RSS

WISATA DI KOTA PONTIANAK : Mengunjungi Tugu Khatulistiwa Hingga Menikmati Pesona Senja di Sungai Kapuas.



Mengunjungi kota Pontianak, Kalimantan Barat, terasa kurang lengkap jika tidak mengunjungi Tugu Khatulistiwa. Lokasinya di Jalan Khatulistiwa, Kelurahan Siantan, Kecamatan Pontianak Utara, atau sekitar 3 kilometer dari pusat kota Pontianak ke arah Mempawah. Apalagi, jika anda berkunjung pada 21-23 September. Bisa dipastikan tugu kebanggaan warga Pontianak ini akan ramai oleh para wisatawan yang ingin menjadi saksi fenomena alam, yaitu saat matahari kembali ke siklus nol derajat atau lazin disebut titik kulminasi. Peristiwa titik kulminasi merupakan fenomena alam yang langka. Langka, karena garis khayal khatulistiwa hanya melintasi lima negara di Afrika, yakni Gabon, Zaire, Uganda, Kenya, dan Somalia. Dan empat negara di Amerika Selatan yaitu Brazil, Equador, Kolombia, dan Peru. Namun, dari semua negara yang disebut tadi, hanya di Indonesia, persisnya di kota Pontianak yang benar-benar dilintasi oleh matahari.

Posisi ini memberi nilai lebih bagi Pontianak, sekaligus mendasari dibangunnya Tugu Khatulistiwa yang kemudian dijadikan ikon kota Pontianak. Itulah sebabnya, peristiwa titik kulminasi menjadi momen yang menakjubkan dan langka di bumi, di mana posisi matahari berada tepat di atas tugu. Posisi matahari yang demikian akan membuat bayangan tugu dan benda-benda di sekitarnya menghilang selama beberapa detik. Yang ajaib, pada saat itu bila anda meletakkan sebutir telur ayam di lantai pada posisi berdiri, dijamin telur tidak akan terguling. Peristiwa titik kulminasi juga membuat gaya gravitasi ikut berubah, yang bisa dibuktikan dengan berdirinya telur ayam tersebut pada porosnya.


Peristiwa seperti ini berlangsung dua kali dalam setahun. Pada tanggal 21-23 September disebut titik pertemuan kedua saat matahari bergerak ke arah selatan, sementara pada tanggal 21-23 Maret sering disebut titik pertemuan pertama saat matahari bergerak ke utara. Untuk merayakan dua momen tersebut, biasanya Pemda Kalimantan Barat menggelar Festival Kulminasi Matahari di halaman tugu. Selama tiga hari, berbagai atraksi kesenian tradisional digelar, pameran lukisan, kerajinan, dan kuliner. Guna menambah daya tarik pengunjung, pengelola museum memberi sehelai sertifikat bagi pengunjung, sebagai kenang-kenangan bahwa pernah mengunjungi Tugu Khatulistiwa. Event tahunan khas kota Pontianak ini tentu saja akan menarik kedatangan wisatawan untuk merasakan sensasi berdiri tanpa bayangan di bawah terik matahari. Posisi tugu yang berada di titik nol lintang utara sekaligus di titik nol lintang selatan, juga memberi sensasi langka lainnya. Artinya, kita berada di dua belahan bumi sekaligus, utara dan selatan, pada waktu bersamaan.

Bangunan Tugu Khatulistiwa terdiri dari empat buah tonggak kayu ulin (kayu besi), masing-masing berdiameter 0,30 meter, dengan ketinggian tonggak bagian depan setinggi 3,05 meter, serta tonggak bagian belakang tempat lingkaran dan anak panah penunjuk arah setinggi 4,40 meter. Pada diameter lingkaran di bagian tengah terdapat tulisan evenaar (bahasa Belanda yang berarti ekuator) sepanjang 2,11 meter. Panjang penunjuk arah 2,15 meter. Tulisan di bawah plat pada bagian bawah anak panah tertera 1090 20' OLvGr menujukkan posisi berdirinya Tugu Khatulistiwa pada garis bujur timur. 


Bentuk Tugu Khatulistiwa telah mengalami perubahan sebanyak empat kali. Tugu yang pertama dibangun pada tahun 1928 berbentuk tonggak dengan anak panah. Pada tahun 1930 dilakukan penyempurnaan, berbentuk tonggak dengan lingkaran dan anak panah. Tahun 1938, tugu kembali dibangun dengan penyempurnaan oleh arsitek Silaban. Pada tahun 1990, Tugu Khatulistiwa direnovasi total dengan dibuatkan kubah untuk melindungi tugu aslinya. Di atas kubah dibuatkan tugu yang sama dengan ukuran lima kali dari tugu asli. Pada bulan Maret tahun 2005, sebuah tim dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengoreksi lokasi titik nol garis khatulistiwa dan menyimpulkan bahwa posisi 0 derajat, 0 menit, dan 0 detiknya ternyata berada sekitar 117 meter ke arah Sungai Kapuas dari lokasi tugu yang sekarang ini.

Sebagai penanda bahwa tempat ini spesial, di dinding dalam kubah diabadikan belasan foto, sejak tugu berdiri pertama kali sampai renovasi. Berdasar foto-foto tersebut, terlihat bahwa sejak masa penjajahan, tempat ini sudah menjadi tempat rekreasi yang menarik. Tidak jauh berbeda dengan situasi saat ini, di mana wisatawan terlihat hilir mudik memasuki museum. Selain foto-foto, terdapat pula artikel dan berbagai gambar tentang tata surya. Hal ini dimanfaatkan pengunjung untuk menambah pengetahuan. Hanya saja koleksi edukasi ini terlalu sedikit. Mungkin karena ukuran kubah yang tidak begitu luas, dengan diameter sekitar 10 meter. Alhasil, bisa dibayangkan bagaimana sesaknya pengunjung di dalam kubah pada saat festival titik kulminasi digelar. Di luar hari libur, pengunjung masih bisa leluasa berfoto sambil menikmati semua koleksi di dalam kubah rata-rata selama 25 menit.


Pihak pengelola juga menyediakan aneka suvenir, di antaranya miniatur Tugu Khatulistiwa dalam berbagai ukuran dengan harga terjangkau. Semua sajian di dalam kubah dapat dinikmati secara gratis. Sebagai ikon kebanggaan, pemerintah setempat terus melengkapi tempat wisata ini. Salah satunya, dengan membangun wahana wisata tepat di depan Tugu Khatulistiwa.

Selain Tugu Khatulistiwa, pastikan anda juga mengunjungi Taman Alun Kapuas Pontianak. Di sini anda bisa menyusuri sungai Kapuas yang melintasi kota Pontianak sambil menikmati sunset pada sore hari. Pemandangan yang terlihat sangat indah. Nikmati juga suasana air mancur menari di taman keluarga yang berada di tengah kota Pontianak ini. Ketika matahari perlahan terbenam, Taman Alun Kapuas semakin ramai didatangi warga Pontianak. Mulai dari gerbang depan terlihat beragam aktivitas warga sambil menikmati suasana teduh dan tenang di areal taman seluas 3 hektare, yang terletak di Jalan Rahasi Usman, Pontianak ini. Banyak pula kalangan remaja yang saling berfoto bergantian menggunakan ponsel, dengan latar belakang bundaran yang dipenuhi aneka jenis tanaman. Semakin ke dalam, terlihat beberapa kursi taman dan batu buatan. Sebuah repilika Tugu Khatulistiwa juga terlihat menjadi pemanis, bersaing dengan taman yang ditata asri, sehingga membuat betah pengunjung untuk berlama-lama menghabiskan sore di tempat ini.


Melangkah ke sisi kanan, sayup-sayup terdengar suara merdu penyanyi Victor Hutabarat menyanyikan lagu melayu berjudul Di Ambang Sore. Semakin menarik karena alunan lagu itu diiringi oleh tarian air mancur di kolam berbentuk setengah lingkaran. Cukup banyak pengunjung yang duduk di taman menikmati sajian air mancur bermusik tersebut. Setelah lagu lawas milik Victor Hutabarat tersebut selesai, alunan suara berganti dengan lagu dari penyanyi lain. Seiring lagu yang berganti, gerakan air mancur pun ikut berubah untuk semakin menyemarakkan suasana.

Taman yang dikelola pemerintah kota Pontianak ini memang didesain senyaman mungkin sebagai alternatif wisata keluarga. Terlihat rapi dan ditata asri dan nyaman, bebas dari pedagang kaki lima (PKL) di dalam taman. Lokasinya strategis, bersebelahan dengan pelabuhan penyeberangan kapal ferry ke Pontianak Utara. Namun, meski telah dilarang, sebagian PKL tidak kehilangan akal, mereka kemudian menjajakan dagangannya di atas sampan motor mengapung di sungai Kapuas yang ditambatkan di luar taman. Para PKL tersebut siap meladeni permintaan pengunjung, mulai makanan dan minuman cepat saji, sate, dan sebagainya. Alhasil, tidak sekedar duduk bersantai di kursi taman, pengunjung pun juga bisa menikmati kuliner sambil memandang keindahan Sungai Kapuas di sore hari.


Tidak jauh dari tempat pedagang ini, terdapat sebuah kapal hias bermotor berukuran lebih besar yang bisa dinaiki pengunjung. Hanya dengan membayar Rp 15.000 per orang kita bisa menikmati pelayaran melewati jembatan Kapuas hingga Serasan dan kembali ke Taman Alun dengan lama perjalanan 40 menit. Sedikitnya, ada 4 kapal hias bermotor yang saban hari hilir mudik menyusuri sungai terpanjang di Indonesia ini. Kapal sengaja dicat aneka warna dan berhias lampu. Selama perjalanan penumpang dapat menikmati sajian kuliner ringan, berupa minuman sachet dan mi instan. Bila hari libur, satu buah kapal bisa melakukan perjalanan 4-5 rit dalam sehari dengan minimal 10 penumpang. Sementara pada hari kerja, hanya sebanyak 2 kali, kecuali ada rombongan yang sengaja menyewa untuk menyusuri sungai Kapuas.

Dengan ditemani secangkir kopi panas, dijamin membuat anda betah duduk berlama-lama di atas kapal hias ini. Apalagi diiringi terpaan angin senja yang berhembus lembut, pikiran pun terasa damai. Ketika malam mulai menjelang, Taman Alun mulai disirami cahaya dari aneka warna lampu yang tersebar di sudut taman. Sebagian lampu sengaja ditempatkan sedemikian rupa, sehingga suasana taman terasa menenangkan mata. Seiring dengan datangnya malam, lambat laun para pengunjung pun mulai berangsur berkurang. Petugas satuan polisi pamong praja mulai berkeliling mengingatkan pengunjung bahwa pintu pagar yang mengelilingi taman ini pun akan ditutup hingga keesokan harinya. Sementara kapal hias juga mulai siap berputar haluan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar