Selain batik,
harta karun budaya Cirebon lainnya adalah lukisan kaca. Tak ada yang tahu
pasti, kapan persisnya seni lukis ini hadir di Cirebon. Konon, seni melukis ini
sudah dikenal sejak abad 17 Masehi, atau awal munculnya keraton Cirebon. Pada
zaman itu, lukisan kaca digunakan sebagai media dakwah agama Islam, dan lebih
banyak mengangkat pola batik seperti mega mendung, wayang dan kaligrafi.
Seiring berjalannya waktu, kini seni lukis kaca Cirebon sudah berkembang
seperti halnya seni lukis kontemporer lain. Lukisan kaca yang dilukis dengan
teknik melukis terbalik ini, sangat kaya akan gradasi warna dan aspek
dekoratif, serta ragam hias ornamen dan motif.
Perkembangan seni lukis dengan media kaca ini sempat mengalami pasang surut. Bahkan, lukisan kaca hasil karya para pelukis kaca di Cirebon ini pernah dijual dari pintu ke pintu, tidak seperti sekarang di mana galeri seni mulai menjamur di kota Cirebon. Lukisan kaca ini pun kini telah menjadi cinderamata khas Cirebon. Kantor-kantor pemerintahan di kota Cirebon tak jarang minta dibuatkan lukisan kaca untuk dipajang atau diberikan kepada tamu sebagai souvenir. Lukisan kaca Cirebon mulai menemukan kembali tempatnya pada tahun 80-an. Di masa itu, salah satu maestro lukis kaca, Toto Sunu, membuat lukisan kaca berukuran besar yang sangat indah. Hasilnya, apresiasi dari masyarakat pun bertebaran dan diberikan kepada seniman lukisan kaca. Salah satu bentuk apresiasi yang diterima datang dari istri Duta Besar Brazil masa itu.
Menurut salah
seorang pelukis kaca ternama Cirebon, Bambang Sonjaya, perkembangan seni lukis
kaca Cirebon kini bergerak semakin positif. Apresiasi tak hanya datang dari
warga lokal, melainkan juga kalangan ekspatriat yang sudah sejak lama kepincut
pada seni ini. Bambang, yang juga merupakan salah seorang putra budayawan dan
maestro kesenian Cirebon, H. Abdul Adjib ini, bercerita justru awalnya tidak
tertarik pada seni lukis kaca ini. Bahkan ia pernah meledek almarhum ayahnya
yang nyaris setiap hari melukis di atas kaca. Ia baru tersadar untuk menekuni
seni lukis kaca usai diwisuda dari Fakultas Administrasi Negara, Universitas
Padjajaran, Bandung. Saat itu, almarhum ayahnya mengatakan bahwa dirinya bisa
menyelesaikan kuliah berkat lukisan kaca. Saat mendengar itu, dadanya seakan
sesak. Akhirnya, ia membulatkan tekad untuk belajar dan mendalami seni melukis
kaca.
Tahun 1994,
Bambang mulai belajar dari sang ayah. Ia mengakui, butuh keahlian khusus untuk
menjadi seorang pelukis kaca. Belajarnya pun cukup lama, karena harus membuat
lukisan atau gambar secara terbalik. Kesabaran dan keyakinan tangan saat
membuat garis sangat penting. Dan di tahun 1996, ia mulai memasarkan lukisan
kaca secara door to door. Beruntung
saat itu ia bertemu dan berkenalan dengan orang pemerintahan daerah yang
kemudian mengajaknya mengikuti beragam pameran. Sampai kemudian, ada seorang
wartawan asing dari Australia yang datang ke rumahnya untuk mewawancarai
Ayahnya sebagai seorang musisi tarling. Tarling adalah salah satu jenis musik
yang populer di wilayah pesisir Pantai Utara (pantura) Jawa Barat, terutama
wilayah Indramayu dan Cirebon. Nama tarling diidentikkan dengan nama instrumen
itar (gitar) dan suling (seruling).
Kepada
wartawan itu, almarhum ayahnya mengatakan bahwa putranya tersebut adalah
seorang pelukis kaca. Akhirnya Bambang dan sang wartawan pun terlibat obrolan.
Dan ternyata, pada bulan Desember 1997, liputan mengenai lukisan kacanya muncul
di majalah Garuda Indonesia. Bahkan salah satu lukisannya menjadi cover. Sejak saat itu, banyak warga
negara asing yang datang ke rumahnya dan mejadi pelanggan. Bahkan ada juga
warga Amerika Serikat bernama Michael Hills yang kemudian memborong lukisannya
untuk dijual lagi ke negaranya. Dan pada pesanan keduanya, sekitar tahun 1998,
Bambang mendapat pesanan senilai 7000 USD. Dikatakan pembeli itu, lukisan
Bambang ada juga yang dibeli oleh Arnold Schwarzenegger dan Madonna. Pesanan
pun terus berlanjut sampai tahun 2013.
Bambang sama
sekali tak menyangka, jalan hidup sebagai pelukis kaca yang ia pilih itu
membuat namanya dikenal hingga ke mancanegara. Pembeli lukisannya pun terus
berdatangan, baik yang datang secara langsung ke rumahnya di Cirebon maupun
melalui dunia maya. Masa keemasan itu Bambang cicipi sampai tahun 2007 atau
2008. Setelah itu semakin banyak pelukis kaca lain yang bermunculan. Harga
lukisan kacanya sendiri bervariasi, tergantung besar kecilnya lukisan serta
tingkat kerumitan atau motifnya. Bisa ratusan ribu rupiah, bahkan pernah ada
lukisan kacanya yang ditawar ratusan juta rupiah. Bambang sendiri sejak tahun
2014 hanya membuat dan menerima pesanan lukisan kaca yang sesuai syariah Islam.
Saat ini ia sedang mengumpulkan modal untuk membuat galeri syariah.
Selain
Bambang, banyak pelukis muda yang kini juga berkarya dan melestarikan kesenian
warisan nenek moyang itu. Satu di antaranya adalah Aries Sutardi yang dapat
ditemui di Cheribon Gallery di Jl. Raya Kedawung, Cirebon. Menurut Aries,
menciptakan karya seni lukis kaca memiliki tantangan tersendiri. Itu sebabnya,
ia sudah lebih dari 20 tahun tetap menekuni seni lukis kaca yang memiliki
teknik cukup sulit itu. Teknik melukis kaca sangat berbeda dengan teknik
melukis dengan memanfaatkan media seperti kanvas atau yang lain. Selain itu,
cara melukisnya juga berbeda. Harus berpikir terbalik dan langsung jadi, karena
kalau salah tidak bisa ditiban.
Berbeda dengan
tema lukisan kaca yang sudah ada, Aries membuat beragam lukisan dengan motif
yang lain, seperti karikatur, foto, natural atau realis. Meski begitu, ia juga
masih membuat lukisan seperti wayang, wadasan, dan lain-lain. Tahun 1993
menjadi awal dirinya memulai menambahkan warna lain pada lukisan kacanya. Saat
itu, ia membuat beragam lukisan dengan media kaca. Tahun 1998, ia membawa
lukisan kacanya itu ke Jakarta. Ketika melikat lukisan kacanya, banyak orang
yang tidak percaya kalau yang dibuat Aries itu benar-benar lukisan kaca. Bahkan
ia sampai membuka frame-nya dan
memperlihatkan lukisan setengah jadi kepada orang-orang itu.
Pada saat yang
bersamaan memang sudah ada pelukis yang juga membuat hal serupa di Cirebon.
Tapi jumlahnya masih sedikit, mungkin hanya sekitar empat orang. Tapi sekarang
sudah banyak yang membuat hal serupa dan bagi Aries itu justru bagus karena
bisa membuat lukisan kaca ini semakin berkembang. Hanya saja, berbeda dengan
pelukis lain, mungkin cuma Aries yang tidak punya stok lukisan. Karena berapa
pun lukisan yang ia buat, pasti habis terjual. Aries memang sengaja tidak
menyediakan stok, karena mengaku dirinya butuh uang untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
Menurut Aries,
butuh kesabaran untuk menciptakan sebuah lukisan kaca. Apalagi kalau desainnya
rumit dan dirinya sedang tidak mood.
Sementara kalau mood-nya sedang
datang, dalam sehari ia bisa membuat satu lukisan. Bahkan Aries mengaku pernah
mampu memenuhi pesanan pelanggan hingga ratusan buah lukisan kaca untuk dibawa
ke Australia. Ia justru malah senang jika harus memenuhi target dalam jumlah
yang banyak, karena merasa tertantang. Tapi pernah juga, ia dilanda kebosanan
karena harus melukis motif yang itu-itu saja. Aries menambahkan lukisan kaca
memiliki banyak kelebihan dibandingkan lukisan biasa. Selain perawatannya lebih
mudah ketimbang jenis lukisan lain, warna lukisan kaca dijamin mampu bertahan
lebih lama. Bahkan bisa bertahan seumur hidup seperti lukisan-lukisan kaca yang
ada di keraton Cirebon. Asalkan, jangan sampai jatuh saja.
3 komentar:
wah, keren banget wayannya gan
contoh gambar nirmana 2d
Sampai masuk buku seni budaya smp lo om
Smpe masuk buku seni budaya ku wkwk
Posting Komentar