RSS

JEJAK LAKSAMANA CHENG HO DI NUSANTARA



MASJID CHENG HO SURABAYA


Dari ukurannya, Masjid Mohammad Cheng Ho Surabaya tidak terlalu besar, hanya 11 x 9 meter. Namun masjid yang berlokasi di Jalan Gading, Surabaya, tersebut memiliki makna yang sangat besar bagi masyarakat muslim Tionghoa, khususnya yang ada di Surabaya. Sebab masjid tersebut merupakan tempat berkumpulnya para warga Tionghoa sesama muslim untuk saling bersilaturahmi. Masjid yang didirkan oleh tokoh-tokoh Pembina Imam Tauhid Islam (PITI) tahun 2002 ini memiliki bentuk unik. Tak heran bila di waktu-waktu tertentu, masjid ini menjadi tujuan wisata umat muslim dari berbagai daerah. Apalagi saat memasuki bulan Ramadhan, banyak yang datang, bahkan dari luar negeri seperti Malaysia, Singapura, dan Cina. Lingkungan masjid tak hanya sebagai tempat ibadah tetapi juga difungsikan sebagai Taman Kanak-Kanak, kantor, lapangan olahraga serta tempat kursus bahasa Mandarin. 

Arsitektur Masjid Cheng Ho Surabaya sangat unik, mirip kelenteng dengan warna merah menyala, kuning, serta hijau kental dengan nuansa Tionghoa. Demikian pula ukuran masjid yang ternyata memiliki makna tertentu. Panjang 11 meter merupakan ukuran saat Kabah pertama kali didirikan oleh Nabi Ibrahim, sedang lebar 9 meter menandakan bentuk penghargaan pada Walisongo yang menyebarkan agama Islam di Indonesia. Di sisi sebelah kanan dinding luar terdapat relief bergambar Laksamana Cheng Ho dengan kapalnya yang megah. Pendirian masjid ini juga bermakna pluralisme, berusaha merangkul semua agama dan golongan di Indonesia. Bagian atas bangunan sengaja dibuat persegi delapan, karena bagi masyarakat Tionghoa, angka delapan merupakan angka keberuntungan.



Nama Mohammad Cheng Ho diambil sebagai bentuk penghargaan bagi Laksamana Cheng Ho, seorang laksamana Tiongkok beragama Islam yang hidup sekitar 600 tahun lalu dan sempat singgah di Indonesia. Cheng Ho dilahirkan sebagai seorang muslim. Cheng Ho juga dikenal memiliki toleransi agama yang sangat tinggi. Dia memimpin sebuah pelayaran yang sangat besar, namun 98 persen anak buah kapalnya beragama Budha dan Tao. Toh dia mampu menyatukan semua awak kapal dengan baik. Saat singgah ke Indonesia, selain melakukan syiar Islam, Cheng Ho juga menjalin hubungan perdagangan dengan kerajaan Majapahit. Barang-barang yang diperdagangkan antara lain sutera, keramik, sampai teh.

MASJID CHENG HO PALEMBANG



Dari kejauhan, masjid Cheng Ho Palembang tampak menonjol dengan warna merah yang menjadi ciri khasnya. Masjid yang terletak di kawasan Jakabaring, Palembang ini merupakan salah satu dari sekitar 20 masjid Cheng Ho di Indonesia. Masjid ini didirikan oleh Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) untuk mengenang dan meneladani Laksamana Cheng Ho, seorang panglima perang dan pelaut asal Tiongkok beragama Islam, yang datang ke Indonesia 600 tahun lalu, serta konon pernah empat kali datang ke Palembang. Pembangunan masjid ini berawal ketika pada tahun 2004, PITI mengadakan mukernas di Surabaya yang sekaligus meresmikan Masjid Cheng Ho Surabaya. Tim PITI Palembang pun turut berangkat ke sana. Setelah melihat Masjid Cheng Ho di Surabaya, mereka pun berpikir kapan bisa membuat masjid seperti itu di Palembang. Sepulangnya dari sana, seluruh anggota PITI Palembang pun berkumpul dan sepakat mendirikan masjid Cheng Ho seperti yang ada di Surabaya. Dananya mereka kumpulkan dari donasi. Kebetulan, Syahril Oesman, yang waktu itu menjadi Gubernur Sumatera Selatan memberi sebidang tanah di kawasan Jakabaring, dekat Pasar Induk.

Tahun 2008, masjid yang dilengkapi lantai keramik dari Tiongkok itu mulai digunakan untuk pertama kali saat salat Jumat. Namun, hingga kini peresmiannya belum terlaksana. Karena yang diutamakan adalah pemanfaatannya terlebih dulu. Sekarang, di masjid ini diadakan pengajian lima hari dalam seminggu. Banyak ustaz ternama yang pernah mengisi pengajian di masjid yang memiliki areal seluas 4.990 meter persegi ini, di antaranya Arifin Ilham, Yusuf Mansyur, dan imam Masjidil Haram. Kegiatan memperingati hari besar Islam, sunatan massal, atau pernikahan juga kerap digelar di sana. Sementara hari Kamis dikhususkan untuk orang yang hendak bermualaf. Selain itu Masjid Cheng Ho Palembang ini juga telah dilengkapi dengan rumah tahfiz.



Masjid yang tidak boleh digunakan untuk pemotretan pre-wedding ini arsitekturnya kental dengan nuansa Tionghoa. Desain masjid dibuat oleh Ir. Thamrin ditambah referensi dari berbagai sumber dengan mengusung tiga unsur budaya, yaitu Arab, Tionghoa, dan Palembang. Bagian Arab bisa dilihat dari warna hijaunya, sementara Palembang dari motif-motif yang digunakan, dan Tionghoa dari unsur dominasi warna bangunan, desain menara setinggi 17 meter yang menyimbolkan salat lima waktu yang berjumlah 17 rakaat, dan pintu-pintu. Menariknya, desain Masjid Cheng Ho ini mengundang wisatawan, bahkan banyak di antaranya yang datang dari luar negeri, termasuk wisatawan Tiongkok. Sekali datang, rombongan wisatawan itu bisa sampai 2-3 bus. Di Tiongkok sendiri konon tidak ada masjid yang bernama Cheng Ho. Pemerintah pun akhirnya menjadikan masjid ini sebagai wisata religi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar