RSS

KEKAYAAN TARIAN MELAYU DI BUMI PERTIWI.


Tari serampang 12 seakan menjadi simbol yang paling terkenal di antara budaya dan kesenian Melayu lainnya. Tari ini murni ciptaan seniman asli Melayu Indonesia bernama Sauti pada 1934. Tepatnya berasal di wilayah Deli Serdang yang kala itu masuk dalam Provinsi Sumatra Timur (sekarang Sumatra Utara). Sauti sebenarnya bukan sosok luar biasa pada masa itu. Dia hanya seorang guru sekolah yang mencoba menciptakan tarian daerah yang mudah untuk para siswanya. Tarian ini disusun 12 ragam gerakan yang kemudian dilengkapi dengan ritme-ritme dari musik Melayu, yakni dari biola, akordion, dan gendang ronggeng.

Pada masa itu, Sauti tak memiliki niat menjadikan tari serampang 12 sebagai bagian nasional. Hingga akhirnya, presiden Indonesia pertama, Sukarno, memiliki sebuah kepentingan untuk meningkatkan nilai kebangsaan di Indonesia. Bung Karno mulai mencari kebudayaan dan kesenian Indonesia yang sekiranya dapat melawan gempuran pengaruh musik dari luar negeri. Pada 1958, tarian serampang 12 mulai diundang ke Istana Merdeka oleh Bung Karno. Para penari yang menarikan tarian itu amat menarik perhatian Bung Karno, sehingga dijadikanlah tarian serampang 12 sebagai tarian nasional.


Keindahan tari Melayu seperti serampang 12 ada pada gerakan kakinya yang memiliki tempo cepat. Meski demikian, unsur kelembutan tidak pernah lepas dari penari perempuan. Sementara, penari pria tentu harus mempertahankan sisi kegagahannya di setiap gerakan. Makna tari serampang 12 sendiri menceritakan pertemuan bujang dan gadis. Rangkaian kisahnya, mulai dari percintaan hingga pernikahan, masuk ke dalam 12 ragam gerakan itu.

Keberlangsungan tari Melayu seperti tari serampang 12 tentu mengalami perkembangan dan improvisasi. Improvisasi gerakan menjadi salah satu upaya agar generasi muda tidak bosan dan tertarik mempelajarinya. Namun, hal yang terpenting, pakem dasar tari Melayu tidak boleh dihilangkan. Dengan kata lain, hanya boleh mengolaborasikan dengan unsur lain agar lebih menarik. Salah satunya dengan memakai baskom atau penutup kepala. Mempelajari tari Melayu, termasuk serampang 12, sebenarnya susah-susah gampang. Belajar bisa dimulai dengan hal-hal yang mudah terlebih dahulu. Tak lupa juga untuk merasakan setiap gerakan dengan rasa dan hati sehingga hasilnya tidak seperti "robot yang menari".


Tari Melayu memang tidak hanya serampang 12. Beberapa tarian lainnya seperti zapin melayu, tarian makyong, mak inang, piring, dan sebagainya juga masih ada, walau sudah jarang yang menguasainya. Di antara tarian-tarian tersebut, zapin melayu bisa disebut sebagai yang cukup terkenal setelah serampang 12. Zapin pada dasarnya memiliki pengaruh dari Arab. Tarian ini identik dengan akademik Islam yang di setiap syairnya berisi dakwah. Zapin arab mulai memasuki nusantara melalui masyarakat Melayu pesisiran. Ketika itu, masyarakat tidak langsung mau menerima tarian Arab. Mereka lalu membuat versinya sendiri, zapin Melayu. Ini berkaitan dengan bahasa yang digunakan masyarakat sendiri.

Secara keseluruhan gerakannya hampir sama. Adapun yang membedakan justru hanya pada ucapannya, termasuk zapin-zapin yang berada di wilayah nusantara lainnya. Masyarakat Jambi dan Sumatera Selatan lebih mengenal sebutan tarian dana dibandingkan zapin. Hal ini kemungkinan besar diambil dari salah satu lirik lagu pengiring yang selalu didengarkan mereka. Di Jawa dan Bali sebutannya zaffin karena terpengaruh bahasa Arab. Lalu di Lampung disebut budana, sedangkan di Kalimantan, karena orang Bugis tidak bisa menyebut "n", jadinya disebut zeping, dari asal penyebutan zepin. Ini membuktikan betapa kayanya zapin di Indonesia meski banyak perbedaan.


Pada dasarnya, gerakan zapin dan serampang 12 juga hampir sama. Keduanya sama-sama menekankan pada gerakan kaki bertempo cepat dengan diiringi musik Melayu. Hanya makna yang terkandung di dalam tarian itu yang membedakannya. Serampang 12 bercerita tentang kisah cinta bujang dan gadis, sedangkan zapin lebih ke syiar Islam. Selain itu, zapin lebih sering dilengkapi dengan tikar permadani berukuran seperti sajadah. Para penari akan menggunakan ini sebagai properti menari mereka sekaligus wadah menyampaikan dakwah di dalamnya. Perkembangan awalnya, tarian ini lebih sering dilakukan para pria, tapi akhirnya mulai bergeser ke ranah perempuan juga.

Menyebarnya tari Melayu dengan berbagai versi membuktikan kuatnya unsur Melayu di Indonesia. Sayangnya, kemelayuan sering kali dikesampingkan dan dipersempit menjadi sekadar suku semata. Padahal, unsur Melayu itu seperti air di nusantara, di manapun ada. Tanpa kita sadari, unsur Melayu ada pada budaya Jawa, Bali, Betawi, dan sebagainya. Sebuah keterbukaan dan fleksibilitas itulah yang dimiliki Melayu.


Melayu memang sempat menjadi paling utama pada masa Bung Karno. Tak hanya menjadikan tari serampang 12 sebagai bagian nasional. Bahkan, bahasa Melayu pun dijadikan dasar lahirnya bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa. Sayangnya, Melayu kini sudah mulai surut dan tak terlalu dianggap penting oleh masyarakat luas, utamanya pemerintah pusat. Unsur Melayu saat ini justru lebih terasa kuat di negeri jiran, seperti Malaysia ataupun Singapura. Terdapat beberapa gerakan tari Melayu di Malaysia yang dipengaruhi oleh budaya Indonesia karena faktor lokasi yang berdekatan. Salah satunya tari lilin yang memiliki pengaruh kental dari Minangkabau. Sementara ihwal budaya, Sarawak bisa disebut sebagai wilayah Malaysia yang memiliki pengaruh besar dari Indonesia. Pengaruhnya sangat tampak jika merujuk pada budaya Orang Ulu, Iban, dan Bidayu Malanau. Bahkan, penelitian menyebutkan, bangsa Sarawak dipercayai berasal dari suku Minangkabau, Sumatra Barat. 



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar