan putra-putri mereka menyeberang laut. Selain ketiadaan sekolah, warga Pulau Kera juga belum memiliki fasilitas layanan kesehatan. Listrik di pulau, seperti pengeras suara masjid atau televisi, menyala berkat dinamo. Ketertinggalan tersebut cukup disayangkan, mengingat lokasi Pulau Kera tak jauh dari kota Kupang. Secara administratif, Pulau Kera berada di wilayah Desa Uiasa, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, NTT. Total terdapat 400-an jiwa dalam 97 keluarga yang tinggal di sana. Mereka mendirikan bangunan rumah semi permanen di pulau yang dihuni sejak 1911 itu.

Penduduk Kota ataupun Kabupaten Kupang memang mayoritas memeluk agama Kristen. Pulau Kera adalah perkecualian, dengan mayoritas warganya adalah umat Islam. Mungkin hanya lima atau enam orang saja yang non-Muslim. Meski pembangunan belum menyentuh rata, warga di Pulau Kera tak berkenan meninggalkan pulau tercintanya. Beberapa rencana relokasi penduduk ke daerah pegunungan Kabupaten Kupang pun tak disetujui mayoritas warga. Pasalnya, laut adalah sumber kehidupan bagi seluruh warga Pulau Kera. Mereka rela menghuni pulau kecil dengan masjid sederhana itu, sebagai pembeda di antara 44 pulau yang dihuni dari keseluruhan 1.192 pulau di NTT.

MENYANTAP JAGUNG BOSE KHAS NTT.


Jagung menjadi salah satu makanan pokok warga Kupang, NTT. Olahannya pun amat khas, yakni menu santapan bubur jagung alias jagung bose. Semangkuk jagung bose terdiri dari bahan dasar jagung, kacang merah, labu manis, dan santan. Cita rasanya tawar gurih dan kerap disajikan dengan daging se'i (daging sapi asap), tumis bunga pepaya, dan lawar ikan.

Cara mengolahnya, yakni dengan terlebih dahulu merendam jagung berbiji putih di air kapur sirih. Kulit ari jagung kemudian dibuang dan bulir jagung dijemur. Lantas, jagung dan kacang merah direbus hingga matang, lantas disiram dengan santan. Bubur jagung ini biasanya dinikmati bersama ikan bakar atau sebagai pengganti nasi.

Kota Kupang yang dikelilingi lautan juga dikenal dengan hasil laut yang melimpah. Salah satunya, Pasar Ikan Pasir Panjang yang terletak di sepanjang Jalan Timor Raya. Pasar ini menjual berbagai ikan segar yang ukuran terkecilnya sepanjang lengan manusia. Berbagai santapan bahari yang nikmat dilahap juga tersedia di pantai yang bersebelahan dengan pasar. Beberapa menu yang tersedia termasuk olahan berbagai ikan, udang, cumi-cumi, dan kepiting dengan varian saus aneka rasa.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

OLD CITY 3D TRICK ART MUSEUM - SEMARANG : Berimajinasi Dengan Wahana Tiga Dimensi.


Bergaya di balkon gedung dengan latar hiruk pikuk salah satu sudut kota di Amsterdam, atau mejeng di kawasan menara Big Ben, kini tak perlu jauh-jauh datang ke Belanda atau Inggris. Sebab, momen tersebut bisa diabadikan hanya di kawasan Kota Lama, Semarang. Ini bukan lantaran di kawasan Kota Lama Semarang telah di-setting sedemikian rupa atau dibuat replika ikon kota besar di Eropa tersebut. Sejatinya, ini hanyalah sebuah 'muslihat' dari citra 3 dimensi (3D). Sehingga benar-benar mampu memberikan kesan layaknya berada di 'benua biru'. Bagi mereka yang gemar 'berburu' tempat-tempat menarik dan mengabadikan aktivitasnya, ini bakal menghadirkan pengalaman yang seru.

Semua itu akan dapat dinikmati di Old City 3D Trick Art Museum Semarang. Museum trik 3D yang resmi dibuka pada 1 Juni 2016 ini memiliki ratusan koleksi gambar 3D yang siap memanjakan para pengunjung dengan beragam trik. Selain di Semarang, museum 3D juga telah ada di beberapa kota besar di Tanah Air, seperti di Malang, Yogyakarta, dan Bandung. Old City 3D Trick Art Museum Semarang yang berlokasi di Jalan Letjen Suprapto No 26, kawasan Kota Lama Semarang, dan memiliki luas bangunan 1000 meter persegi ini menyimpan koleksi beragam gambar trik 3D reality (nyata) serta gambar fantasi (animasi).

Untuk gambar nyata jamak mengambil ikon dunia, misalnya lanskap Kota Amsterdam, patung Liberty, Big Ben di Istana Westminster, London,  Cristiano Ronaldo, pentolan The Rolling Stones Mick Jagger, Justin Beiber, dan lainnya, termasuk beberapa ikon lokal. Untuk gambar fantasi, cenderung lebih pada gambar animasi. Sesuai karakter 3D, koleksi museum ini jamak bermain pada kekuatan desain grafis. Konsekuensinya, tingkat kesulitan untuk tiap-tiap display gambar cukup kompleks. Sebab, gambar reality ini menuntut komposisi dan proporsi yang tepat. Misalnya, ukuran dari objek gambar harus disesuaikan seproporsional mungkin dengan postur serta anatomi pengunjung.


Secara keseluruhan, museum ini terdiri atas empat kelompok wahana, yakni wahana photo booth, display, serta hall berukuran 5 x 12 meter yang bisa digunakan untuk pengambilan gambar orang lebih banyak. Yang teranyar, museum ini juga melengkapi wahana baru dengan sebutan 'Omah Kuwalik' ( rumah terbalik). Wahana yang baru diluncurkan pada akhir tahun 2016 ini disebut sebagai wahana 4D. Yang membedakan dengan wahana display 3D, ada pada penggunaan berbagai properti yang sesungguhnya. Misalnya, mesin cuci, tempat tidur, lemari, dan lain-lainnya. Wahana baru ini memiliki empat spot. Masing-masing meliputi Kamar Mumet, Kamar Fitness, Kamar Tidur, serta dapur. Meski kehadirannya paling baru, di luar dugaan wahana ini kini menjadi salah satu ikon yang sangat diminati pengunjung.

Old City 3D Trick Art Museum Semarang memang bukan yang pertama hadir di tengah-tengah masyarakat. Namun, dalam urusan trik seni 3D, museum ini diklaim memiliki perbedaan dengan yang lainnya. Seperti ketersediaan dinding serta kombinasi ruang gambar yang lebih beragam. Selain itu, juga memiliki keunggulan dalam hal penataan lighting (pencahayaan) pada tiap-tiap display gambar. Misalnya, di mana saja posisi pencahayaan harus ditempatkan. Pencahayaan ini penting untuk menghilangkan bayangan yang dapat mengurangi estetika gambar. Pencahayaan ini juga akan menentukan agar trik 3D yang dihasilkan lebih natural.

Meski begitu, untuk beberapa display gambar memiliki tingkat kesulitan tertentu agar bisa mendapatkan hasil foto yang terbaik. Khususnya untuk jenis gambar berkarakter optical illusion, seperti objek dengan trik memegang objek yang ukurannya lebih mini. Karakter gambar ini membutuhkan ketepatan dalam memilih sudut pengambilan gambar. Jika sudut pengambilan gambar ini tidak tepat, trik 3D pada foto yang diinginkan juga tidak akan dapat. Jadi, agar trik 3D-nya dapat, memang tidak asal memotret.


Untuk bisa mendapatkan hasil yang baik, ada beberapa tips yang harus dipenuhi pengunjung. Misalnya, tidak disarankan pengambilan gambar dengan lampu flash. Selama pengambilan gambar hindari bayangan objek, termasuk pemilihan sudut pengambilan gambar yang tepat. Agar tidak membosankan, pihak museum juga selalu melakukan pembaruan gambar satu hingga dua bulan sekali. Untuk ini, tim kreatif telah menyiapkan lebih dari 1000 gambar dengan tema yang beragam. 

Selain itu, di beberapa spot juga disiapkan sejumlah properti, seperti baju, topi, jas, tas, dan aksesori lainnya, yang selaras dengan tema gambar. Misalnya, di area photo booth kota tua ala western wild west, juga disiapkan topi serta rompi khas koboi. Dengan begitu, pengunjung bisa lebih betah untuk berlama-lama dan tidak akan 'kekeringan' ide untuk bergaya dengan menikmati wahana yang ada. Bahkan, tak sedikit pengunjung yang betah berlama-lama demi memburu hasil foto yang menarik.

Untuk bisa berfoto di berbagai wahana ini, para pengunjung harus merogoh kocek untuk harga tanda masuk (HTM) sebesar Rp 50 ribu per orang. Dengan HTM ini pengunjung bisa menikmati sepuasnya wahana serta koleksi gambar 3D yang ada, tanpa dibatasi waktu. Guna memudahkan pengunjung, pihak museum juga menyiapkan staf yang bisa memandu dan memberikan petunjuk untuk mendapatkan sudut pengambilan gambar. Bahkan, para staf ini juga bisa diminta jasanya untuk mengambilkan gambar. Setiap hari, Old City 3D Trick Art Museum Semarang buka mulai pukul 10.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB. Khusus hari Minggu, berbagai wahana ini dapat dinikmati mulai pukul 09.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB.


Sejak dibukanya museum ini, sambutan masyarakat Kota Semarang dan kota-kota lain di sekitarnya sangat positif hingga mampu menjadi alternatif destinasi kunjungan ke kota lumpia ini. Pada hari biasa, justru banyak pengunjung yang datang dari berbagai daerah di Jawa Tengah, seperti Kudus, Jepara, Kota Salatiga, Kendal, dan lainnya. Sementara saat liburan panjang seperti akhir tahun, pengunjung datang dari berbagai daerah di luar Jawa Tengah.

Keberadaan Old City 3D Trick Art Museum Semarang, tak lepas dari semangat untuk menghidupkan kembali kawasan Kota Lama Semarang. Sebagai salah satu unggulan untuk ditawarkan kepada pelancong yang datang ke ibu kota Provinsi Jawa Tengah, pemangku kebijakan setempat terus melakukan berbagai penataan guna menghidupkan kembali kawasan ini. Terkait dengan penataan ini, pihak pemerintah setempat melihat Kota Lama butuh sesuatu yang baru agar para wisatawan tak sekedar menghabiskan waktu menikmati suasana tempo dulu berikut keunikan yang dimilikinya, tetapi juga bisa mendapatkan sesuatu yang baru selama mengunjungi Kawasan Kota Lama ini.

Akhirnya, diwujudkanlah Old City 3D Trick Art Museum Semarang, dengan memberdayakan potensi bidang desain dan cetak. Kebetulan, orang yang berada di balik museum ini merupakan salah satu pelaku bisnis di bidang printing advertising, yang jamak berkecimpung di dunai desain dan cetak. Lokasi pun dipilih yang tak jauh dari Gereja Blenduk, bangunan yang menjadi landmark kawasan Kota Lama Semarang. Kehadiran museum ini memang dimaksudkan untuk lebih menghidupkan kawasan Kota Lama Semarang ini. 


Kini, selain kawasan Taman Srigunting dan Gereja Blenduk, museum 3D ini juga mulai menjadi ikon bagi kunjungan wisata ke kawasan Kota Lama Semarang. Bahkan, jamak dijadikan objek untuk berbagai program acara televisi. Pemilik dan pengelola museum ini pun memiliki keinginan untuk memperluas museum 3D ini. Selain dengan menambah spot display, juga ingin memperbanyak spot di wahana Omah Kuwalik. Termasuk penataan area parkir yang memang masih sangat terbatas, dan menjadi kendala saat kunjungan sedang melonjak.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BERNOSTALGIA DENGAN MAINAN MASA KECIL DI MUSEUM KOLONG TANGGA - YOGYAKARTA


Dari luar, Museum Pendidikan dan Mainan Anak Kolong Tangga tak tampak seperti museum. Sebuah penanda papan berwarna hijau baru membuat pelintas di sekitar Gedung Taman Budaya, Yogyakarta, paham jika ada museum. Museum Pendidikan dan Mainan Anak Kolong Tangga memang masih menumpang dan menyatu dengan bangunan Taman Budaya Yogyakarta. Setelah menapaki lantai dua gedung, pengunjung baru disambut beberapa lukisan dan benda-benda koleksi anak-anak.

Di depan pintu masuk museum ada sebuah gerobak dari bambu sebagai etalase berbagai macam permainan tradisional, seperti othok-othok dan gangsingan dari bambu. Permen dan jajanan tempo dulu yang biasa dikonsumsi anak-anak tak ketinggalan terpampang di sana. Di samping itu, dekat pintu masuk dan pintu keluar ada tiga boneka tinggi besar yang diberi nama Hom, Pim, Pa. Memasuki ruangan, aneka macam mainan anak-anak dari Indonesia dan mancanegara akan memanjakan pengunjung. Aneka macam boneka bisa dicari, termasuk boneka tangan, boneka kayu, boneka robot, dan boneka panggung dari seluruh dunia pun ada. Perlengkapan ibadah anak-anak sesuai dengan agama masing-masing, seperti pakaian dan aksesorinya juga tersedia. Mau mencari miniatur aneka macam alat transportasi juga ada. Permainan olahraga, seperti sepatu roda dari Inggris yang masih terbuat dari besi, pemukul pingpong yang terbuat tahun 1950, sepeda kayu untuk anak-anak yang ditemukan di suatu desa pada tahun 1992, juga lengkap disajikan.


Museum Pendidikan dan Mainan Anak Kolong Tangga adalah museum anak pertama dan satu-satunya di Indonesia. Museum ini merupakan wadah untuk mempromosikan pendidikan alternatif melalui mainan dan permainan alternatif, termasuk permainan tempo dulu dari seluruh Indonesia maupun 15 negara. Misi museum adalah mengangkat dan mengenalkan permainan tempo dulu di Indonesia dan dunia dalam beberapa program kerja, seperti workshop, keterampilan dan pengembangan kreativitas, kegiatan kunjungan ke sekolah-sekolah di pedalaman, pameran pendidikan, dan lain-lain.

Museum ini diberi nama "Kolong Tangga" karena letaknya betul-betul di bawah tangga yang berada di lantai dua menuju Gedung Konser Taman Budaya Yogyakarta. Alamat persisnya di Jalan Sriwedari Nomor 1, Kota Yogyakarta, sebelah selatan Pasar Beringharjo. Museum Pendidikan dan Mainan Anak Kolong Tangga buka setiap hari kecuali Senin, yakni pukul 09.00-16.00 WIB. Biaya masuk untuk anak di bawah usia 15 tahun gratis. Tetapi, kalau usia 15 tahun ke atas  hanya dikenakan biaya tiket masuk Rp 5000 per orang.


Museum yang dikelola Yayasan Dunia Damai ini berdiri pada 2008 atas inisiatif seorang seniman asal Belgia, Rudi Corens, yang juga seorang kolektor mainan dan permainan dari berbagai negara. Jumlah koleksi Museum Pendidikan dan Mainan Anak Kolong Tangga sebenarnya mencapai 18.000 objek. Rudi Corens memulai membangun museum ini dengan 3000 koleksi. Namun, yang dipamerkan di museum ini kurang dari 10 persen dari total koleksi. Mainan yang lainnya tersimpan di gudang yang ada di Jalan Tirtodipuran 28. Terbatasnya koleksi yang dipamerkan disebabkan ruangan yang tak memadai. Museum Pendidikan dan Mainan Anak Kolong Tangga menempati ruangan berukuran 30 x 7 meter. Agar masyarakat tidak bosan, isi museum biasanya diganti setahun sekali. Koleksi yang dipamerkan disesuaikan dengan temanya.

Koleksi museum berasal dari koleksi yayasan, donatur, maupun pembelian. Selama ini untuk biaya perawatan maupun untuk menambah koleksi museum hanya berasal dari donatur, penjualan tiket, dan penjualan barang serta penyelenggaraan workshop. Museum Pendidikan dan Mainan Anak Kolong Tangga memang tidak mendapatkan dana dari pemerintah. Alasannya, belum memenuhi kriteria sebagai museum. Kriteria museum antara lain, harus mempunyai gedung sendiri. Sedangkan, Museum Pendidikan dan Mainan Anak Kolong Tangga gedungnya masih menyatu dengan Taman Budaya.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

WISATA DI KOTA PONTIANAK : Mengunjungi Tugu Khatulistiwa Hingga Menikmati Pesona Senja di Sungai Kapuas.



Mengunjungi kota Pontianak, Kalimantan Barat, terasa kurang lengkap jika tidak mengunjungi Tugu Khatulistiwa. Lokasinya di Jalan Khatulistiwa, Kelurahan Siantan, Kecamatan Pontianak Utara, atau sekitar 3 kilometer dari pusat kota Pontianak ke arah Mempawah. Apalagi, jika anda berkunjung pada 21-23 September. Bisa dipastikan tugu kebanggaan warga Pontianak ini akan ramai oleh para wisatawan yang ingin menjadi saksi fenomena alam, yaitu saat matahari kembali ke siklus nol derajat atau lazin disebut titik kulminasi. Peristiwa titik kulminasi merupakan fenomena alam yang langka. Langka, karena garis khayal khatulistiwa hanya melintasi lima negara di Afrika, yakni Gabon, Zaire, Uganda, Kenya, dan Somalia. Dan empat negara di Amerika Selatan yaitu Brazil, Equador, Kolombia, dan Peru. Namun, dari semua negara yang disebut tadi, hanya di Indonesia, persisnya di kota Pontianak yang benar-benar dilintasi oleh matahari.

Posisi ini memberi nilai lebih bagi Pontianak, sekaligus mendasari dibangunnya Tugu Khatulistiwa yang kemudian dijadikan ikon kota Pontianak. Itulah sebabnya, peristiwa titik kulminasi menjadi momen yang menakjubkan dan langka di bumi, di mana posisi matahari berada tepat di atas tugu. Posisi matahari yang demikian akan membuat bayangan tugu dan benda-benda di sekitarnya menghilang selama beberapa detik. Yang ajaib, pada saat itu bila anda meletakkan sebutir telur ayam di lantai pada posisi berdiri, dijamin telur tidak akan terguling. Peristiwa titik kulminasi juga membuat gaya gravitasi ikut berubah, yang bisa dibuktikan dengan berdirinya telur ayam tersebut pada porosnya.


Peristiwa seperti ini berlangsung dua kali dalam setahun. Pada tanggal 21-23 September disebut titik pertemuan kedua saat matahari bergerak ke arah selatan, sementara pada tanggal 21-23 Maret sering disebut titik pertemuan pertama saat matahari bergerak ke utara. Untuk merayakan dua momen tersebut, biasanya Pemda Kalimantan Barat menggelar Festival Kulminasi Matahari di halaman tugu. Selama tiga hari, berbagai atraksi kesenian tradisional digelar, pameran lukisan, kerajinan, dan kuliner. Guna menambah daya tarik pengunjung, pengelola museum memberi sehelai sertifikat bagi pengunjung, sebagai kenang-kenangan bahwa pernah mengunjungi Tugu Khatulistiwa. Event tahunan khas kota Pontianak ini tentu saja akan menarik kedatangan wisatawan untuk merasakan sensasi berdiri tanpa bayangan di bawah terik matahari. Posisi tugu yang berada di titik nol lintang utara sekaligus di titik nol lintang selatan, juga memberi sensasi langka lainnya. Artinya, kita berada di dua belahan bumi sekaligus, utara dan selatan, pada waktu bersamaan.

Bangunan Tugu Khatulistiwa terdiri dari empat buah tonggak kayu ulin (kayu besi), masing-masing berdiameter 0,30 meter, dengan ketinggian tonggak bagian depan setinggi 3,05 meter, serta tonggak bagian belakang tempat lingkaran dan anak panah penunjuk arah setinggi 4,40 meter. Pada diameter lingkaran di bagian tengah terdapat tulisan evenaar (bahasa Belanda yang berarti ekuator) sepanjang 2,11 meter. Panjang penunjuk arah 2,15 meter. Tulisan di bawah plat pada bagian bawah anak panah tertera 1090 20' OLvGr menujukkan posisi berdirinya Tugu Khatulistiwa pada garis bujur timur. 


Bentuk Tugu Khatulistiwa telah mengalami perubahan sebanyak empat kali. Tugu yang pertama dibangun pada tahun 1928 berbentuk tonggak dengan anak panah. Pada tahun 1930 dilakukan penyempurnaan, berbentuk tonggak dengan lingkaran dan anak panah. Tahun 1938, tugu kembali dibangun dengan penyempurnaan oleh arsitek Silaban. Pada tahun 1990, Tugu Khatulistiwa direnovasi total dengan dibuatkan kubah untuk melindungi tugu aslinya. Di atas kubah dibuatkan tugu yang sama dengan ukuran lima kali dari tugu asli. Pada bulan Maret tahun 2005, sebuah tim dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengoreksi lokasi titik nol garis khatulistiwa dan menyimpulkan bahwa posisi 0 derajat, 0 menit, dan 0 detiknya ternyata berada sekitar 117 meter ke arah Sungai Kapuas dari lokasi tugu yang sekarang ini.

Sebagai penanda bahwa tempat ini spesial, di dinding dalam kubah diabadikan belasan foto, sejak tugu berdiri pertama kali sampai renovasi. Berdasar foto-foto tersebut, terlihat bahwa sejak masa penjajahan, tempat ini sudah menjadi tempat rekreasi yang menarik. Tidak jauh berbeda dengan situasi saat ini, di mana wisatawan terlihat hilir mudik memasuki museum. Selain foto-foto, terdapat pula artikel dan berbagai gambar tentang tata surya. Hal ini dimanfaatkan pengunjung untuk menambah pengetahuan. Hanya saja koleksi edukasi ini terlalu sedikit. Mungkin karena ukuran kubah yang tidak begitu luas, dengan diameter sekitar 10 meter. Alhasil, bisa dibayangkan bagaimana sesaknya pengunjung di dalam kubah pada saat festival titik kulminasi digelar. Di luar hari libur, pengunjung masih bisa leluasa berfoto sambil menikmati semua koleksi di dalam kubah rata-rata selama 25 menit.


Pihak pengelola juga menyediakan aneka suvenir, di antaranya miniatur Tugu Khatulistiwa dalam berbagai ukuran dengan harga terjangkau. Semua sajian di dalam kubah dapat dinikmati secara gratis. Sebagai ikon kebanggaan, pemerintah setempat terus melengkapi tempat wisata ini. Salah satunya, dengan membangun wahana wisata tepat di depan Tugu Khatulistiwa.

Selain Tugu Khatulistiwa, pastikan anda juga mengunjungi Taman Alun Kapuas Pontianak. Di sini anda bisa menyusuri sungai Kapuas yang melintasi kota Pontianak sambil menikmati sunset pada sore hari. Pemandangan yang terlihat sangat indah. Nikmati juga suasana air mancur menari di taman keluarga yang berada di tengah kota Pontianak ini. Ketika matahari perlahan terbenam, Taman Alun Kapuas semakin ramai didatangi warga Pontianak. Mulai dari gerbang depan terlihat beragam aktivitas warga sambil menikmati suasana teduh dan tenang di areal taman seluas 3 hektare, yang terletak di Jalan Rahasi Usman, Pontianak ini. Banyak pula kalangan remaja yang saling berfoto bergantian menggunakan ponsel, dengan latar belakang bundaran yang dipenuhi aneka jenis tanaman. Semakin ke dalam, terlihat beberapa kursi taman dan batu buatan. Sebuah repilika Tugu Khatulistiwa juga terlihat menjadi pemanis, bersaing dengan taman yang ditata asri, sehingga membuat betah pengunjung untuk berlama-lama menghabiskan sore di tempat ini.


Melangkah ke sisi kanan, sayup-sayup terdengar suara merdu penyanyi Victor Hutabarat menyanyikan lagu melayu berjudul Di Ambang Sore. Semakin menarik karena alunan lagu itu diiringi oleh tarian air mancur di kolam berbentuk setengah lingkaran. Cukup banyak pengunjung yang duduk di taman menikmati sajian air mancur bermusik tersebut. Setelah lagu lawas milik Victor Hutabarat tersebut selesai, alunan suara berganti dengan lagu dari penyanyi lain. Seiring lagu yang berganti, gerakan air mancur pun ikut berubah untuk semakin menyemarakkan suasana.

Taman yang dikelola pemerintah kota Pontianak ini memang didesain senyaman mungkin sebagai alternatif wisata keluarga. Terlihat rapi dan ditata asri dan nyaman, bebas dari pedagang kaki lima (PKL) di dalam taman. Lokasinya strategis, bersebelahan dengan pelabuhan penyeberangan kapal ferry ke Pontianak Utara. Namun, meski telah dilarang, sebagian PKL tidak kehilangan akal, mereka kemudian menjajakan dagangannya di atas sampan motor mengapung di sungai Kapuas yang ditambatkan di luar taman. Para PKL tersebut siap meladeni permintaan pengunjung, mulai makanan dan minuman cepat saji, sate, dan sebagainya. Alhasil, tidak sekedar duduk bersantai di kursi taman, pengunjung pun juga bisa menikmati kuliner sambil memandang keindahan Sungai Kapuas di sore hari.


Tidak jauh dari tempat pedagang ini, terdapat sebuah kapal hias bermotor berukuran lebih besar yang bisa dinaiki pengunjung. Hanya dengan membayar Rp 15.000 per orang kita bisa menikmati pelayaran melewati jembatan Kapuas hingga Serasan dan kembali ke Taman Alun dengan lama perjalanan 40 menit. Sedikitnya, ada 4 kapal hias bermotor yang saban hari hilir mudik menyusuri sungai terpanjang di Indonesia ini. Kapal sengaja dicat aneka warna dan berhias lampu. Selama perjalanan penumpang dapat menikmati sajian kuliner ringan, berupa minuman sachet dan mi instan. Bila hari libur, satu buah kapal bisa melakukan perjalanan 4-5 rit dalam sehari dengan minimal 10 penumpang. Sementara pada hari kerja, hanya sebanyak 2 kali, kecuali ada rombongan yang sengaja menyewa untuk menyusuri sungai Kapuas.

Dengan ditemani secangkir kopi panas, dijamin membuat anda betah duduk berlama-lama di atas kapal hias ini. Apalagi diiringi terpaan angin senja yang berhembus lembut, pikiran pun terasa damai. Ketika malam mulai menjelang, Taman Alun mulai disirami cahaya dari aneka warna lampu yang tersebar di sudut taman. Sebagian lampu sengaja ditempatkan sedemikian rupa, sehingga suasana taman terasa menenangkan mata. Seiring dengan datangnya malam, lambat laun para pengunjung pun mulai berangsur berkurang. Petugas satuan polisi pamong praja mulai berkeliling mengingatkan pengunjung bahwa pintu pagar yang mengelilingi taman ini pun akan ditutup hingga keesokan harinya. Sementara kapal hias juga mulai siap berputar haluan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BERKUNJUNG KE KAWASAN KAMPUNG CINA BENGKULU.


Hampir pada beberapa kota di Indonesia ada yang namanya "kampung Cina". Salah satunya ada di Kota Bengkulu. Di ibu kota provinsi dengan julukan Bumi Rafflesia itu juga ada sebuah kawasan yang disebut Kampung Cina yang terletak di Kelurahan Malabero. Disebut Kampung Cina karena memang di kawasan yang terletak sepanjang Jalan DI Panjaitan dan Jalan Pendakian ini sejak dulu menjadi tempat bermukim masyarakat Cina. Mereka sudah turun temurun tinggal di kawasan yang masuk dalam wilayah Kecamatan Teluk Segara, Bengkulu.

Di sepanjang Jalan DI Panjaitan dan Jalan Pendakian masih terlihat sisa bangunan rumah atau toko yang menjadi ciri khas kebanyakan kampung Cina. Namun, bangunan-bangunan tersebut mulai tergerus usia. Banyak juga bangunan yang sudah berubah bentuk dan sentuhan arsitektur Tiongkok sudah berganti gaya seperti kebanyakan pertokoan modern di berbagai kota di negeri ini. Namun, di Jalan DI Panjaitan masih ada tersisa satu vihara tempat ibadah masyarakat Cina di daerah itu.


Kawasan kampung Cina pada masa tahun 1950-an merupakan pusat perniagaan Bengkulu, yang waktu itu masih menjadi salah satu keresidenan dari Provinsi Sumatera bagian Selatan (Sumbagsel). Penduduk Bengkulu pada waktu itu diperkirakan sekitar 30 ribu jiwa. Jumlah kendaraan beroda empat pun masih bisa dihitung dengan jari. Kawasan Kampung Cina menjadi ramai karena tidak jauh dari situ ada pelabuhan samudera tempat bersandar kapal yang datang membawa barang dari luar Bengkulu.

Layaknya kampung sejenis pada beberapa daerah lainnya, Kampung Cina yang terletak tidak jauh dari pantai Samudra Hindia tersebut pada masa lalu merupakan kawasan pecinan di Kota Bengkulu. Letaknya juga tak jauh dari Benteng Marlborough yang dibangun pemerintah kolonial Inggris. Untuk mencapai Kampung Cina dari Benteng Marlborough bisa dengan berjalan kaki. Sebagai pusat perniagaan Bengkulu pada masa lalu, Kampung Cina juga tidak jauh dari pelabuhan di Pantai Tapak Paderi. Pelabuhan tersebut kini sudah tidak ada, pindah ke pelabuhan Pulau Baai. Sebagai kawasan yang dekat dengan pelabuhan yang sibuk dan ramai, Kampung Cina juga selalu ramai setiap harinya.


Di sudut jalan menuju Kampung Cina dulu berdiri bangunan kantor pelabuhan yang kini berubah menjadi sebuah kafetaria. Dari pelabuhan dan Kampung Cina dulu terjadi transaksi penjualan hasil bumi dari Bengkulu, seperti kopi, cengkeh, sahang atau lada, dan karet yang dibawa oleh kapal-kapal yang berlayar antar pulau.

Berdasarkan sejarah, warga keturunan Tionghoa mulai bermukim di Bengkulu sejak 1689. Yakni setelah diizinkan oleh kongsi dagang Kerajaan Inggris, East India Company (EIC), yang menjalin kerja sama perdagangan lada dengan sejumlah kerajaan di Bengkulu. Pada 1714, telah banyak bangsa keturunan Cina yang menetap di Ujung Karang (Kota Bengkulu sekarang). Mereka umumnya bekerja sebagai buruh perkebunan dan sebagian kecil ada juga yang berdagang. Mereka diberi kedudukan istimewa oleh Wakil Gubernur Joseph Collet saat itu. Warga keturunan Cina tersebut dipimpin oleh seorang kapitan.


Masa itu di pelabuhan Ujung Karang merupakan jantung perekonomian Bengkulu. Sebagai pusat perekonomian, kawasan yang disebut Kampung Cina tersebut menjadi magnet bagi banyak orang untuk datang mengadu nasib, layaknya penduduk daerah yang datang ke Jakarta mencoba peruntungan. Seiring berputarnya waktu, Keresidenan Bengkulu yang kemudian menjadi provinsi Bengkulu lalu memacu pembangunan Kota Bengkulu. Pada masa Orde Baru sekitar tahun 1980-an, Kota Bengkulu pun diperluas. Bersamaan dengan itu pusat bisnis berkembang dan terpencar tidak lagi terpusat di Kampung Cina.

Kawasan Pecinan yang dulu ramai perlahan mulai sepi. Pedagang dan pembeli berpindah ke tempat bisnis yang baru. Dulu di kawasan Kampung Cina ada toko sentra penjualan hasil bumi dan sekarang sudah tutup. Begitu pula toko emas atau toko onderdil kendaraan yang sekarang juga sudah pindah. Namun, pasca pergantian gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti, ada rencana untuk menghidupkan kembali Kampung Cina menjadi tempat berniaga. Rencananya, mantan Bupatu Kabupaten Musi Rawasa tersebut ingin menjadikan Kampung Cina sebagai pusat kawasan kuliner Bengkulu. Ridwan Mukti pun mencanangkan Visit to Bengkulu 2020 dengan mempersiapkan sejumlah destinasi wisata, salah satunya dengan melakukan revitalisasi kawasan Kampung Cina. Juga direncanakan mengadakan Festival Cina Town 2020.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

WISATA MENGAJI DI TENGAH SAWAH DI PULAU LOMBOK


Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), terus memikat pelancong. Mereka berdatangan untuk menikmati keanekaragaman potensi wisata yang terus berkembang. Lombok dikenal dengan julukan Pulau Seribu Masjid, karena nuansa religinya begitu terasa di pulau itu. Siapa pun yang menjejakkan kaki di Lombok akan langsung merasakan kehidupan spiritual di sana yang penuh kesantunan.

Tak jauh dari Bandara Internasional Lombok di Praya, Lombok Tengah, ada sebuah desa wisata yang harus dikunjungi. Namanya Desa Wisata Setanggor. Letaknya di Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah. Ini hanya berjarak sekitar lima kilometer dari Bandara Internasional Lombok. Ada 14 titik wisata yang ditawarkan bagi pegunjung di sini, mulai dari wisata budaya, pendidikan, agrobisnis, kuliner, dan tentunya wisata alam yang begitu mempesona. Namun yang menarik ialah wisata religi. Pengunjung bisa mengaji di tengah hamparan sawah yang begitu hijau di Dusun Setanggor Barat I.


Wisata mengaji di tengah sawah memberikan pengalaman baru bagi setiap wisatawan yang datang. Hal ini juga selaras dengan program 'Magrib Mengaji' yang digagas Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi. Mengaji di tengah sawah dilakukan usai shalat Ashar sampai Maghrib dengan didampingi ustaz, dan ditemani nyala api obor. Suasana mengaji di tengah sawah tentu semakin menambah keimanan. Membaca kalam Ilahi semakin nikmat, karena semakin menikmati keindahan ciptaan Allah. Pengunjung tidak hanya bahagia menikmati keindahan alam, tapi juga bersyukur, karena dapat melihat kebesaran Allah dalam bentuk keindahan alam.

Setanggor memang dikonsep sebagai desa wisata halal. Dulunya daerah ini dikenal dengan sebutan Texas, karena banyak yang menjual tuak. Namun, sekarang sudah tidak ada lagi yang menjual minuman keras. Masyarakat di sana mencari uang dengan cara yang halal. Perlahan, Setanggor pun berubah menjadi desa wisata yang berbasis halal dan ramah bagi setiap wisatawan yang datang. Penggagas Desa Wisata Setanggor, Ida Wahyuni, tak menampik jika usahanya mengubah wajah Setanggor kerap menemui hambatan. Namun, itikad baik dalam membangun masyarakat di desa asal ayahnya itu membuat ia optimistis untuk terus maju.


Komitmen membangun desa wisata yang berbasis religi ditunjukkan dengan tidak ada riba dalam setiap pembangunan desa wisata ini. Modal awal Rp 20 juta ia keluarkan dari kas pribadinya. Perempuan asli Lombok ini mulai merintis Desa Wisata Halal Setanggor pada September 2016. Masyarakat kemudian membantu perjuangannya membangun desa itu. Mereka mengubah cara hidup. Yang semula kerap mabuk-mabukan berubah menjadi mengikuti pengajian. Masyarakat juga fokus bercocok tanam. Mereka menyadari, lingkungan sekitar harus dibentuk dengan tatanan nilai untuk membentuk akhlak mulia. Tujuannya agar generasi penerus dapat berperangai terpuji. Akhlak terpuji adalah kunci untuk menjaga etika masyarakat dari keterpurukan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mempelajari Sejarah Perkebunan Nusantara di Museum Perkebunan Indonesia.


Gedung tua berwarna putih di Jalan Brigjen Katamso Nomor 53, Medan, Sumatra Utara ini tampak berdiri kokoh dan terawat. Gedung itu peninggalan Belanda. Salah satu gedung milik Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) itu sekarang berubah fungsi menjadi Museum Perkebunan Indonesia. Tadinya, bangunan peruntukan museum tersebut, sejak 1926 adalah "Administrateur huis" (rumah administratur) perkebunan. V Ris, pimpinan pertama "Algemenee vereniging van Rubberplanters ter Ooskust van Sumatera" atau Perhimpunan Pengusaha Perkebunan Karet di Pantai Timur Sumatera, bermukim di situ bersama keluarga dan para pembantunya.

Pemerintah Orde Lama kemudian menasionalisasi gedung dan perusahaan tersebut pada 1958. Namanya pun berganti menjadi Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Adapun, gagasan mendirikan museum perkebunan berawal dari perhelatan peringatan Hari Perkebunan ke-55 atau pada 2010 di Universitas Sumatera Utara. Gagasan muncul karena ketiadaan monumen perkebunan di Sumatera Utara yang menjadi sentra awal mula perkebunan komersial di Indonesia. Karena itu, peresmian Museum Perkebunan Indonesia pada 10 Desember 2016 menjadi pamungkas pendirian museum sekaligus menjadi awal penataan museum di masa yang akan datang.


Sumatra Timur (sekarang Sumatra Utara) adalah pusat perkebunan komersial pertama di Indonesia. Komersialisasi ini dirintis oleh seorang warga negara Belanda Nienhuijs sejak tanggal 17 Juli 1863. Pada perjalanannya, perkebunan tersebut terus berkembang dan mencakup hampir seluruh pesisir timur Sumatra Utara, mulai dari Langkat hingga Labuhanbatu.

Mengunjungi museum ini, pengunjung akan melihat bagaimana subur dan kayanya keragaman hayati bumi dan tanah Indonesia. Pengunjung juga bisa mempelajari kedatangan awal bangsa asing ke Nusantara yang berkaitan dengan perburuan hasil bumi. Perburuan ini dilanjutkan dengan penjajahan, penguasaan, dan pengembangan tanaman berbagai komoditas. Sampai dengan pengelolaan oleh bangsa Indonesia pasca proklamasi kemerdekaan dan pengambil alihan di tahun 1959. Tata pameran tetap di museum ini terdiri atas di dalam gedung (indoor) dan di luar gedung (outdoor). Untuk pameran di dalam gedung, Museum Perkebunan Indonesia memiliki dua lantai.


Lantai pertama didesain dengan grafis konteks kekinian perkebunan, sementara lantai dua menyajikan koleksi berupa artefak perkebunan dari masa lampau hingga saat ini. Di museum ini pengunjung bisa membaca dan mempelajari sejarah perkembangan perkebunan kelapa sawit, kopi, teh, tembakau, karet, dan tebu yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Juga bisa membaca keberadaan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), serta Pusat Penelitian Karet (PPK).

Pengunjung juga bisa menikmati "trick eye", yaitu suatu fasilitas pelengkap museum yang bersifat edutainment dalam bentuk ilusi mata sensasi foto tiga dimensi. Sementara koleksi yang ditampilkan di luar gedung berupa pesawat terbang dan lokomotif. Pesawat terbang yang ditampilkan adalah Piper Pawnee produksi tahun 1958 milik PTPN II yang digunakan selama 49 tahun sebagai penyemprot hama tanaman tembakau sampai tahun 2007.


Juga ada lokomotif Ducro and Brauns buatan Belanda produksi tahun 1940 yang terakhir dioperasikan oleh PTPN IV pada Mei 1996. Lokomotif tersebut saat berfungsi bertugas mengangkut berbagai hasil perkebunan. Koleksi lain adalah montik atau kepala kereta buatan Scoma di Jerman. Lori itu digunakan untuk mengangkut sawit hingga kapasitas 50 ton yang digunakan oleh PT Socfin Indonesia untuk mengangkut buah kelapa sawit di perkebunan Aek Loba mulai 1982 hingga 2015.
(foto :medanwisata).

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS