RSS

POTRET : MAHOUT, Sang Pawang Gajah.


Mahout adalah istilah yang digunakan secara internasional untuk pawang gajah. Mahout sendiri diserap dari bahasa Hindi (mahaut) dan bahasa Sansekerta (mahamatra). India, Sri Lanka, Kamboja, Myanmar, Thailand, dan Indonesia juga menggunakan sebutan kata mahout untuk mengistilahkan profesi pawang gajah. Seorang mahout tidak hanya bertugas sebagai pengasuh dengan memberi makan, memandikan, dan melatih gajah. Seorang mahout juga bertugas melakukan pengamatan sehari-hari memantau kesehatan gajah. Pengamatan sehari-hari juga untuk mengidentifikasi 'bakat terpendam' yang dimiliki gajah. Apakah gajah tersebut berbakat di bidang patroli penghalauan gajah dan perlindungan lahan pertanian, gajah wisatawan, atau bahkan gajah yang berbakat di bidang hiburan di arena sirkus.


Untuk memenuhi kebutuhan pelatihan gajah, Pusat Latihan Gajah (PLG) Way Kambas mulai mendatangkan beberapa mahout dari Thailand, lengkap dengan gajah latih yang juga didatangkan dari sana. Materi pelajaran pelatihan gajah tersebut dibagi menjadi beberapa materi pokok, seperti penangkapan gajah liar, pengerungan atau penjinakan, pelatihan kemampuan sirkus, dan patroli. Mahout mempunyai tanggung jawab besar dalam merawat gajah. Satu gajah hanya bisa diperintah oleh satu atau dua mahout. Gajah ini harus dilatih oleh satu atau dua mahout sejak kecil. Pergantian mahout hanya dilakukan kalau sang mahout mengundurkan diri atau gajahnya mati.


Menjadi seorang mahout juga bukanlah tugas yang ringan. Mulai dari risiko gajah asuhannya yang mengamuk, hingga datangnya gajah liar ke permukiman yang mengancam setiap saat. Di sisi lain, mahout harus memperlakukan sang gajah layaknya anggota keluarganya sendiri. Mahout pun harus memperlakukan gajah-gajah yang ada di alam liar dengan kasih sayang. Ada hal yang menarik dari proses interaksi manusia dan gajah tersebut. Sebuah pemandangan yang unik saat mahout memperlakukan gajah seperti anaknya sendiri hingga menganggapnya seperti manusia, dengan mengajaknya berbicara dan bercerita tentang kehidupan sehari-hari.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

DESTINASI PETUALANGAN BARU DI LEMPUR KERINCI


Desa Wisata Lempur di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, baru saja diresmikan pada 20 Agustus 2016. Desa yang terletak di Kecamatan Lempur itu memiliki berbagai potensi wisata yang bisa dikunjungi wisatawan. Di antaranya wisata agro, wisata edukasi, wisata alam, dan wisata budaya. Masyarakat di desa wisata Lempur telah mendapat berbagai pelatihan dari Pemprov Jambi, salah satunya dalam menyambut wisatawan dengan ramah. Di Desa Wisata Lempur juga terdapat beberapa penginapan di rumah warga (home stay) bagi wisatawan yang akan melewati malam sejuk di desa ini.

Desa Wisata Lempur juga masih kental dengan adat budayanya yang sangat menarik dan unik. Di antaranya, masyarakat lokal yang masih menampilkan berbagai tarian tradisional serta upacara-upacara tertentu saat merayakan suatu peristiwa seperti panen atau perayaan lainnya. Selain itu, keunikan desa wisata ini karena memiliki lima danau sekaligus, yakni Danau Lingkat, Danau Nyalo, Danau Duo, Danau Kecik, dan Danau Kaco. Kelima danau tersebut mempunyai karakter yang berbeda dan 80 persen masuk dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan hutan adat yang meraih penghargaan lingkungan hidup Kalpataru 2015.


Kearifan budaya lokal di Desa Wisata Lempur juga masih terjaga. Masyarakatnya adalah melayu proto atau melayu tua yang masih mempertahankan budaya lokal dan juga ramah dalam melayani tamu. Desa Wisata Lempur saat ini telah menawarkan paket wisata "tour ecotourism" untuk ekspedisi lima danau dengan konsep ekowisata. Wisata ekspedisi lima danau ini, saat ini menjadi favorit dan banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara. Para wisatawan bisa ekspedisi ke lima danau itu dalam waktu sampai dengan lima hari. Destinasi wisata inilah yang memang sedang dicari oleh wisatawan yang memang menyukai petualangan.






  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PAHINGAN, Wujud Harmoni Dan Kerukunan Antar Umat Beragama Di Magelang,


Suasana Minggu pagi di alun-alun Kota Magelang menjadi ramai dengan lapak-lapak pedagang dan lalu lalang orang menuju Masjid Agung. Peristiwa itu tidak terjadi setiap pekan, tapi berulang setiap 35 hari sekali atau tepatnya setiap Minggu pahing dalam penanggalan Jawa. Pahingan, begitu orang Magelang menyebutnya, adalah tradisi yang mulai dilakukan sejak 1958. Asal mulanya, pemuka agama Islam seperti Kiai Khudori dari Pesantren Tegalrejo dan beberapa pemimpin pesantren dari daerah Muntilan, Sumbing, dan Merapi berkumpul dan menggagas pengajian rutin di Masjid Agung Magelang. Ulama-ulama karismatik tersebut lantas menyedot antusias jamaah. Masyarakat terutama dari wilayah bekas Karesidenan Kedu, seperti Temanggung, Kebumen, Purworejo, serta Magelang berbondong-bondong menghadiri pengajian tersebut.

Masjid Agung Magelang terletak di sebelah barat alun-alun bertetangga dengan Gereja Santo Ignatius dan Gereja Protestan di Indonesia Barat (GPIB) di Magelang. Ketika Pahingan digelar, umat Islam saling berpapasan dengan umat Katolik dan Protestan. Selain itu, di sekitar alun-alun juga terdapat klenteng Liong Hok Bio. Momen Pahingan ini berserta desain alun-alun mengesankan harmoni dan kerukunan antar umat beragama di Magelang. Rentetan pengajian Pahingan dimulai pada pukul 08.00 WIB dengan melakukan tadarus Al-Quran. Pukul 09.30 WIB, digelar pembacaan doa untuk orang tua dan para leluhur. Berselang satu jam, acara diakhiri dengan ceramah agama hingga menjelang shalat dzuhur. Saat ini pengajian Ahad (Minggu) Pahing dilestarikan oleh generasi penerus KH Ahmad Abdul Haq dari Pesantren Watucongol, Muntilan.

Pengajian yang semakin ramai, lantas dibarengi dengan kegiatan jual beli yang disebut dengan Pasar Tiban, Awalnya, Pasar Tiban digelar di sekitar halaman masjid. Karena keterbatasan tempat, Pasar Tiban pun menyebar hingga ke trotoar alun-alun. Pasar dadakan itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam tradisi Pahingan. Para pedagang Pasar Tiban sama seperti jamaah Pahingan berasal dari Magelang dan sekitarnya. Mereka umumnya berjualan barang-barang untuk memenuhi kebutuhan jamaah mengikuti pengajian, Pada masa awal Pahingan, kebannyakan pedagang menjajakan kuliner tradisional. Namun, seiring berjalan waktu ada pula yang berjualan baju, buku, hingga mainan anak,

Pasar Tiban dan Pahingan menunjukkan jalinan sisi religius dan ekonomi masyarakat pedesaan. Pedagang Pasar Tiban tak sekedar mengejar keuntungan dalam berjualan. Kebanyakan pedagang, memiliki alasan spiritual untuk selalu menghadiri Pahingan, Istilahnya ngalap berkah, Bahkan, tak jarang ada pedagang yang mengobral atau justru membagikan gratis barang dagangannya di penghujung Pahingan. Ini semua karena motivasi mereka untuk meramaikan tradisi Pahingan.

Masyarakat kota yang mengunjungi Pahingan akan dibawa bernostalgia dengan hal-hal jadul di Pasar Tiban. Misalnya, pegunjung akan menemukan jajanan tradisional seperti kacang rebus, singkong, gethuk, dam kue jajan pasar lainnya. Komoditi daerah masing-masing pun sering kali dibawa oleh para pedagang. Misalnya, pedagang dari Temanggung menjajakan tembakau. Pedagang Pasar Tiban kebanyakan sudah berusia lanjut. Mereka sudah rutin mengikuti tradisi ini selama berpuluh-puluh tahun. Sembari lesehan di trotoar, para pedagang menjajakan barang dagangannya dengan mengenakan baju kebaya. Kesannya sangat antik terutama untuk orang kota zaman sekarang,

Pahingan sudah menjadi agenda yang turut melambungkan nama Magelang. Orang-orang sudah banyak yang tahu, bila ada keramaian di waktu Minggu pagi Pahing, itu hanya ada di Magelang. Meski begitu, terkait dengan isu ketertiban umum, Pemeritah Kota Magelang belakangan ini mengeluarkan larangan menggelar Pasar Tiban. Namun, para pegiat kebudayaan Magelang tetap berharap Pemkot justru bisa membimbing dan menata tradisi itu menjadi lebih baik, dengan mengatur kebersihannya. Tradisi Pahingan mulai dari kegiatan pengajian hingga jual beli di Pasar Tiban bisa digolongkan menjadi warisan budaya tak bendawi. Oleh karena itu, diharapkan tradisi ini bisa dilestarikan, dan bisa menjadi agenda wisata, juga menjadi sumber pemasukan bagi daerah melalui penarikan retribusi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

MENIKMATI WISATA BAWAH AIR KALIMANTAN TIMUR



Provinsi dengan ibukota Samarinda ini ternyata tak hanya kaya akan hasil hutan dan tambang. Selain memiliki luas wilayah daratan 127.267,52 km2, wilayah laut seluas 25.656 km2, yang dimiliki Kalimantan Timur juga menyimpan keindahan bawah air yang patut disambangi. Dari banyak lokasi wisata yang ditawarkan Kalimantan Timur, keindahan bawah air di Pulau Derawan, Pulau Maratua, dan Pulau Kakaban sudah lama menjadi tujuan utama pelancong dalam dan luar negeri.

Perjalanan menuju wisata bawah air Kalimantan Timur dimulai setelah kita mendarat di Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, yang dulu bernama Bandara Sepinggan di Balikpapan. Dari Balikpapan, perjalanan dilanjutkan melalui jalan darat melalui beberapa kota seperti Samarinda hingga Berau. Dari Berau, perjalanan menuju lokasi wisata dilanjutkan dengan menggunakan kapal laut menuju ke pulau-pulau tujuan. Namun jika ingin tiba di tujuan dengan cepat, anda bisa juga memilih perjalanan melalui udara menuju Berau dengan menggunakan pesawat perintis dari Balikpapan atau Tarakan. Sementara selain di Berau, kapal laut menuju lokasi wisata ini dapat pula ditemukan di dua lokasi lain yakni Tanjung Batu dan Tanjung Redeb. Biaya kapal laut sangat bervariasi tergantung jenis dan kapasitas.


Bulan April hingga Oktober merupakan waktu terbaik untuk berwisata di tempat ini. Salah satu alasannya adalah karena pada bulan-bulan tersebut ombak tidak terlalu besar sehingga perjalanan dapat berlangsung nyaman. Tubuh yang lelah akibat perjalanan panjang menuju lokasi wisata ini langsung segar kala pantai Pulau Maratua mulai terlihat dari kejauhan. Pasir putih dengan air laut berwarna kehijauan di dekat dermaga membuat tak sabar untuk segera menginjakkan kaki di salah satu pulau terluar di Indonesia itu. Pulau Maratua yang terletak di Laut Sulawesi dan berbatasan langsung dengan Malaysia merupakan salah satu dari 31 pulau di kawasan Kalimantan Timur yang sudah dikenal hingga mancanegara. Tak heran dengan segala keindahan ciptaan Tuhan yang ditawarkannya, pulau ini kerap disebut pulau surgawi.

Pantai di pulau yang jika dilihat dari udara seperti huruf U ini menawarkan wisata bawah air yang beragam. Terumbu karang warna-warni dan ikan cantik yang berenang bebas bahkan bisa dinikmati keindahannya dari permukaan air. Tak hanya menjadi tujuan pelancong, pantai pulau ini pun menjadi salah satu tujuan utama penyu hijau untuk bertelur. Berdasarkan informasi yang didapat dari salah satu pemandu wisata menyelam, di tempat ini terdapat 21 titik penyelaman. Warga di pulau ini kebanyakan berprofesi sebagai nelayan dan tersebar di empat kampung. Demi mendukung pengembangan potensi wisata bahari berbasis masyarakat, pada Juli 2012, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu, menetapkan Pulau Derawan dan Maratua sebagai desa wisata. Diharapkan, masyarakat kedua pulau dapat terlibat aktif dalam pengembangan wisata, juga menjaga kelestarian alam.


Meski berpenghuni, menghabiskan hari di Maratua sungguh romantis dan semakin terasa betapa kita sungguh kecil di hadapan kebesaran Illahi. Menginap di Maratua Paradise Resort memberikan sensasi berbeda dari penginapan lain. Selain langsung berhadapan dengan laut, beberapa kamar memang didirikan tepat di atas laut dangkal pulau ini. Lokasi berenang atau snorkeling pun tidak terlalu jauh, pasalnya tepat di depan restoran terdapat titik snorkeling yang indah. Ditemani deburan ombak sambil menyaksikan ikan dari berbagai jenis dari dermaga, lokasi ini cocok untuk dijadikan lokasi bulan madu.

Puas bermain bersama ratusan bahkan mungkin ribuan ikan kecil beraneka warna dan jenis, kita bisa kembali melaut menuju Pulau Derawan. Pulau Derawan juga memiliki banyak aktivitas yang ditawarkan bagi para pelancong. Mulai dari berenang, snorkeling, diving, banana boat, dan berkeliling pulau menggunakan sepeda. Air laut yang mengelilingi pulau ini masih terjaga kebersihannya dan sangat bening. Bahkan hanya dari permukaan bisa terlihat beragam fauna laut, termasuk penyu berukuran besar yang sesekali menaikkan kepalanya ke atas permukaan air.


Sebelum perjalanan dari pulau ke pulau di wilayah Kalimantan Timur diakhiri, Pulau Kakaban menjadi tujuan berikutnya. Pulau asri dan tidak berpenghuni ini menyimpan rahasia yang menjadi magnet bagi pelancong mancanegara. Sepintas, pulau seluas 774,2 hektar ini terlihat tidak berbeda dengan pulau lain di sekitarnya. Siapa sangka jika ternyata di tengah pulau ini terdapat danau berair payau yang dihuni ribuan ubur-ubur. Tidak seperti saudaranya di laut lepas, ubur-ubur di danau ini tidak memiliki racun atau bisa, sehingga aman jika tersentuh. Sebelum tiba di danau, pengunjung harus berjalan kaki melalui jalan yang dibuat dari kayu. Jalan menuju danau yang kadang menanjak dan menurun itu cukup menyenangkan karena melewati hutan dengan pepohonan besar dan teduh. Sepanjang perjalanan terdapat tempat beristirahat disertai papan informasi berisi sejarah, tata cara berenang bersama ubur-ubur dan penjelasan mengenai jenis ubur-ubur yang ada di danau ini.

Menurut informasi yang diberikan di papan informasi dan penjaga danau, danau di Pulau Kakaban ini berisi air laut yang telah bercampur dengan air tanah dan air hujan. Ubur-ubur yang ada di danau ini telah melewati evolusi demi beradaptasi dengan lingkungan barunya yang telah berlangsung selama jutaan tahun. Danau endemik dengan luas sekitar 5 km2 ini menjadi tempat tinggal empat jenis ubur-ubur, antara lain ubur-ubur bulan (Aurelia Aurita), ubur-ubur totol (Mastigias Papua), ubur-ubur kotak (Tripedalia Cystophora), dan ubur-ubur terbalik (Cassiopea Ornata). Ada beberapa larangan yang harus diperhatikan sebelum berenang atau menyelam di danau pra sejarah ini. Dua di antaranya adalah tidak menggunakan fin atau kaki katak dan tidak menggunakan tabir surya atau sejenisnya.


Danau di Pulau Kakaban ini patut dikunjungi karena penghuninya yang luar biasa langka dan tidak dapat ditemui di sembarang tempat. Sayangnya, tidak semua pengunjung yang datang ke tempat ini memiliki semangat ramah lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya sampah yang ditemui sepanjang perjalanan menuju danau. Bahkan di dalam danau pun sampah yang ditinggalkan pengunjung akan sangat mudah ditemukan. Mulai dari kantong plastik, bungkus mi instan, botol, hingga popok sekali pakai yang dibuang begitu saja di danau. Kekayaan wisata alam di Pulau Kakaban juga dapat ditemui di pantai sekeliling pulau. Terumbu karang beserta ikan lucu beraneka warna berserakan di sekitar dermaga, seakan memamerkan diri kepada pengunjung untuk menikmati keindahannya. Nah, tunggu apa lagi, kini saatnya anda menikmati keindahan alam Kalimantan Timur…

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

WISATA SEJARAH : MENYUSURI JEJAK GERILYA JENDRAL SOEDIRMAN.



