RSS

BERLIBUR SINGKAT DI KOTA KUPANG.

Cukup banyak yang bisa kita nikmati dalam kunjungan singkat ke Kupang, ibukota provinsi Nusa Tenggara Timur. Kota dengan luas wilayah 180,27 kilometer persegi itu memang memiliki beberapa panorama alam yang memikat.

GUA KRISTAL


Destinasi wisata ini berlokasi di Bolok, sebuah desa di Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, sekitar 16 kilometer dari pusat kota Kupang. Sebelumnya sempat beredar foto di dunia maya, tentang pemandangan di gua ini yang sangat menakjubkan. Air yang ada di dalam gua akan memantulkan cahaya matahari serupa kilau kristal yang amat indah. Waktu yang tepat untuk berkunjung ke gua ini antara pagi hingga siang hari, sekitar pukul 09.00 Wita sampai 14.00 Wita. Tiba terlalu pagi atau terlalu sore bisa dibilang percuma, karena gua akan menggelap tanpa cahaya matahari.

Begitu sampai di lokasi gua, kita akan menjumpai ceruk kecil gelap yang menjorok ke dalam, usai melewatkan lima menit berjalan kaki dari tanah lapang tempat parkir kendaraan. Dari situlah kita bisa mulai menuruni mulut gua yang cukup licin. Sarana penerangan, seperti lampu senter amat dibutuhkan. Langkah kaki harus berpijak hati-hati, karena bebatuan alami dalam gua berkontur vertikal ini cukup curam tanpa jalan buatan. Sejarak kira-kira kedalaman 20 meter dari permukaan tanah, kolam di dasar gua sudah tampak. Bila kita menengadah ke langit-langit, terlihat beberapa ekor kalong beterbangan dalam kesenyapan. Dapat memunculkan perasaan ngeri bagi yang tak terbiasa melihatnya.

Namun, kejernihan perairan di dasar Gua Kristal yang tampak menenangkan dan mengagumkan, mampu menghapus perasaan ngeri itu. Kita bisa langsung menceburkan diri ke kolam di dalam gua yang airnya sedikit terasa asin. Ada ceruk lain di sisi ujung kolam yang luasnya kira-kira 30 meter persegi. Pengunjung yang mempunyai nyali tinggi, bisa melompat ke air dari tebing yang tinggi itu.

PANTAI LASIANA


Pantai ini terletak di Kelurahan Lasiana, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang. Bila diukur dari pusat kota, jarak tempuhnya kira-kira mencapai 12 kilometer. Pantai ini tampak tertata rapi, walau amat sepi. Ada arena bermain anak-anak di lokasi berpasirnya. Sejumlah pondok yang dalam bahasa lokal disebut lopo-lopo menjajakan kelapa muda dan penganan kecil. Pantai seluas 3,5 hektare ini berpasir putih dengan ombak tenang yang cocok untuk berenang.

Berdasarkan informasi dari Dinas Pariwisata NTT, Pantai Lasiana dibuka untuk umum sejak 1970-an. Sejumlah fasilitas pendukung dibangun pada 1986 untuk membuat turis domestik ataupun mancanegara lebih nyaman. Pantai Lusiana pada masa silam disebut tampak lebih indah dan alami, tapi mengalami gerusan bibis pantai sekitar 500 meter dalam masa 30 tahun. Dalam rangka penanggulangan masalah itu, Pemerintah Kota Kupang telah membangun tanggul-tanggul pemecah ombak sepanjang pantai. Pesona alam Pantai Lasiana didukung oleh rerimbunan pohon menjulang yang menambah kerindangan. Kesan damai itu menciptakan suasana kontemplatif, membekas saat kita sejenak melenggang di kota Kupang.

PULAU KERA


Tak ada satu pun kera di Pulau Kera. Nama pulau kecil tersebut memang bukan berasal dari kera, si hewan berbulu kecokelatan dalam ordo primata. Kata 'Kera' berasal dari istilah dalam bahasa Solor 'takera' yang artinya ember atau timba. Pemberian nama tersebut agaknya merujuk pada banyaknya wadah air yang digunakan warga yang hampir seluruhnya berprofesi sebagai nelayan. Pelafalan huruf 'e' pada 'Kera' juga tidak sama seperti menyebut 'e' dalam kata 'emas'. Pulau Kera diucapkan selayaknya huruf  'e' dalam kata 'enak'.

Butuh waktu 45 menit hingga satu jam perjalanan laut menuju pulau yang menjadi bagian dari Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Teluk Kupang itu. Perahu bisa disewa dari para nelayan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Oeba di Jalan Alor, Kupang. Pasir putih Pulau Kera menyambut kedatangan dengan bentang biru laut yang bagai tanpa ujung. Pemandangan itu amat menggirangkan bagi rombongan warga kota besar yang kekurangan vitamin sea (sebutan gaul untuk rindu main di laut). Dalam kondisi lautnya yang tenang, perairan sekitar Pulau Kera cocok untuk berenang, berjemur, atau snorkeling. Apalagi, terik sinar matahari seakan sudah meninggi meski waktu masih menunjukkan pukul sembilan pagi.


Setapak dekat bibir pantai, pelancong akan melihat sebuah bangunan sederhana. Masjid dengan kubah limas warna biru berdiri di tengah pulau, setia mengumandangkan azan. Arsyad Abdul Latif adalah Imam di Masjid bernama Darul Bahar tersebut. Ia telah menjadi pemimpin dalam kepengurusan masjid sejak bangunan itu berdiri pada 20 Februari 2000. Tidak hanya untuk shalat, masjid ini juga digunakan untuk belajar. Anak usia sekolah dasar belajar agama dan mengaji di sana. Tadinya, ada bangunan TPA yang berdiri sejak 2012, tetapi rubuh karena puting beliung yang terjadi pada 2014.

Pendidikan di Pulau Kera memang masih kurang memadai. Keluarga yang hendak menyekolahkan anaknya harus mengirimkan putra-putri mereka menyeberang laut. Selain ketiadaan sekolah, warga Pulau Kera juga belum memiliki fasilitas layanan kesehatan. Listrik di pulau, seperti pengeras suara masjid atau televisi, menyala berkat dinamo. Ketertinggalan tersebut cukup disayangkan, mengingat lokasi Pulau Kera tak jauh dari kota Kupang. Secara administratif, Pulau Kera berada di wilayah Desa Uiasa, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, NTT. Total terdapat 400-an jiwa dalam 97 keluarga yang tinggal di sana. Mereka mendirikan bangunan rumah semi permanen di pulau yang dihuni sejak 1911 itu.

Penduduk Kota ataupun Kabupaten Kupang memang mayoritas memeluk agama Kristen. Pulau Kera adalah perkecualian, dengan mayoritas warganya adalah umat Islam. Mungkin hanya lima atau enam orang saja yang non-Muslim. Meski pembangunan belum menyentuh rata, warga di Pulau Kera tak berkenan meninggalkan pulau tercintanya. Beberapa rencana relokasi penduduk ke daerah pegunungan Kabupaten Kupang pun tak disetujui mayoritas warga. Pasalnya, laut adalah sumber kehidupan bagi seluruh warga Pulau Kera. Mereka rela menghuni pulau kecil dengan masjid sederhana itu, sebagai pembeda di antara 44 pulau yang dihuni dari keseluruhan 1.192 pulau di NTT.

MENYANTAP JAGUNG BOSE KHAS NTT.


Jagung menjadi salah satu makanan pokok warga Kupang, NTT. Olahannya pun amat khas, yakni menu santapan bubur jagung alias jagung bose. Semangkuk jagung bose terdiri dari bahan dasar jagung, kacang merah, labu manis, dan santan. Cita rasanya tawar gurih dan kerap disajikan dengan daging se'i (daging sapi asap), tumis bunga pepaya, dan lawar ikan.

Cara mengolahnya, yakni dengan terlebih dahulu merendam jagung berbiji putih di air kapur sirih. Kulit ari jagung kemudian dibuang dan bulir jagung dijemur. Lantas, jagung dan kacang merah direbus hingga matang, lantas disiram dengan santan. Bubur jagung ini biasanya dinikmati bersama ikan bakar atau sebagai pengganti nasi.

Kota Kupang yang dikelilingi lautan juga dikenal dengan hasil laut yang melimpah. Salah satunya, Pasar Ikan Pasir Panjang yang terletak di sepanjang Jalan Timor Raya. Pasar ini menjual berbagai ikan segar yang ukuran terkecilnya sepanjang lengan manusia. Berbagai santapan bahari yang nikmat dilahap juga tersedia di pantai yang bersebelahan dengan pasar. Beberapa menu yang tersedia termasuk olahan berbagai ikan, udang, cumi-cumi, dan kepiting dengan varian saus aneka rasa.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar