Tak jauh dari Danau Toba, Parapat (Sumatera Utara), terdapat sebuah taman indah sebagai alternatif tempat wisata. Di balik rimbunnya pepohonan, terlihat spirit perjuangan lingkungan sang pengelola. Tempat ini cocok untuk melepas penat sekaligus membuat pengunjung semakin mencintai lingkungan.
Di tengah rimbun pepohonan di
Desa Sionggang Utara, Kabupaten Toba Samosir, sekitar 17 km dari Parapat
(Sumatera Utara), kita seperti menemukan surga kecil. Betapa tidak, di sana tumbuh
subur aneka pohon buah maupun kayu-kayuan. Terdapat pula air terjun yang beningnya
mampu meneduhkan mata. Udara pun terasa segar.
Di lahan seluas 40 hektar
itulah, Marandus Sirait berjibaku membuat sebuah hutan yang sekaligus untuk
menunjukkan kepeduliannya buat lingkungan. Ia juga menjadikannya sebagai
alternatif tempat wisata yang nyaman untuk dikunjungi. Ia lalu memberi nama
tempat itu Taman Eden 100. Eden merujuk pada sebuah taman yang ditempati Nabi
Adam, sedangkan 100 mengacu pada jumlah
jenis pohon buah dan kayu-kayuan yang ia tanam berdampingan.
Memang tak mudah bagi Marandus
untuk mewujudkan tempat ini. Butuh perjuangan yang sangat keras. Sekarang,
Taman Eden 100 telah menjadi salah satu tempat wisata alternatif di Sumatera
Utara. Jaraknya tak begitu jauh dari Danau Toba. Jadi, untuk wisatawan yang
mengunjungi Danau Toba, bisa sekalian satu paket dengan mengunjungi Taman Eden
100. Beberapa pengelola tur wisata
memang sudah menjadikan Taman Eden sebagai salah satu paket tempat
wisata yang wajib dikunjungi. Kunjungan akan lebih ramai lagi pada hari Sabtu,
Minggu, dan musim liburan. Walaupun yang terbanyak masih turis lokal, namun
banyak pula turis asing yang datang ke Taman Eden. Di sini, pengunjung bisa
menikmati keteduhan alam. Bisa berjalan-jalan mengelilingi hutan. Tempatnya
yang menyerupai bukit juga sangat cocok bagi yang menyukai olahraga.
Secara alamiah Taman Eden
memang sudah komplet sebagai paket wisata yang menarik. Misalnya saja terdapat
air terjun dan goa kelelawar. Banyak pengunjung yang betah sekali mandi di air
terjun karena airnya yang sangat jernih. Banyak pula rombongan yang datang
untuk melakukan kemah, retreat, atau
kegiatan pecinta alam.
Saat ini Taman Eden memang
telah menunjukkan keindahannya. Namun siapa sangka, dulunya kawasan ini hanya
ditumbuhi ilalang. Di sana juga hampir tidak ada pepohonan. Jalanan setapak
yang merupakan rute perjalanan menikmati hutan, juga tidak ada. Butuh
perjuangan keras bagi Marandus untuk menghutankan kawasan ini menjadi tempat
yang nyaman dikunjungi. Dikisahkan Marandus, spirit pelestarian alam secara tak
langsung diwarisi dari sang Ayah, Leas Sirait, yang merupakan seorang pensiunan
guru. Tahun 80-an, ketika dirinya masih
kanak-kanak, ia beserta kakak-adiknya sebenarnya butuh biaya untuk sekolah.
Pada saat itu, ada yang ingin mengontrak semua lahan milik ayahnya dalam jangka
waktu 20-25 tahun senilai Rp 1 Miliar. Jumlah yang tentu saja sangat besar
untuk saat itu. Namun Ayahnya menolak tanpa memberi alasan.
Penolakan ini sempat membuat
Marandus dan saudara-saudaranya kesal. Sebab, mereka sebenarnya butuh dana
untuk sekolah. Ketiadaan biaya membuat Marandus akhirnya hanya bisa
menyelesaikan pendidikan di sekolah musik. Anak ke 3 dari 10 bersaudara ini
sebetulnya ingin bisa kuliah, tapi sayangnya orangtuanya tidak mempunyai uang.
Lalu Marandus pun akhirnya pergi merantau ke Medan untuk menekuni bidang musik.
Di tahun 90-an, ia sempat bergabung dengan grup musik lokal. Bersama
kawan-kawan satu grup, ia sering diundang pentas di mana-mana. Bahkan sampai
Aceh dan Pekanbaru.
Selama dalam perjalanan menuju
tempat pentas di berbagai provinsi itulah, Marandus kerap menyaksikan banyak
tempat wisata alam buatan yang ramai dikunjungi wisatawan. Ia pun jadi teringat
kembali tanah keluarganya yang dibiarkan tak terawat. Ia juga ingat prinsip
ayahnya yang tak mau menjual tanah itu. Dalam pikiran Marandus, kalau tanah itu
tidak ingin dijual, berarti harus bisa dikelola dengan baik. Toh, di sana
secara alami tempatnya sebenarnya sangat bagus bila bisa dikelola dengan baik.
Tanahnya bergunung, sudah ada air, hanya tinggal pengelolaannya saja. Dari
situlah Marandus berpikir, bila dikampungnya sudah tersedia ‘dolar’, kenapa
pula ia harus pergi merantau. Marandus pun segera berniat pulang kampung untuk
membuat tempat wisata yang terkait dengan lingkungan.
Marandus juga sadar, perlu
banyak tangan untuk merawat hutan dan pohon. Apalagi ia melihat pula, perusakan
hutan banyak terjadi di kawasan sekitar Danau Toba. Pemerintah memang pernah
mencanangkan gerakan 1 miliar pohon dan program go green. Tapi, apalah artinya bila hutan-hutan dibiarkan untuk
ditebangi. Walaupun aturannya setiap hutan yang ditebang, harus ditanami lagi
dengan pohon yang baru, tapi perlu waktu sekian tahun untuk melihat pohon-pohon
itu tumbuh besar.
Niatan Marandus ini dipertegas
pula dari bacaan ayat di Kitab Suci. Menurut Marandus, banyak ayat yang
menugaskan manusia untuk merawat lingkungan. Dari sini niatnya pun semakin
menggelora untuk pulang kampung. Tapi, ketika niat itu disampaikan ke
keluarganya, rencananya itu tidak mendapat dukungan. Bagi keluarganya, perantau
yang pulang kampung dianggap gagal. Marandus pun baru bisa pulang kampung ketika
terjadi krisis ekonomi, karena ia memiliki alasan bahwa kepulangannya karena diPHK.
Ketika mendapat sinyal dari
orangtuanya untuk pulang kampung, Marandus menyambutnya dengan suka cita.
Mantap sudah keinginannya untuk mengelola tanah keluarga yang terbengkalai.
Meski dengan berat hati, keluarganya akhirnya mengizinkan niat Marandus itu. Dibantu
beberapa kawannya, Marandus melakukan sejumlah riset. Salah satunya memetakan
keadaan. Ternyata, banyak sekali masalah yang perlu dipikirkan. Salah satunya,
kawasan tanah keluarganya ini meski sudah memiliki goa dan air terjun yang bisa
menjadi daya pikat, namun tidak ada akses jalan menuju ke sana. Marandus pun
berpikir untuk segera membuat jalan setapak, semacam rute untuk menuju
tempat-tempat yang menarik dilihat. Tapi, tentu butuh biaya yang besar untuk
membuat jalan itu. Oleh karena itu, sebagai langkah awal, Marandus melakukan
pekerjaan yang masih mungkin dilakukan.
Marandus dan kawan-kawannya
memutuskan untuk terlebih dulu menhutankan kawasan itu. Mereka bersepakat untuk
melestarikan alam. Semula, kawasan itu tidak ada tanaman kayu-kayuan. Bersama
kawan-kawannya itu pula Marandus ingin menanam jenis tanaman kayu.
Persoalannya, ia buta soal pertanian, karena hanya mengerti soal musik. Oleh
karena itu ia perlu waktu untuk belajar dengan cara membeli buku-buku tentang
pertanian. Mulai dari jenis pohon, cara bercocok tanam, hingga perawatan
tanaman.
Ia lalu memulainya dengan
megolah tanah dan menggemburkannya. Kemudian menyiapkan tanaman yang akan
ditanam. Itu pun tidak langsung membuahkan hasil. Belajar dari kesalahan,
akhirnya ia mulai paham soal pertanian, termasuk jenis-jenis pohon yang cocok
ditanam. Tahun 1999, ia mulai melakukan pembibitan. Dan di tahun itu pula ia
mencanangkan diri belajar di universitas alam. Marandus mengaku, awalnya
pilihannya untuk bertani sempat ditentang masyarakat. Masyarakat di sekitar
tempat tinggalnya memang telah didoktrin bahwa petani bukanlah pekerjaan yang
bagus. Bahkan, sampai tiga tahun, Ibunya Tiasa Sitorus tetap tidak mau menerima
dirinya yang pulang kampung. Menurut ibunya, apa yang ia lakukan di kampungnya
tidak masuk akal.
Lingkungan pun melecehkan
usahanya. Banyak yang mencibir bahwa pilihannya untuk pulang kampung karena
tidak memiliki kegiatan di kota. Walaupun begitu, Marandus tetap teguh dengan
kata hatinya. Ia tetap melangkah dan berjuang. Sampai akhirnya, ia bisa tersenyum
ketika pohon yang ditanamnya mulai tumbuh. Ia juga berhasil membuat rute jalan
untuk mengelilingi kawasan hutan. Karena di kawasan itu terdapat air terjun
yang indah, ia pun berpikir akan bisa menjadi daya tarik bagi pengunjung. Lalu dibantu
kawan-kawannya ia lalu mulai membersihkan kawasan air terjun yang semula
tempatnya gelap dan dianggap angker.
Beberapa tahun kemudian,
kawasan Hutan Eden pun menghijau. Berbagai pohon tumbuh rindang, termasuk jenis
pohon khas tanah Batak seperti andaliman, sandodo, dan andalehat. Jenis pohon
ini memang sudah semakin jarang ditemui. Selain itu, Marandus juga terus
melengkapi tamannya dengan berbagai sarana yang menarik. Ia juga membuat jalan
setapak di lokasi lahan yang berbukit. Di beberapa bagian ia buatkan tempat
untuk istirahat. Di situ pengunjung bisa menyaksikan indahnya pemandangan.
Bakan di salah satu bagian ia juga buatkan rumah pohon.
Marandus pun giat
mempromosikan tamannya itu ke berbagai kalangan. Mulai dari kelompok pecinta
lingkungan, kelompok doa, dan masyarakat lain. Hingga lama-kelamaan semakin
banyak pecinta alam yang datang. Mereka mendaki bukit, bahkan mengadakan acara
di tempat ini. Tempat yang dibuatnya ini memang sangat cocok untuk berkemah
atau kemping. Selain itu beberapa gereja juga kerap mengadakan acara retreat di sini.
Kendati demikian, ujian yang
menimpa Marandus belum juga usai. Di akhir tahun 2004, Marandus sempat sakit
serius yang harus membuatnya sering keluar masuk rumah sakit. Ia mengira
mungkin itu karena dirinya yang terlalu capek dan banyak pikiran. Tubuhnya
menderita gejala tifus. Kejadian itu sempat membuatnya mulai menyerah dan tidak
ingin melanjutkan usahanya. Ia merasa apa yang dilakukannya belum banyak
membuahkan hasil. Ia seperti mengalami depresi. Pernah ia berkonsultasi pada
seorang teman yang berprofesi dokter, ternyata obat yang paling baik untuk
menyembuhkan penyakitnya itu adalah dengan mencoba bermain musik kembali.
Setelah tubuhnya kembali sehat,
bersama kawan-kawan termasuk yang berada dalam lingkungan doa, Marandus pun
semakin bersemangat untuk meneruskan mengelola Taman Eden. Apalagi, ternyata
banyak lembaga yang mengapresiasi langkahnya. Sampai akhirnya, di tahun 2005 ia
menerima penghargaan Kalpataru yang diserahkan oleh Presiden SBY. Setelah
sekian lama kuliah di universitas alam, Marandus akhirnya berhasil lulus dan
diwisuda di Istana Negara.
Hadiah Kalpataru itu telah
membuka matanya bahwa yang dilakukannya selama ini tidak sia-sia. Keluarga dan
masyarakat sekitar pun mulai mendukung langkahnya. Bahkan, dinas terkait juga
ikut membantu, misalnya saja membantu dalam proses pembibitan. Dinas Pariwisata
juga membantu dalam membuatkan jalan setapak yang lebih bagus. Selain itu ada
pula komunitas dokter yang membantunya membuat kebun anggrek. Hutan wisatanya
ini pun semakin komplit.
Kini, Taman Eden telah menjadi
tempat yang nyaman dikunjungi. Taman Eden juga telah menjadi sarana pendidikan
dan pelestarian ekosistem. Marandus pun turut melibatkan masyarakat untuk ikut
berpartisipasi. Salah satunya dengan cara mencantumkan nama mereka yang menanam
pohon di tempat ini. Kini jumlah yang telah ikut menanam pohon sudah ribuan.
Marandus juga menyediakan tempat untuk berjualan souvenir.
Ke depannya, masih banyak
langkah yang ingin dilakukan penerima UGM Award 2013 di bidang lingkungan hidup
ini. Ia ingin semakin melengkapi sarana yang ada di hutan wisatanya ini.
Nantinya ia akan membuat payung-payung dan tempat duduk agar pengunjung lebih
nyaman. Marandus menegaskan, yang dilakukannya hanyalah langkah kecil di tengah
perusakan alam yang masih terus berlangsung. Namun ia sudah membuktikan sanggup
berbuat demi kelestarian alam. Ya, Marandus sudah menemukan surga kecil di
sebuah taman yang kini selalu ramai dikunjungi.
MENUJU TAMAN EDEN 100
Tak sulit untuk mencapai Taman
Eden 100 yang berlokasi di Desa Sionggang Utara, Kecamatan Lumban Julu,
Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara ini. Jaraknya dari Medan sekitar 192 km.
Bila tidak menggunakan mobil pribadi, banyak kendaraan umum seperti bus yang
melewati daerah ini. Lokasinya tak begitu jauh dari Parapat. Wisatawan bisa
memasukkan kunjungan ke Taman Eden 1o0 dengan Danau Toba dalam satu paket.
Dari arah Parapat, Taman Eden
100 berada persis di pinggir jalan sisi sebelah kiri. Dari jalan raya, tertulis
petunjuk plang Taman Eden 100. Di sana belum ada penginapan. Bagi para
petualang yang ingin menginap, siapkan saja tenda dan alat masak sendiri.
Selamat menikmati taman yang eksotis ini.
____________________________
advetorial :
MENERIMA LAYANAN JASA KURIR, ANTAR
BARANG, PAKET MAKANAN, DOKUMEN, DAN LAIN-LAIN UNTUK WILAYAH JAKARTA DAN
SEKITARNYA KLIK DI SINI
BOLU KUKUS KETAN ITEM, Oleh-Oleh Jakarta, Cemilan Nikmat dan Lezat, Teman Ngeteh Paling Istimewa, Bikin Ketagihan !! Pesan sekarang di 085695138867 atau KLIK DI SINI
BOLU KUKUS KETAN ITEM, Oleh-Oleh Jakarta, Cemilan Nikmat dan Lezat, Teman Ngeteh Paling Istimewa, Bikin Ketagihan !! Pesan sekarang di 085695138867 atau KLIK DI SINI
0 komentar:
Posting Komentar