“Anak-anakku, Tentara Indonesia, kamu bukanlah serdadu sewaan, tetapi prajurit yang berideologi, yang sanggup berjuang dan menempuh maut untuk keluhuran Tanah Airmu. Percaya dan yakinlah, bahwa kemerdekaan suatu negara yang didirikan di atas timbunan runtuhan ribuan jiwa harta benda dari rakyat dan bangsanya, tidak akan dapat dilenyapkan oleh manusia siapa pun juga.” Cuplikan amat tersebut diucapkan oleh Jendral Soedirman untuk membakar semangat tentara-tentara Indonesia. Soedirman adalah seorang pahlawan Indonesia yang memiliki andil besar dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

Pada masa remaja, Soedirman aktif berorganisasi dan rajin membaca buku. Soedirman bahkan lebih dulu mengawali karier menjadi seorang guru sebelum akhirnya menjadi tentara. Karier militer Soedirman dimulai ketika Jepang memasukkannya dalam Pasukan Pembela Tanah Air (Peta). Kiprahnya terus menanjak dan mendapat perhatian dari para tokoh elite nasional. Ketika menjadi Kepala Divisi V di Banyumas, Soedirman mendapat apresiasi besar setelah mampu mengusir pasukan sekutu dari Ambarawa pada perang pasca kemerdekaan. Di usia yang relatif muda yakni 31 tahun, ia sudah dinobatkan menjadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan menyandang pangkat Jenderal.


Ketika menjadi Panglima, Soedirman memimpin militer Indonesia menghadapi dua agresi militer Belanda. Pada agresi militer kedua, Soedirman harus melaksanakan tugasnya meski dalam keadaan yang sangat lemah. Ini karena Soedirman mengalami sakit paru-paru dan harus dioperasi. Dengan semangat dan kecintaan akan Tanah Air, Soedirman memilih untuk tetap berjuang memimpin perang dari atas tandu dan hanya satu paru-paru. Soedirman lantas meninggalkan Yogyakarta bersama para pasukannya untuk menjalani perang gerilya melawan Belanda. Gerilya tersebut menjadi puncak kegemilangan Soedirman. Strategi itu berhasil mempersulit Belanda dan kemudian dicontoh Vietnam dalam perang melawan Amerika Serikat.

MENENGOK RUMAH SANG JENDERAL BESAR.


Museum Jenderal Besar Soedirman terdapat di Jalan Bintaran Wetan Nomor 3, Yogyakarta. Museum yang dulu sempat menjadi rumah dinas Soedirman ini sempat beberapa kali beralih fungsi. Bangunan museum pertama kali didirikan pada masa pemerintahan kolonial Belanda atau sekitar 1890. Bangunan itu awalnya digunakan sebagai rumah dinas Wijnchenk, seorang pejabat keuangan Pura Paku Alaman.

Pada masa pendudukan Jepang, rumah itu dikosongkan dan disita perabotnya. Pasca kemerdekaan Indonesia, bangunan itu digunakan Letkol Suharto sebagai markas Kompi Tukul. Pada 18 Desember 1945, bangunan itu menjadi kediaman resmi Soedirman setelah menjadi Panglima Besar TKR. Soedirman dan keluarga menempati rumah itu selama tiga tahun. Ia harus meninggalkan rumah itu untuk menghindari Belanda dan memimpin perang gerilya. Sementara istri dan anak-anaknya diungsikan ke keraton. Pada masa agresi militer kedua Belanda, gedung itu digunakan sebagai markas militer Belanda. Setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia pada 27 Desember 1949, bangunan itu kembali digunakan militer Indonesia sebagai markas Komando Militer Yogyakarta. Baru pada 17 Juni 1968, bangunan itu dialih fungsikan menjadi museum.


Di museum ini terdapat koleksi benda-benda bersejarah terkait Jenderal Soedirman. Arsitektur bangunan seluas 1.255 meter persegi itu terlihat antik. Pintu-pintu besar dengan kayu jati membuat kesan megah rumah tersebut. Pengunjung bisa lebih dekat dengan sosok Soedirman dengan mengetahui langsung suasana kamar tidur, ruangan kerja, dan perabot-perabot yang melengkapi. Koleksi senjata yang pernah digunakan Soedirman juga dipajang di museum tersebut, salah satunya senjata mesin ringan yang ia gunakan dalam pertempuran Ambarawa. Di bagian belakang museum terdapat tambahan ruangan yang menggambarkan suasana ketika Soedirman dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta, sepulang dari gerilya. Tak lama berselang, Soedirman wafat pada 29 Januari 1950 dalam usia 34 tahun. Ia kemudian dimakamkam di Taman Makam Pahlawan (TMP) Semaki atau kini disebut TMP Kusuma Negara, Yogyakarta.

MONUMEN JENDERAL BESAR SOEDIRMAN DI SOBO


Pada 18 Desember 1948, Belanda menyatakan tidak lagi terikat dengan perjanjian Renville dan melancarkan agresi militer kedua. Belanda kemudian menyerang Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota sementara RI. Akibat agresi tersebut, Yogyakarta pun jatuh ke tangan Belanda. Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan beberapa pejabat negara ditawan dan diasingkan Belanda. Dalam situasi tersebut, seluruh kekuatan militer Indonesia yang ada di Yogyakarta diperintahkan keluar kota untuk bergerilya. Jenderal Soedirman memimpin gerilya itu meski dalam keadaan sakit. Soedirman bergerilya dari Yogyakarta menuju ke selatan lalu terus ke arah timur hingga Kediri. Setelah sekitar tujuh bulan bergerilya, Soedirman kembali memutuskan ke arah barat. Ia kemudian terhenti di Pacitan karena ada pasukan Belanda menghadang. Pasukan gerilya Soedirman lantas bermarkas di daerah Sobo, Pacitan, sejak 1 April hingga 7 Juli 1949. Itu merupakan waktu terlama pasukan gerilya Soedirman bermukim di satu tempat.

Soedirman kemudian tinggal di rumah Karsosemito yang sekaligus menjadi markas komando gerilya. Pada saat itu, Sobo adalah kampung kecil yang terletak di puncak kawasan perbukitan Pacitan. Letaknya yang berada di ketinggian serta hutan yang masih lebat membuat Belanda sulit mendeteksi kehadiran Soedirman. Keberadaan Soedirman di Sobo pun dirahasiakan dari penduduk. Waktu itu mereka hanya tahu ada pejuang gerilya yang membutuhkan tumpangan.


Tak jauh dari markas gerilya Soedirman di Sobo, terdapat Monumen Jenderal Besar Soedirman. Di kompleks monumen yang memiliki luas sekitar tiga hektare itu terdapat patung Soedirman setinggi delapan meter. Di sekeliling lapangan monumen juga terdapat relief-relief yang mengisahkan perjalanan hidup Soedirman sejak kecil hingga wafat.

PERISTIRAHATAN TERAKHIR SANG JENDERAL BESAR


Selama memimpin perang gerilya, kondisi kesehatan Soedirman terus memburuk. Setelah ada kesepakatan gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda, Soedirman akhirnya kembali ke Yogyakarta pada 10 Juli 1949. Tokoh gerilya itu disambut dengan meriah. Bung Karno pun turut menyambut Soedirman dengan pelukan. Perjuangan Soedirman mempertahankan kemerdekaan pun berbuah hasil pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Akan tetapi, Soedirman tak banyak waktu menikmati hal itu. Berselang sebulan, ia wafat dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kusuma Negara, Yogyakarta.


Makam Soedirman di TMP Kusuma Negara bersebelahan dengan makam istrinya yakni Siti Alfiyah. Makam Soedirman pun mendapat keistimewaan dengan dibangun lebih luas dibanding makam lainnya. Terdapat sekitar 1900-an pahlawan yang dimakamkam di TMP Kusuma Negara. Di antaranya terdapat lima pahlawan nasional, seperti Jenderal Soedirman, Urip Sumoharjo, Supeno, Katamso, dan Sugiyono.

SIAPA SEBENARNYA ORANG TUA SOEDIRMAN ?



Soedirman lahir pada 24 Januari 1916 di Dusun Bodas Karangjati, Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Purbalingga, Jawa Tengah. Soedirman adalah anak dari Raden Tjokro Soenarjo, seorang asisten wedana di Rembang. Akan tetapi, sejumlah buku sejarah sempat menyebut kalau Soedirman hanya anak angkat dari Raden Tjokro Soenarjo. Hingga akhirnya pihak keluarga menemukan kesalahan tersebut sekitar 1975, dan meminta pemerintah untuk mengoreksi catatan tersebut. Orang tua Soedirman adalah kalangan berada. Namun, Soedirman tidak terlena dengan kenyamanan dan memilih hidup sederhana. Soedirman ketika kecil senang bermain dengan anak-anak desa. Dan ketika remaja pun ia tidak segan-segan mengambil rumput untuk mencari uang.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS