Lebih dari 180 anak tangga menjadi pijakan kaki saat berkunjung ke Sang Giri, sebuah penginapan di jantung Bali yang jauh dari hiruk pikuk kehidupan khas perkotaan. Sang Giri Mountain Tent Resort terdiri dari delapan tenda eksklusif, seperti berada di bumi perkemahan. Uniknya, pengunjung tetap bisa menikmati semua fasilitas yang mereka butuhkan layaknya presidential suite, dipasang lengkap di dalam sebuah tenda. Ini adalah satu-satunya penginapan dengan konsep resor tenda (tent resort) pertama di Bali. Menurut pemiliknya, Yunzar Lumakeki, misi tent resort ini memang ingin mengkreasikan orang-orang untuk lebih mencintai alam.
Nama tempat yang diambil dari bahasa Sanskerta yang berarti Sang Gunung ini terletak di Desa Jatiluwih Kangin, Penebel, Kabupaten Tabanan. Letaknya dikelilingi hutan, sungai, air terjun, dan sawah bertingkat. Sang Giri berdampingan langsung dengan Subak Jatiluwih, salah satu warisan dunia yang dilindungi lembaga PBB, UNESCO. Pengunjung cukup berkendara lima menit untuk mengakses hamparan sawah terluas di Indonesia itu.
Pulau Dewata memang identik dengan pantai, tapi di Sang Giri pengunjung menemukan nuansa khas ekosistem tropis hutan hujan pegunungan. Itu sebabnya banyak wisatawan mancanegara tertarik berlibur ke sini, khususnya mereka yang berasal dari Jerman, Belgia, dan negara-negara Eropa lainnya. Kamar-kamar tenda di Sang Giri dibungkus dinding polyester kuat yang benar-benar tahan air. Ada bagian tenda yang bisa disingkap untuk melihat pemandangan sekitar jika cuaca dingin membuat pengunjung enggan keluar. Suhu di malam hari bisa mencapai 18 derajat Celcius.
Tenda-tendanya luas, teduh, nyaman, dengan sebuah kursi kayu untuk bersantai. Di samping kursi ada sebuah gazebo dilengkapi kasur kecil nan empuk dan selembar kantong tidur (sleeping bag) yang siap membungkus tubuh. Pengunjung bisa menikmati pemandangan hutan lebat dengan pepohonan tinggi menjulang dari teras pribadi mereka yang berlantaikan kayu. Di pagi hari, sebelum pukul 05.30 WITA, pengunjung dapat menyaksikan indahnya matahari terbit dari balik Gunung Batukaru. Pagi hari juga waktu paling tepat untuk pengamatan burung (bird watching).
Sang Giri menyediakan perpustakaan kecil di sebelah restoran. Pengunjung bisa menemukan buku identifikasi burung Jawa dan Bali dan bisa meminjamnya kapan saja. Banyak jenis burung bisa dijumpai di hutan ini, seperti perenjak jawa (prinia familiaris), cinenen jawa (orthotomus sepium), elang jawa (spizaetus bartelsi), kehicap ranting (hypothymis azurea), dan kedasih hitam (surniculus lugubris). Setiap tahunnya dari sisi selatan Gunung Batukaru, pengunjung bisa menyaksikan migrasi burung elang yang menuju ke Timur sekitar Oktober hingga November, atau kembalinya mereka ke Barat sekitar Maret hingga April.
Sang Giri didirikan pada 2010 di atas lahan seluas 1.100 meter persegi. Awalnya hanya terdiri dari tiga unit tenda, kemudian berkembang menjadi delapan unit. Menurut Kurtati, istri Yunzar, yang turut membantu mengelola Sang Giri, dalam pengembangannya ke depan, Sang Giri hanya akan sampai menyediakan 12 tent resort. Ia dan suaminya memang tidak mau menjadikan Sang Giri terlalu besar, karena menurut mereka tanggung jawab menjaga alam lebih penting. Awalnya, sebanyak 80 persen pasarnya adalah wisatawan Jerman dan Belgia. Namun, sekarang pengunjungnya sudah bervariasi, mulai dari wisatawan Cina, Korea, hingga Arab Saudi. Jumlah karyawan Sang Giri berkisar 15 hingga 20 orang, sisanya adalah karyawan lepas. Tarif menginap di sini mulai dari Rp 1,3 juta per malam
Menurut Yunzar, tent resort paling tepat diaplikasikan untuk taman nasional di Indonesia. Sebab konsepnya adalah ekowisata. Ia menambahkan, banyak taman nasional sesungguhnya bisa memberi manfaat ekonomi lebih bagi masyarakat sekitar, sekaligus pemasukan untuk pemerintah dengan membangun tent resort. Pariwisata di Indonesia kini semakin dikenal dunia, tapi taman nasional di banyak daerah masih berhadapan dengan ancaman pemburu, pencuri kayu, serta konflik masyarakat lokal. Maka, Yunzar meyakini bahwa tent resort akan memberi efek luar biasa bagi masyarakat dan pemerintah. Masyarakat di sekitar taman nasional bisa diarahkan untuk membidik sumber pendapatan baru dengan cara yang legal, yaitu ekowisata. Dan tak ada bentuk akomodasi yang cocok untuk taman nasional di Indonesia selain tenda.
Yunzar menilai, kue pembangunan di Indonesia hendaknya bisa dinikmati seluruh masyarakat. Itulah salah satu alasan Yunzar membangun tent resort ini. Sang Giri amat mempraktikkan konsep wisata berbasis masyarakat atau community based tourism dengan desa sekitar, misalnya mengembangkan atraksi wisata berlibur bersama keluarga Bali. Pengelola juga membangun gazebo di beberapa rumah penduduk. Gazebo itu berfungsi untuk tempat berkumpul atau menginap wisatawan yang ingin berinteraksi dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Bali.
Penghasilan dari kegiatan wisata ini 50 persennya untuk pengelola dan 50 persen lainnya untuk desa. Jika uang yang diinvestasikan pengelola untuk membangun gazebo itu telah kembali, gazebo sepenuhnya menjadi hak masyarakat. Mereka tetap bisa menerima kunjungan menginap tamu-tamu Sang Giri dan biaya yang dibayarkan tamu seluruhnya menjadi hak keluarga bersangkutan. Pemasukan konstan untuk desa dari sektor pariwisata, menurut Yunzar, bisa menjaga masyarakat untuk tidak menjual tanah dan sawahnya. Urbanisasi pun bisa dibendung. Masyarakat yang hidup di sekitar hutan membutuhkan solusi, bukan sekedar mengikat mereka dengan aturan.
Berlibur, menikmati waktu luang, terpisah dari dunia digital adalah hal paling restoratif yang bisa dilakukan untuk diri sendiri. Daniel Sieberg, penulis buku The Digital Diet, merekomendasikan seseorang untuk memutus semua koneksi digitalnya saat tengah berlibur. Resor tenda ini memang ditujukan untuk pengunjung yang istirahat sejenak tanpa mengganggu rutinitas kerja. Sang Giri hanya menyediakan koneksi wifi di Restoran Pakis, restoran tradisional yang terbuat dari bangunan bambu. Sebuah tungku perapian siap menghangatkan pengunjung yang terpaksa membuka laptop atau gadget-nya untuk terkoneksi.
Banyak aktivitas bisa dilakukan di penginapan ini tanpa harus terhubung dengan sinyal wifi, ponsel, dan radio. Anda bisa lebih akrab dengan pasangan, bersosialisasi dengan pengunjung lain, membuat pertemanan baru, tidur nyenyak, pijat relaksasi, berendam dengan air hangat di jacuzzi, atau sekedar menikmati yoga pagi di viewing deck. Sang Giri memang dibangun ke arah luxury. Resor ini terlalu mewah untuk ukuran pecinta alam, sebab memang ditujukan khusus untuk ibu-ibu Indonesia supaya mau mengajak keluarganya kembali ke alam.
Ada lebih dari 10 aktivitas wisata yang bisa dilakukan di Sang Giri. Kegiatannya, mulai dari bersepeda gunung melalui rute-rute perdesaan, trekking di hutan hujan. trekking ke sawah, menikmati matahari terbenam dan terbit, kunjungan ke pura untuk mendapatkan pengalaman spiritual, serta trekking ke air terjun, yang mana di sana ada lebih dari empat titik yang bisa dieksplorasi. Sekitar dua kilometer dari Sang Giri, terdapat Pura Luhur Batukaru, pura suci umat Hindu. Pura ini merupakan satu dari sembilan Kayangan Jagat, atau salah satu pura yang dipercaya masyarakat melindungi Bali dari pengaruh roh-roh jahat. Pura ini dibangun pada abad ke-11 dan didedikasikan untuk para leluhur raja di Tabanan. Umat Hindu yang ingin berziarah ke puncak Gunung Batukaru setahun sekali pasti akan berhenti pertama di pura ini. Banyak wisatawan berkesempatan menyaksikan dan mengenal bentuk-bentuk wisata spiritual di sini.
0 komentar:
Posting Komentar