Selain tersohor sebagai penghasil rempah dunia, Kabupaten Halmahera Barat juga dikenal sebagai salah satu kawasan di Indonesia Timur yang memiliki kekayaan alam, terutama laut, yang sangat elok. Tak hanya keindahan alam yang jadi andalan, wisatawan pun juga bisa menengok kesultanan Jailolo, yang sejak tahun 2003 lalu resmi berdiri setelah sempat vakum selama 500 tahun lebih.
Langit di atas Pantai Disa terlihat memerah. Air laut tenang dan teduh, seolah tak berombak. Keindahan pantai dengan tepian yang melengkung mirip sebuah teluk semakin lengkap dengan pemandangan Gunung Jailolo, Gunung Gamalama, dan Gunung Hiri yang menjulang gagah di seberang. Sementara itu, ratusan burung air terlihat berterbangan berputar-putar sambil mengeluarkan suara bersahut-sahutan yang sangat indah. Burung-burung mungil itu baru lenyap menyelinap di antara rerimbunan pohon bersamaan hilangnya matahari yang ditelan senja. Suguhan keindahan alam beserta isinya itu, menjadi pemandangan yang bisa dilihat di Intan Resort, satu-satunya resort di Pantai Disa. Resort yang dimiliki Muhammad Rizal Ismail itu memang lokasinya cukup bagus dan nyaman dengan view menghadap laut. Berdiri di atas tebing yang tidak terlalu curam, jarak antara resort dengan laut hanya kurang dari 10 meter, dibatasi undak-undakan yang tidak terlalu curam.
Dari sekian banyak pantai di kawasan Halmahera Barat, salah satu yang terbaik adalah Pantai Disa. Pantai yang berada di Desa Ropu Tengah Balu, Kecamatan Suhu, sekitar 20 kilometer sebelah barat Jailolo tersebut terjaga dengan cukup baik. Keindahan Pantai Disa memang tak bisa lepas dari peran masyarakat setempat yang peduli menjaga kelestarian laut. Tak heran, batu karang berikut berbagai jenis ikan dapat tumbuh dan hidup dengan baik di sana. Masyarakat sadar bahwa laut menjadi salah satu sandaran hidup mereka sehingga mereka ikut menjaga kelestariannya. Karena itu, oleh Kementerian Pariwisata, wilayah Pantai Disa ini ditetapkan sebagai desa wisata dalam program nasional. Pemerintah Halmahera Barat memang tengah berupaya mengeksplor wisata yang menawarkan keindahan pantai dan underwater. Salah satu yang menjadi andalan adalah Pantai Disa.
Dari sisi depan resort, mata akan dimanjakan oleh suasana alam yang eksotis. Begitu jernihnya air laut, bahkan sambil duduk di tepian laut pun akan terlihat ikan hias warna-warni melintas. Malah, terkadang arak-arakan ribuan ikan dan cumi juga bisa terlihat dari atas. Di bulan-bulan tertentu, kita juga bisa bertemu dengan hiu jenis jinak yang berseliweran. Intan Resort pun juga menyediakan perahu apabila ingin menikmati suasana sunset di tengah laut. Pengunjung juga bisa merasakan keindahan laut dengan snorkeling. Ribuan ikan terlihat bergerombol, berenang di antara karang hidup yang berwarna-warni. Ke depan, Rizal yang juga seorang diver ini tidak hanya menyediakan sarana snorkeling saja, tapi juga diving. Bosan snorkeling atau menatap keindahan pantai, malam hari bisa diisi dengan kegiatan memancing dengan fasilitas yang sudah disediakan. Berbagai macam ikan bisa ditemukan, mulai baronang, kakap merah, bahkan cumi.
Selain keindahan alam, pengunjung juga bisa menikmati kelezatan kuliner Halmahera Barat. Rizal menyiapkan menu makanan khas Halmahera Barat tempo dulu atau yang biasa disebut dengan makanan kebun. Keunikan makanan kebun adalah karena bahan dan proses memasaknya dilakukan secara alamiah. Masyarakat Halmahera Barat tempo dulu memiliki kebiasaan hidup sehat, seperti bahan makanan ditanam tanpa pengawet atau pestisida. Jadi beras yang ditanak berasal dari padi yang ditanam di kebun, bukan sawah, sehingga masa tanamnya panjang karena tidak menggunakan pestisida. Yang tak kalah unik, proses memasaknya tidak menggunakan panci tetapi dimasukkan ke dalam tabung bambu, kemudian dibakar dengan menggunakan kayu. Cara menyulut api pun tidak menggunakan korek serta minyak tanah sebagai pembakar awal, tetapi dengan korek alami. Caranya dengan menggosok-gosokkan bilah bambu kering yang sekitarnya diberi sabut kelapa kering. Api yang dihasilkan sama sekali tidak bau minyak tanah.
Ikan yang sudah dibumbui serta sayur bunga papaya (uge kaam) juga dimasak serupa di batang bambu. Rasanya sangat berbeda dibandingkan jika dimasak biasa. Ini karena bahan serta prosesnya sangat alami, ada aroma harum sekaligus gurih alami, bukan gurih karena bahan kimia. Sementara minumannya air kelapa muda dengan gula merah. Untuk menghidangkan makanan ini, Rizal sengaja menggandeng beberapa chef khusus warga lokal yang memang ahli memasak makanan tradisional. Pada sore atau pagi hari, disediakan kudapan berupa kue hudakoi, yakni kue berbahan sagu, pisang raja, serta parutan kelapa. Pencetakan kue juga sangat tradisional yakni dengan tembikar yang dibakar. Hudakoi bisa disantap dengan teman minum air guraka, yaitu air jahe dengan gula merah yang di bagian atasnya ditaburi biji kenari yang diiris kecil-kecil.
Selain menikmati keindahan alam, tak ada salahnya untuk berkunjung ke Kesultanan Jailolo. Kesultanan ini terletak di Puncak Tagalaya, Desa Sokonora, sekitar 3 kilometer dari kota kecamatan Jailolo. Yang tinggal di kesultanan adalah Sultan Jailolo H. Abdullah Sjah bersama permaisuri Hj. Maryam. Meski bangunan kesultanan baru, namun bagian dalamnya ditata seperti layaknya pendopo kerajaan pada umumnya. Di ruang tengah terdapat altar dan singgasana raja bersama permaisuri. Sedang di tengah-tengah terdapat meja kecil yang ditutup seperti kelambu. Di bawah meja itulah dulu terdapat situs di mana kerajaan Katarabumi, sultan terakhir Jailolo pada 500 tahun lampau. Halmahera Barat yang setiap tahun menghelat pagelaran bertaraf internasional Festival Teluk Jailolo, juga memiliki sejarah panjang kesultanan. Kisah kesultanan Jailolo cukup unik, baru dibentuk lagi pada 2003 lalu setelah sempat vakum sekitar 500-600 tahun lamanya.
Jailolo masuk dalam Kesultanan Moluki Kiraha, yang meliputi Kesultanan Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Namun, sekitar tahun 1400-an, saat Kesultanan Jailolo dipegang oleh Sultan Katarabumi, terjadi tragedi besar. Salah satu penyebabnya adalah politik adu domba yang dilakukan Portugis yang ingin menguasai Halmahera Barat beserta hasil rempahnya. Portugis sakit hati lantaran Raja Katarabumi mengusir tentara Portugis di Halmahera Utara, tepatnya di Kerajaan Moro, yang berlokasi antara Tobelo dan Galela. Pasuka Katarabumi berhasil memukul mundur pasukan Portugis keluar dari wilayah sana. Portugis yang tidak kurang akal kemudian menjalankan strategi pecah belah. Mereka melontarkan isu kepada Raja Ternate, juga Raja Tidore dan Bacan. Entah bagaimana caranya, yang pasti ketiga kerajaan itu kemudian bersekongkol dengan Portugis untuk menyerang Jailolo. Padahal, antara Ternate dan Jailolo berikut dua sultan lainnya masih satu leluhur, tapi kemudian harus pecah karena hasutan Portugis. Merasa terpojok dan kehabisan perbekalan, Raja Katarabumi bersama para pengikutnya menghilang. Oleh karena tidak ada penguasa, suku-suku yang ada di Ternate pun kemudian masuk dan tinggal di Jailolo. Itu sebabnya adat atau kebudayaan Ternate juga banyak ditemukan di Jailolo.
Atas prakarsa almarhum Sultan Mudaffar Sjah dari Ternate, dicarilah orang yang berhak menjadi Sultan Jailolo. Dalam sejarahnya, Jailolo, Bacan, Tidore, dan Ternate adalah negara yang masing-masing memiliki otonomi khusus, tetapi dalam hal mandat mereka memilih Ternate yang menentukan. Oleh karena itu, dalam hal ini Sultan Ternatelah yang berinisiatif mencari Sultan Jailolo. Proses pencarian itu pun tidak mudah dan butuh waktu 35 tahun. Proses fit and proper test-nya lebih banyak melalui kebatinan. Pilihan akhirnya jatuh kepada Sultan Abdullah Sjah. Beliau berasal dari Solo, tetapi leluhurnya berasal dari Jailolo yang dibuang oleh Belanda. Sultan Abdullah Sjah kemudian dites kekuatan fisik dan batinnya, di antaranya dengan berpuasa selama 35 hari penuh tidak makan dan tidak minum di dalam kamar, berjalan di atas sebilah pisau yang tajam, dan terakhir memegang listrik 15 menit lamanya di depan khalayak ramai. Setelah berhasil melewati ujian dengan selamat, tahun 2003 Sultan Abdullah Sjah dinobatkan menjadi Sultan Jailolo sampai sekarang. Saat ini fungsi kesultanan bukan sebagai kepala pemerintahan, tetapi menjaga tradisi budaya yang diwariskan leluhur.
0 komentar:
Posting Komentar